Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Rugi Besar, tapi Masih Bisa Rekrut 9.000 Tentara per Bulan, Ukraina Kewalahan

Panglima tertinggi Ukraina mengatakan Rusia rugi besar namun masih bisa merekrut 9.000 tentara per bulan, termasuk tentara bayaran asing.

Foto oleh Sergei Bulkin, TASS/Kremlin
PUTIN DAN TENTARA - Foto ini diambil dari laman Presiden Rusia pada Rabu (6/8/2025), memperlihatkan Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah) berdiri di antara pada prajurit di upacara peletakan karangan bunga di Makam Prajurit Tak Dikenal di Moskow pada 22 Juni 2025. Pada 5 Agustus 2025, Ukraina mengatakan Rusia menderita kerugian besar tapi masih bisa merekrut 9.000 prajurit. 

TRIBUNNEWS.COM - Panglima Angkatan Darat Ukraina Oleksandr Syrskyi mengatakan mampu mengirim 9.000 tentara tambahan per bulan untuk berperang di Ukraina meskipun menderita kerugian besar.

Oleksandr Syrskyi menulis di Facebook bahwa militer Rusia bermaksud membentuk 10 divisi lagi pada akhir tahun.

"Kita tidak punya pilihan selain melanjutkan langkah-langkah mobilisasi, meningkatkan pelatihan tempur, dan memperkuat komponen pesawat tanpa awak di angkatan bersenjata kita," ujar Oleksandr Syrsky pada hari Selasa (5/8/2025).

Ia memperkirakan kerugian Rusia dalam perang tersebut lebih dari 33.000 tentara pada Juli lalu.

Panglima tersebut lalu menjelaskan bahwa situasi di medan perang sangat kritis.

"Situasinya sangat kritis di bagian depan dekat Pokrovsk, Dobropolye, dan Novopavlivka di Ukraina timur," kata Oleksandr Syrskyi.

Dalam beberapa hari terakhir, pengamat militer di kedua belah pihak telah melaporkan perolehan wilayah Rusia, khususnya di dekat Pokrovsk dan Mirnohrad di wilayah Donetsk.

Menurut laporan, pasukan Ukraina yang tersisa semakin terancam diputus, dengan koridor yang tersisa ke wilayah yang dikuasai Ukraina hanya sekitar 15 kilometer panjangnya.

Situasi pasukan Ukraina juga dilaporkan memburuk di Kostyantynivka, bekas pusat industri di wilayah tersebut.

Sehari sebelum pernyataan Oleksandr Syrskyi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pasukan Ukraina di timur laut negara itu sedang memerangi tentara bayaran asing dari berbagai negara, termasuk China, Pakistan, dan negara-negara Afrika yang berperang untuk Rusia.

"Kami berbincang dengan para komandan tentang situasi di garis depan, pertahanan Vovchansk, dan dinamika pertempuran," ujar Zelensky di platform X pada hari Senin (4/8/2025), setelah ia mengunjungi daerah garis depan di Kharkiv di timur laut Ukraina.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.260: Medvedev Tak Lagi Pegang Peran Penting di Kremlin

"Pejuang kami di sektor ini melaporkan keterlibatan tentara bayaran dari Tiongkok, Tajikistan, Uzbekistan, Pakistan, dan negara-negara Afrika dalam perang. Kami akan merespons hal ini," tambahnya, lapor The Guardian.

Zelensky sebelumnya menuduh Rusia merekrut pejuang China untuk perang melawan Ukraina, tuduhan yang dibantah Beijing. 

Korea Utara juga telah mengerahkan ribuan pasukannya ke wilayah Kursk Rusia.

Tidak ada pengakuan resmi dari Korea Utara mengenai keberadaan tentara mereka di Rusia

Namun, pada akhir April 2025, baik pemerintah Rusia maupun Korea Utara secara terbuka mengakui bahwa pasukan Korea Utara dilibatkan dalam operasi militer di wilayah Kursk, Rusia, guna mendukung konflik Rusia-Ukraina

Reuters menghubungi kedutaan besar Tajikistan, Uzbekistan, dan Pakistan di Kyiv untuk meminta komentar.

Sementara itu, Rusia belum mengomentari pernyataan Zelensky.

Selama beberapa tahun terakhir, media Barat mengatakan berbagai kelompok militer swasta (PMC) seperti Wagner Group, Patriot, dan Fakel dianggap sebagai tentara bayaran yang beroperasi atas dukungan pemerintah Rusia, lapor Reuters. 

