Konflik Rusia Vs Ukraina
Mengapa Trump Tidak Perintahkan Tangkap Putin Saat Bertemu di Alaska?
Pertemuan Trump dan Putin yang berlangsung hampir tiga jam itu berakhir tanpa kesepakatan mengenai gencatan senjata di Ukraina.
TRIBUNNEWS.COM, AS - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu pada Jumat (15/8/2025) di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson di Anchorage, Alaska, AS.
Alaska merupakan salah satu negara bagian AS yang terletak di ujung barat laut benua Amerika Utara.
Ini pertemuan langsung kedua kepala negara itu dalam enam tahun terakhir di tengah perang di Ukraina-Rusia.
Pertemuan yang berlangsung hampir tiga jam itu berakhir tanpa kesepakatan mengenai gencatan senjata perang Rusia Vs Ukraina.
Pertemuan berisiko tinggi
Ini adalah pertemuan puncak berisiko tinggi bagi Vladimir Putin.
Dengan satu pertanyaan besar yang bermunculan di media sosial.
Mungkinkah pemimpin Rusia, yang sedang didakwa sebagai penjahat perang oleh ICC di Den Haag itu, akan ditangkap begitu menginjakkan kaki di tanah AS?
Kunjungan Putin telah memicu gelombang seruan penangkapannya.
Baik pengguna media sosial maupun pakar internasional telah mendesak AS untuk bertindak.
Akan tetapi berdasarkan hukum internasional maupun domestik, AS tidak berkewajiban untuk menegakkan surat perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap Vladimir Putin.
Apa yang Dituduhkan ICC terhadap Vladimir Putin?
Pada 17 Maret 2023 lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Vladimir Putin dan Maria Lvova-Belova, komisioner Rusia untuk hak-hak anak.
Pengadilan menuduh keduanya bertanggung jawab atas deportasi dan pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah pendudukan Ukraina ke Rusia, tindakan yang didefinisikan sebagai kejahatan perang menurut hukum internasional.
Tuduhan tersebut mengklaim Putin secara langsung memerintahkan deportasi atau gagal mencegahnya sebagai atasan Lvova-Belova.
Mengapa AS Tidak Akan Menangkap Putin Meskipun Ada Surat Perintah ICC
Terlepas dari tuduhan tersebut, hukum AS tidak memberikan dasar untuk menahan Vladimir Putin.
AS menandatangani Statuta Roma, perjanjian yang membentuk ICC, di bawah Presiden Bill Clinton pada tahun 2000, tetapi tidak pernah meratifikasinya.
Pada tahun 2002, Presiden George W. Bush menarik AS sepenuhnya sebagai penandatangan.
Pada Juni 2025 lalu, Donald Trump berang ke ICC.
Dia lalu memerintahkan 4 hakim ICC diberi sanksi karena mereka mengeluarkan surat perintah penangkapan koleganya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Rusia juga menolak ICC, menyebut surat perintah tersebut bermotif politik dan mengancam akan melakukan pembalasan simbolis.
Baik Moskow maupun Washington tidak mengakui otoritas pengadilan yang berkantor pusat di Den Haag tersebut.
Negara Apa Saja yang Menjadi Anggota Mahkamah Pidana Internasional?
Hingga pertengahan 2025, 125 negara telah menjadi pihak dalam Statuta Roma.
Negara-negara tersebut antara lain semua negara di Amerika Selatan, hampir seluruh Eropa, sebagian besar Oseania, dan sekitar setengah dari Afrika.
Yang paling menonjol tidak ada dalam daftar tersebut adalah Amerika Serikat, Rusia, Cina, Israel dan Arab Saudi.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia bukan anggota International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.
Meskipun Indonesia telah menandatangani Statuta Roma (dasar hukum ICC) pada tahun 1998, namun belum meratifikasinya.
Artinya, Indonesia tidak terikat secara hukum untuk mengikuti perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC
Sehingga bagi Vladimir Putin cukup aman jika hendak bepergian ke Indonesia.
Bagaimana ICC Menegakkan Surat Perintah Penangkapan—Dan Mengapa Seringkali Gagal
ICC tidak memiliki badan penegakan hukumnya sendiri.
ICC sepenuhnya bergantung pada 125 negara anggotanya untuk melakukan penangkapan dan memindahkan tersangka ke Den Haag.
Jika suatu negara bukan pihak dalam Statuta Roma—seperti AS atau Rusia—pengadilan tersebut harus bergantung pada kerja sama sukarela, yang biasanya tidak terwujud.
Bahkan di antara negara-negara penandatangan ICC, penegakan hukum bisa saja tidak konsisten.
Pada tahun 2024, Mongolia—salah satu anggota ICC—menjamu Putin dalam kunjungan resmi dan gagal menangkapnya.
Pengadilan memberikan teguran kepada Mongolia, tetapi tidak ada tindakan hukuman yang diambil.
Ini merupakan bagian dari tren yang lebih luas yang telah melemahkan otoritas ICC dalam beberapa tahun terakhir.
Netanyahu Juga Diperintahkan Ditangkap ICC
Putin bukan satu-satunya pemimpin yang sedang menjabat yang menghadapi tuntutan di Den Haag.
Pada November 2024, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Pengadilan tersebut menuduh kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berasal dari operasi militer Israel di Gaza, termasuk penggunaan kelaparan dan serangan terhadap infrastruktur sipil.
Netanyahu menyebut tuduhan tersebut "absurd dan salah", dan menyebut tindakan ICC sebagai antisemit.
Seperti Putin, Netanyahu tidak menghadapi konsekuensi apa pun dari negara-negara anggota ICC.
Selama kunjungannya ke Hongaria pada tahun 2025, ia tidak ditangkap .
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán mengatakan surat perintah tersebut "tidak akan berpengaruh" dan kemudian mengumumkan niat Hongaria untuk meninggalkan ICC.
Sumber: Newsweek/Tribunnews.com
Konflik Rusia Vs Ukraina
Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1.301: Pussy Riot Dihukum Penjara In Absentia |
---|
Pamer Kekuatan: Rusia–Belarus Gelar Latihan Perang, Kerahkan Rudal Nuklir, Jet Bomber, hingga Tank |
---|
Diplomasi Besi Putin ke NATO, AS Kirim Perwira Pantau Latihan Perang Besar-besaran Rusia-Belarus |
---|
Perang Kuras Keuangan Ukraina, Presiden Zelensky Butuh 120 Miliar Dolar untuk Lawan Rusia di 2026 |
---|
Rumania Naik Pitam, Panggil Dubes Rusia usai Insiden Drone Tembus ke Wilayah Udara |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.