Sabtu, 4 Oktober 2025

Dari Lombok ke Hiroshima: Kisah Khaerul Fahmi, Petani Sayur Indonesia yang Sukses Besar di Jepang

Khaerul Fahmi sempat merantau ke Jakarta bersekolah, lalu kerja jadi sales promotion boy di mal hingga menemukan jalan hidupnya di Negeri Sakura

Editor: Eko Sutriyanto
Richard Susilo
SAYURAN INDONESIA - Khaerul Fahmi di depan sayuran hasil produksinya di Fukuyama Hiroshima. 

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Di Hiroshima, Jepang, ada sebuah kebun hijau yang dipenuhi kangkung, kemangi, kacang panjang, hingga bayam segar.

Yang mengejutkan, kebun itu bukan milik orang Jepang, melainkan digarap oleh seorang pemuda asal Lombok Barat, Indonesia.

Namanya Khaerul Fahmi.

Perjalanan Fahmi hingga menjadi petani sukses di Negeri Sakura bukanlah hal mudah. 

Lahir dan besar di Desa Bengkel, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, NTB, ia sudah akrab dengan dunia pertanian sejak kecil. 

Setiap hari, ia mengikuti sang kakek bertani secara konvensional di lahan terbuka.

Selepas SMP, Fahmi merantau ke Jakarta.

Baca juga: Kemeriahan Pesta HUT Kemerdekaan RI di Osaka Jepang Memunculkan Himbauan Ikuti Budaya Setempat

Ia melanjutkan sekolah di Sekolah Pertanian Pembangunan Negeri DKI Jakarta (kini SMKN 63) dan lulus pada 2007. 

Setelah itu, ia sempat bekerja sebagai sales promotion boy di sebuah mal besar di Jakarta selama empat tahun.

Namun, hidupnya tidak berhenti di situ.

Ia kembali ke Lombok untuk kuliah di Universitas Mataram, Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Agribisnis. 

Sayangnya, studinya terhenti di tengah jalan.

“Waktu itu belum ada program MBKM. Setelah berkonsultasi dengan keluarga dan dosen pembimbing, saya memutuskan untuk magang ke Jepang,” ujarnya.

Awal Perjalanan ke Jepang

Kesempatan itu datang pada 2014, ketika Fahmi mengikuti program pemagangan di bidang pertanian di Okinawa.

Selama tiga tahun, ia mengasah keterampilan bertani modern hingga 2017.

Saat visa magangnya habis, ia kembali ke Indonesia, sebelum akhirnya mendapat kesempatan lagi untuk berangkat ke Jepang dengan visa Tokutei Ginou (Specific Skill Worker) pada awal 2020, tepat sehari sebelum Jepang lockdown karena pandemi.

Di Jepang, hidup Fahmi memasuki babak baru.

Pada 2017 ia bertemu dengan perempuan Jepang dalam sebuah acara pertemuan tahunan orang Indonesia dan Jepang. Dari perkenalan itu, tumbuhlah hubungan yang berujung pernikahan pada 28 Agustus 2021.

Kini, pasangan tersebut menetap di Hiroshima, dan pada 2023 dikaruniai seorang anak.

“Alhamdulillah, anak pertama kami lahir April 2023. Sekarang dia aktif bermain dan sesekali saya ajak ke kebun atau peternakan kecil kami,” katanya.

Baca juga: Kunci Jawaban Prakarya Kelas 7 Halaman 121 Semester 2, Tugas 1: Sayuran Indonesia

Lahirnya Wakai Farm

Awal 2021 menjadi titik balik hidup Fahmi. Bersama mitranya, Wakai-san, ia mendirikan Wakai Farm, sebuah usaha pertanian modern yang fokus mengembangkan sayuran Asia di Jepang.

Sebelum memulai, Fahmi melakukan riset serius.

Selama tiga tahun sejak 2021, ia melakukan penelitian untuk memetakan potensi pasar.

Lebih dari 30 jenis bibit sayuran Asia dikumpulkan dan diuji ketahanan serta kualitasnya di greenhouse berteknologi modern.

