Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Korea

Lee Jae Myung: Korea Selatan akan Akhiri Aktivitas Militer di Perbatasan dengan Korea Utara

Presiden Lee Jae Myung berjanji memulihkan pakta militer 2018 untuk mengurangi ketegangan di perbatasan Korea Selatan–Korea Utara.

Facebook Lee Jae Myung
PRESIDEN KOREA SELATAN - Gambar diambil dari Facebook Lee Jae Myung pada Senin (4/8/2025), memperlihatkan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung dalam konferensi nasional pada 29 Juli 2025. Pada Jumat (15/8/2025), Lee Jae Myung mengumumkan bahwa pemerintahnya akan mengakhiri sejumlah aktivitas militer di sepanjang perbatasan dengan Korea Utara. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung mengumumkan bahwa pemerintahnya akan mengakhiri sejumlah aktivitas militer di sepanjang perbatasan dengan Korea Utara.

Pernyataan itu disampaikan pada Jumat (15/8/2025) dalam pidato peringatan 80 tahun pembebasan Korea dari penjajahan Jepang.

Presiden Korea Selatan saat ini adalah Lee Jae Myung, seorang tokoh politik yang dikenal vokal, progresif, dan penuh kontroversi.

Lee resmi menjabat sebagai Presiden ke-14 Korea Selatan pada 4 Juni 2025, setelah memenangkan pemilu dengan dukungan luas dari rakyat, terutama kalangan pekerja dan masyarakat kelas bawah.

Pria yang lahir pada 8 Desember 1963, di Andong, Gyeongsang Utara ini berasal dari keluarga miskin, pernah bekerja di pabrik dan mengalami kecelakaan kerja yang menyebabkan cacat permanen di lengan kirinya.

Lee mengatakan langkah tersebut merupakan bagian dari upaya memulihkan Perjanjian Militer Komprehensif 19 September, sebuah pakta de-eskalasi yang ditandatangani pada pertemuan puncak antar-Korea tahun 2018.

Pakta itu mencakup larangan latihan militer di zona perbatasan, penghapusan pos penjagaan, zona larangan terbang, dan pemeliharaan saluran komunikasi langsung.

Namun, perjanjian tersebut sempat ditangguhkan oleh pemerintahan sebelumnya akibat meningkatnya ketegangan.

“Khususnya, untuk mencegah bentrokan tak disengaja dan membangun kepercayaan militer, kami akan mengambil langkah proaktif dan bertahap untuk memulihkan pakta tersebut,” ujar Lee, tanpa menyebutkan tenggat waktu pelaksanaan.

Perjanjian Militer Komprehensif 19 September adalah kesepakatan penting antara Korea Selatan dan Korea Utara yang ditandatangani pada 19 September 2018 di Pyongyang.

Tujuan utamanya adalah mengurangi ketegangan militer di Semenanjung Korea dan mencegah konflik tak disengaja antara kedua negara yang secara teknis masih dalam keadaan perang sejak 1953.

Baca juga: Putin Surati Kim Jong Un, Puji Pasukan Korea Utara yang Heroik Berperang di Ukraina

Perjanjian ini awalnya dianggap sebagai tonggak perdamaian, namun kini berada dalam ketidakpastian karena meningkatnya provokasi dan ketegangan militer.

Reuters melaporkan bahwa Lee juga menegaskan Korea Selatan tidak berniat menyerap Korea Utara dalam proses reunifikasi, dan akan menghormati sistem politik Pyongyang.

Ia menyebut bahwa permusuhan yang berlarut-larut “tidak menguntungkan rakyat di kedua Korea.”

Langkah ini menyusul keputusan Korea Selatan dan Amerika Serikat untuk menunda sebagian latihan militer gabungan tahunan mereka, yang selama ini menjadi sumber ketegangan dengan Korea Utara.

Lee juga menghentikan peluncuran balon berisi selebaran anti-Korea Utara dan membongkar siaran propaganda di perbatasan.

Namun, respons Pyongyang terhadap pendekatan terbaru Seoul masih belum jelas.

KCNA sebelumnya melaporkan bahwa pejabat tinggi Korea Utara telah menepis langkah-langkah serupa yang diambil oleh Lee sejak terpilih pada Juni lalu.

Cheong Seong-chang dari Institut Sejong memperkirakan Korea Utara akan “mengabaikan atau mengecam” inisiatif tersebut, mengingat sejarah pelanggaran pakta oleh Seoul.

Yeom Don-jay, mantan pejabat intelijen Korea Selatan, menyatakan bahwa untuk mengajak Kim Jong Un berdialog,

Lee perlu menawarkan insentif yang lebih berani, seperti mendorong Presiden AS Donald Trump untuk meringankan sanksi terhadap Pyongyang.

Straits Times melaporkan bahwa Korea Selatan juga tengah memperkuat hubungan dengan Jepang.

Lee dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada 23 Agustus mendatang untuk membahas kerja sama bilateral dan dampak tarif AS yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.

Shigeru Ishiba adalah Perdana Menteri Jepang ke-102, menjabat sejak 1 Oktober 2024 dan merupakan tokoh senior dari Partai Demokrat Liberal (LDP).

Baca juga: Bantah Klaim Korsel, Adik Kim Jong Un: Korea Utara Tak Pernah Cabut Pengeras Suara di Perbatasan

Ia dikenal sebagai ahli pertahanan, politisi konservatif yang vokal, dan figur yang berusaha mereformasi pendekatan Jepang terhadap sejarah, pertahanan, dan revitalisasi daerah.

Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara

Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara memburuk sejak Perang Korea 1950–1953 yang berakhir tanpa perjanjian damai.

Kedua negara menganut ideologi yang bertolak belakang: demokrasi liberal di Selatan dan totalitarianisme komunis di Utara.

Provokasi militer dari Korea Utara, termasuk uji coba nuklir dan insiden perbatasan, terus memicu ketegangan.

Zona Demiliterisasi (DMZ) menjadi simbol pemisahan dan konflik yang belum terselesaikan.

Zona Demiliterisasi (DMZ) adalah wilayah penyangga bebas senjata yang membentang sepanjang sekitar 250 kilometer dan lebar sekitar 4 kilometer di Semenanjung Korea, memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan sejak gencatan senjata Perang Korea tahun 1953.

Meskipun disebut "demiliterisasi", area di luar DMZ justru merupakan salah satu perbatasan paling dimiliterisasi di dunia, dengan kehadiran pasukan besar dari kedua belah pihak2.

DMZ berfungsi sebagai garis batas de facto antara dua negara yang secara teknis masih berstatus perang.

Di dalamnya terdapat Daerah Keamanan Bersama (Joint Security Area/JSA) di Panmunjom, tempat berlangsungnya berbagai negosiasi antar-Korea dan pertemuan diplomatik internasiona

Perang informasi dan propaganda memperdalam ketidakpercayaan antar-pemerintah dan masyarakat.

Sanksi internasional terhadap Korea Utara memperkuat isolasi dan sikap defensif Pyongyang.

Baca juga: Pekerja Korea Utara di Rusia Alami Kondisi Seperti Budak: Libur Cuma 2 Hari Per Tahun

Upaya dialog seperti Sunshine Policy dan perjanjian 2018 kerap gagal karena perubahan politik dan provokasi baru.

Hingga kini, hubungan kedua Korea tetap rapuh, terjebak antara harapan damai dan realitas konflik berkepanjangan.

(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved