Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Nego Tarif Memanas, Trump Tuntut China Tingkatkan Pembelian Kedelai dari AS hingga 4 Kali Lipat
Tuntutan ini disampaikan oleh Trump menjelang batas waktu gencatan tarif dengan China pada 12 Agustus 2025 mendatang.
TRIBUNNEWS.COM - Negosiasi tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China kian memanas setelah Presiden AS Donald Trump mendesak pemerintahan Xi Jinping untuk melipatgandakan pembelian kedelainya, pada Minggu (10/8/2025).
Tak tanggung-tanggung, Trump meminta China untuk meningkatkan pembelian kedelai dari AS hingga empat kali lipat.
Dikutip dari Reuters, China sendiri merupakan pembeli kedelai terbesar di dunia, mengimpor sekitar 105 juta ton metrik pada tahun lalu.
Adapun sepanjang tahun 2024 lalu, hampir seperempat dari kedelai yang diimpor China berasal dari AS dengan jumlah 22,13 juta ton kedelai dari AS sedangkan Brasil menyumbang sisanya dengan jumlah 74,65 juta ton.
Tuntutan ini disampaikan oleh Trump menjelang batas waktu gencatan tarif yang krusial sehingga mendorong kenaikan harga kedelai di Chicago.
Gencatan tarif antara Beijing dan Washington sendiri akan berakhir pada 12 Agustus 2025 mendatang.
Namun demikian, pemerintahan Trump mengisyaratkan bahwa batas waktu tersebut mungkin diperpanjang.
Hal ini terlihat dari tuntutan secara mendadak dari Trump yang diduga merupakan strategi AS guna memperpanjang masa gencatan tarif dengan China.
Dalam unggahan tengah malam di Truth Social, Trump menyatakan bahwa China saat ini dihadapkan dengan kekhawatiran dalam menghadapi masalah kekurangan kedelai.
Karena hal ini, Trump pun berharap agar China segera melipatgandakan pesanan kedelainya dari AS hingga empat kali lipat.
"Layanan cepat akan diberikan. Terima kasih, Presiden Xi," tulis Trump dalam unggahannya.
Baca juga: Petani Vietnam Protes Rendahnya Ganti Rugi Proyek Klub Golf Mewah Donald Trump
Akibat pernyataan Trump ini, kontrak kedelai paling aktif di Bursa Perdagangan Chicago (CBOT) melonjak 2,38 persen menjadi 10,11 dolar AS per bushel pada pukul 06.37 GMT, Senin ini (12/8/2025).
Harga berjangka bungkil kedelai di China pun ikut turun 0,65 persen menjadi 3.068 yuan per ton metrik karena ekspektasi bahwa impor AS dapat meningkatkan pasokan.
Menanggapi tuntutan tersebut, sejumlah pengamat menyebut bahwa permintaan Trump ini sulit dilakukan oleh China.
"Sangat tidak mungkin China akan membeli kedelai dari AS sebanyak empat kali lipat dari volume biasanya," ujar Johnny Xiang, pendiri AgRadar Consulting yang berbasis di Beijing.
Sikap pesimis juga diutarakan Even Rogers Pay, analis pertanian dari Trivium China.
Ia meyakini bahwa China justru bakal menghentikan impor kedelai dari AS secara menyeluruh.
"Di pihak Beijing, terdapat beberapa sinyal bahwa China siap menghentikan pembelian kedelai AS sama sekali tahun ini, termasuk memesan kargo uji bungkil kedelai dari Argentina," ujar Even.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan China tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Dalam kesepakatan perdagangan Tahap Satu yang ditandatangani selama masa jabatan pertama Trump, China pernah berjanji untuk meningkatkan pembelian produk pertanian AS, termasuk kedelai.
Tahun ini, di tengah ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing, China belum juga membeli kedelai AS untuk kuartal keempat, sehingga memicu kekhawatiran menjelang musim ekspor panen AS.
Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa produsen pakan ternak Tiongkok telah membeli tiga kargo bungkil kedelai Argentina guna mengamankan pasokan lebih murah dari Amerika Selatan di tengah kekhawatiran akan gangguan pasokan kedelai pada kuartal keempat.
Industri kedelai AS juga telah mencari pembeli alternatif bila China memutus kebijakan impornya.
Namun demikian, hingga kini tidak ada negara lain yang menyamai skala China dalam hal impor kedelai dari AS.
(Tribunnews.com/Bobby)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.