Dari hasil uji coba, tersaring 18 jenis sayuran unggulan, termasuk kangkung, kemangi, kacang panjang, dan bayam.

“Tahun 2023, kami mulai produksi penuh. Setahun kemudian, ekspansi penjualan dilakukan. Sekarang sayuran kami sudah masuk ke Asian Halal Mart di Hiroshima, Osaka, Tokyo, bahkan ke supermarket, hotel, kafe, dan restoran di Fukuyama,” jelasnya.

KEDAI SAYUR AA - Suasana Kedai Sayur AA Solo, dekat belakang gerbang kampus UNS di Jl. Kartika No. 5, Jebres, Surakarta, pada 3 Juni 2025. Kedai Sayur AA Solo dijuluki sebagai Superindo-nya mahasiswa UNS, ini 5 alasannya.
KEDAI SAYUR AA - Suasana Kedai Sayur AA Solo, dekat belakang gerbang kampus UNS di Jl. Kartika No. 5, Jebres, Surakarta, pada 3 Juni 2025. Kedai Sayur AA Solo dijuluki sebagai Superindo-nya mahasiswa UNS, ini 5 alasannya. (HO/Dokumentasi pribadi Rini Yuliana, peserta Kentingan Journalism Week 2025)

Menjawab Tantangan Musim Dingin

Menjadi petani di Jepang punya tantangan tersendiri, salah satunya musim dingin.

Biaya operasional meningkat, dan harga sayuran bisa melonjak 2–3 kali lipat.

“Untuk mengantisipasi, beberapa sayuran kami olah menjadi frozen food seperti cabai, daun singkong, dan singkong. Kami juga menanam sayuran Jepang, meskipun tidak terlalu masif,” terang Fahmi.

Konsumen utama Fahmi adalah mahasiswa, pemagang, serta orang Jepang yang penasaran dengan sayuran Asia.

“Harga harus kami atur dengan hati-hati agar supply dan demand tetap seimbang,” tambahnya.

Dukungan Pemerintah Jepang

Keseriusan Fahmi membuahkan hasil. Pemerintah kota Fukuyama memberikan subsidi pertanian selama tiga tahun, bahkan menjadikannya orang Indonesia pertama yang mendapat dukungan tersebut.

Tak hanya itu, Fahmi juga dipercaya sebagai brand ambassador pertanian kota Fukuyama.

“Sehari-hari, saya lebih banyak di ladang, bertani, sekaligus bersosialisasi dengan masyarakat Indonesia dan Jepang,” ujarnya.

Pada 2024, Fahmi bersama rekan bisnisnya juga mendirikan Ippan Shadan (Yayasan), yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan.

Organisasi ini menjadi jembatan hubungan bilateral Indonesia–Jepang, serta membuka peluang kerja sama dalam berbagai proyek, termasuk program JICA di NTB dengan pendekatan triple helix.

Visi dan Harapan

Bagi Fahmi, menjual sayur Indonesia bukan sekadar bisnis.

“Visi saya adalah membangun hubungan antarwarga Indonesia dan Jepang, sekaligus memperkenalkan masakan khas Nusantara. Banyak perantau Indonesia rindu masakan rumah, dan sayur ini bisa mengobati kerinduan mereka,” katanya.

Kebunnya sering menjadi tempat berkumpul, bahkan ajang berbagi cerita bagi sesama perantau.

“Kadang mereka datang untuk memetik sayur sendiri. Kebun ini juga jadi tempat sharing, sekaligus refreshing bersama keluarga,” ujarnya.

Ke depan, Fahmi berharap bisa menyelesaikan studi yang sempat tertunda dan terus menjaga ketahanan pangan baik di dalam maupun luar negeri.

“Jumlah warga Indonesia di Jepang semakin bertambah. Saya ingin tetap berkolaborasi lintas sektor untuk memberikan manfaat bersama,” katanya.

Diskusi pertanian di Jepang juga dilakukan kelompok Pencinta Jepang. Gabung gratis kirimkan nama alamat dan nomor whatsapp ke email [email protected]

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved