Konflik Palestina Vs Israel
Australia Umumkan Akan Akui Negara Palestina pada September 2025 di Sidang PBB
Australia akan mengakui Negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2025 mendatang.
TRIBUNNEWS.COM - Australia akan secara resmi mengakui Negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2025 mendatang.
Keputusan ini diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Anthony Albanese dalam konferensi pers di Canberra pada Senin (11/8).
Di mana Albanese menyebut bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya membangun perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah.
“Solusi dua negara adalah harapan terbaik umat manusia untuk memutus siklus kekerasan di Timur Tengah dan mengakhiri konflik, penderitaan, dan kelaparan di Gaza,” ujar Albanese, dikutip dari Al Jazeera.
Langkah Australia ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan luar negerinya, mengingat selama beberapa dekade negara tersebut cenderung mengambil posisi yang hati-hati terkait konflik Israel-Palestina.
Sebagai sekutu dekat Amerika Serikat dan mitra Israel, Australia sebelumnya menahan diri untuk tidak secara resmi mengakui Palestina, sebuah sikap yang kini dikritik banyak pihak sebagai gagal mendukung hak penentuan nasib rakyat Palestina.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, tekanan publik di dalam negeri meningkat pesat.
Sekitar 300.000 warga Australia baru-baru ini turun ke jalan, memadati Jembatan Pelabuhan Sydney dalam aksi protes menentang perang di Gaza dan menyerukan langkah konkret dari pemerintah.
Menteri Luar Negeri Penny Wong menegaskan bahwa pengakuan Palestina oleh Australia bukanlah kejutan, karena “ini adalah soal waktu, bukan soal apakah akan terjadi.”
Australia bukan satu-satunya negara yang bergerak ke arah ini.
Kanada, Prancis, dan Inggris juga menyatakan niatnya untuk mengakui Palestina secara resmi dalam forum PBB bulan depan, bergabung dengan lebih dari 140 negara anggota PBB yang telah lebih dulu mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
Baca juga: Netanyahu Berniat Kuasai Gaza Secara Militer, Wamenlu RI Ingatkan Banyak Negara Mengakui Palestina
Langkah kolektif ini dipandang sebagai dorongan diplomatik besar untuk mempercepat implementasi solusi dua negara, yang selama ini mandek akibat perluasan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, kekerasan pemukim, serta konflik berkepanjangan di Gaza.
Kritik dan Respons Beragam
Pengumuman Albanese tak luput dari kritik, terutama dari Partai Liberal yang beroposisi.
Pemimpinnya, Sussan Ley, menyebut pengakuan terhadap Palestina sebagai tindakan prematur, mengingat Hamas masih menguasai Gaza dan sejumlah sandera Israel masih berada di wilayah tersebut.
“Mengakui negara Palestina sebelum pemulangan para sandera dan kekalahan Hamas berisiko memberikan Hamas salah satu tujuan strategisnya,” tegas Ley.
Di sisi lain, Partai Hijau Australia dan kelompok masyarakat sipil seperti Jaringan Advokasi Palestina Australia (APAN) menyambut baik langkah tersebut, namun tetap menilai bahwa tindakan pemerintah belum cukup.
Mereka menuntut penghentian ekspor senjata ke Israel dan sanksi internasional terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
“Ini bukan hadiah yang diberikan negara Barat. Hak-hak Palestina tidak tergantung pada persetujuan para penindas kolonial mereka,” tulis APAN dalam pernyataannya.
Komitmen Otoritas Palestina dan Tujuan Diplomatik Australia
Dalam pengumumannya, Albanese juga menjelaskan bahwa keputusan ini dibuat berdasarkan komitmen signifikan dari Otoritas Palestina (PA), yang mencakup pengakuan terhadap hak Israel untuk hidup damai, demiliterisasi, serta penyelenggaraan pemilihan umum.
"Komitmen yang terperinci dan signifikan" ini mencakup penegasan kembali PA bahwa mereka "mengakui hak Israel untuk hidup dalam damai dan aman" dan berkomitmen untuk "mendemiliterisasi dan menyelenggarakan pemilihan umum", ujar Albanese saat mengumumkan keputusan tersebut.
PA, yang mengelola sebagian Tepi Barat, telah lama menjadi mitra dalam proses perdamaian internasional meski juga dikritik oleh sebagian warga Palestina karena kolaborasinya dengan Israel.
Albanese menyatakan bahwa pengakuan ini adalah upaya "mengisolasi Hamas" dan memperkuat aktor politik Palestina yang mendukung perdamaian.
"Komitmen yang dijamin oleh Australia adalah kesempatan untuk memberikan hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina dengan cara yang mengisolasi Hamas , melucuti senjatanya dan mengusirnya dari kawasan tersebut untuk selamanya," katanya.
Ketika ditanya apakah pengakuan tersebut hanyalah isyarat simbolis, ia menjawab bahwa Australia berkontribusi dalam "membangun momentum global" menuju perdamaian sejati.
Ia juga menyampaikan kekhawatirannya langsung kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tentang eskalasi militer di Gaza dan memperluas permukiman ilegal di Tepi Barat.
"Pemerintah Netanyahu dengan cepat memperluas permukiman ilegal. Kekerasan pemukim di Tepi Barat meningkat. Ada ancaman untuk mencaplok wilayah Palestina yang diduduki dan mengusulkan pemindahan paksa permanen rakyat Palestina. Tindakan-tindakan ini, ditambah dengan bencana kemanusiaan di Gaza, berisiko membuat solusi dua negara mustahil tercapai selama satu generasi," lanjutnya, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Israel Menolak, Dunia Bergerak
Netanyahu mengecam langkah Australia, menyebutnya sebagai tindakan “memalukan” dan tidak akan membawa perdamaian bagi Israel.
Namun di tengah kritik tersebut, arus diplomatik internasional tampak bergerak menuju pengakuan resmi atas Palestina sebagai bagian dari tatanan dunia yang lebih adil.
“Saya rasa warga Australia ingin konflik ini segera berakhir. Dan itu hanya mungkin jika rakyat Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan dalam damai dan keamanan,” tutup Albanese.
Negara-negara yang Telah dan Akan Mengakui Palestina
Lebih dari 75 tahun sejak konflik Israel-Palestina pertama kali meletus, dukungan internasional terhadap kemerdekaan Palestina terus mengalami perubahan.
Saat ini, lebih dari 140 negara anggota PBB telah secara resmi mengakui Palestina sebagai negara merdeka, dan jumlah itu tampaknya akan terus bertambah dalam waktu dekat.
Pengakuan terhadap Palestina secara resmi dimulai pada 15 November 1988, ketika Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyatakan kemerdekaan di pengasingan, yang disambut dengan pengakuan cepat dari negara-negara Arab, Afrika, dan bekas Blok Timur.
Dalam waktu singkat, sekitar 80 negara menyatakan dukungannya terhadap Palestina.
Sepanjang dekade 1990-an dan 2000-an, gelombang pengakuan terus berlanjut.
Negara-negara besar seperti India, China, dan Indonesia telah mengakui Palestina sejak 1988.
Negara-negara Amerika Latin seperti Brasil, Argentina, dan Chile menyusul pada awal 2010-an.
Afrika Selatan, yang pernah mengalami apartheid, menjadi salah satu pendukung paling vokal atas hak-hak rakyat Palestina, mengakui negara tersebut pada 1995.
Tonggak penting terjadi pada 2012, ketika Majelis Umum PBB memberikan status negara pengamat non-anggota kepada Palestina, melalui pemungutan suara yang disetujui oleh 138 negara.
Status ini memberi Palestina pengakuan simbolis di panggung internasional, meski belum menjadi anggota penuh PBB.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dukungan terhadap pengakuan Palestina mulai meluas dari negara-negara berkembang ke negara-negara Barat.
Ini terlihat jelas pada Mei 2024, ketika Spanyol, Norwegia, dan Irlandia secara bersamaan mengumumkan pengakuan mereka terhadap Palestina.
Langkah ini sangat penting karena negara-negara tersebut merupakan bagian dari Eropa Barat, kawasan yang selama ini cenderung berhati-hati dalam mengambil sikap tegas terhadap Israel.
Pengakuan baru ini terjadi di tengah meningkatnya kekerasan di Gaza, perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, dan ketidakmampuan komunitas internasional mendorong proses perdamaian yang nyata.
Kini, pada September 2025, Australia akan menjadi salah satu negara demokrasi besar berikutnya yang menyatakan pengakuan resmi terhadap Palestina di hadapan Majelis Umum PBB.
Tak hanya itu, Kanada, Prancis, dan Inggris juga dikabarkan akan mengikuti langkah yang sama dalam pertemuan tersebut.
Ini menandai pergeseran kebijakan luar negeri di negara-negara yang selama ini cenderung mengikuti garis kebijakan Amerika Serikat terkait konflik ini.
Di sisi lain, masih ada beberapa negara yang belum mengakui Palestina, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Italia, Belanda, dan Jepang.
(Tribunnews.com/Farra)
Artikel Lain Terkait Australia dan Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.