Mereka telah disebar di Ukraina, Suriah, Libya, dan beberapa negara Afrika untuk mendukung operasi militer Rusia.

Secara resmi, Moskow terus menyangkal hubungan langsung dengan PMC-PMC tersebut dan menyatakan tidak ada tentara bayaran yang digunakan secara resmi. 

Namun bukti keuangan menunjukkan pendanaan oleh pemerintah Rusia senilai lebih dari 1 miliar USD hanya untuk Wagner dari Mei 2022–2023 saja, serta penggunaan struktur bayangan yang memungkinkan adanya pengoperasian pasukan yang diakui hanya sebagai "pekerja keamanan" sebagai penyangkalan yang masuk akal, lapor BBC.

Penangkapan Tentara Bayaran Asing oleh Ukraina dan Rusia

Ukraina dan Rusia beberapa kali melaporkan bahwa mereka berhasil menangkap tentara bayaran asing yang bekerja untuk Rusia.

Pada 11 Februari 2024, militer Ukraina berhasil menangkap seorang tentara bayaran asal Sierra Leone di wilayah Mariyinka, Donetsk. 

Pria tersebut mengaku direkrut Rusia melalui jalur gelap dan bertugas sebagai anggota tentara bayaran. 

Meskipun hukum perang tidak mengakui status mereka sebagai kombatan resmi, pihak Ukraina tetap memperlakukan mereka sesuai standar kemanusiaan internasional seperti tercantum dalam Konvensi Jenewa, lapor Ukr Inform.

Pada 9 Januari 2025, Ukraina berhasil menangkap dua tentara Korea Utara yang bertempur di wilayah Kursk, Rusia, dekat garis depan perbatasan Ukraina.

Sumber dari Intelijen Korea Selatan (NIS) memastikan bahwa keduanya benar warga Korea Utara dan mereka ditahan oleh SBU (badan keamanan Ukraina) untuk diinterogasi—dan direkam menggunakan bahasa Korea dengan dukungan agen intelijen Korea Selatan.

Pada 8 April 2025, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengumumkan bahwa dua warga negara China telah ditangkap saat bertempur di barisan militer Rusia di wilayah Donetsk, Ukraina timur, menurut laporan Pravda.

Zelensky menyatakan pasukan menemukan dokumen identitas, kartu bank, dan data pribadi milik keduanya, dan memperingatkan bahwa jumlah warga China yang terlibat kemungkinan jauh lebih banyak. 

Ia menuntut penjelasan dari pemerintah China dan berharap reaksi dari komunitas internasional seperti AS dan Uni Eropa.

Dua warga Kamerun, Metugena Unana Jean Pafe dan Anatol Franc, diambil sebagai tawanan saat bertempur di sekitar Siversk pada 24 Juli 2025. 

Mereka mengaku direkrut dengan iming‑iming gaji sekitar 1,1 juta rubel dan dibawa ke zona perang tanpa penjelasan jelas.

Pada akhir Desember 2024, satu warga Mesir berhasil ditangkap di dekat Kurdiumivka, Donetsk. 

Ia ditemukan mengenakan seragam militer Rusia dan diduga bagian dari unit bayaran Rusia dalam operasi ofensif terhadap garis depan Ukraina, lapor Euromaidan Press.

Rusia juga melaporkan penangkapan beberapa tentara bayaran yang diduga berperang untuk Ukraina.

Pada 27 Desember 2023, Rusia mendakwa enam warga Denmark atas tuduhan bertempur sebagai tentara bayaran di pihak Ukraina

Mereka dapat dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara sesuai hukum Rusia tentang kegiatan bayaran militer, lapor Radio Liberty.

Pada Maret 2024, Rusia mengklaim ada 700 warga asing dari negara seperti Belanda, Norwegia, Polandia, Rumania, dan Selandia Baru didaftarkan dalam daftar pencarian Rusia dan dijadikan tersangka menurut Pasal 359 KUHP Rusia yang melarang aktivitas tentara bayaran. 

Hal ini diumumkan oleh Komite Investigasi Rusia pada 7 Maret 2024.

Pada 22 Maret 2024, FSB juga menahan tujuh orang di Moskow yang disebut bekerja sama dengan Russian Volunteer Corps—kelompok pro-Ukraina yang melakukan operasi melawan pasukan Rusia di wilayah Belgorod. 

Mereka didakwa pengkhianatan dan dukungan militer bagi Ukraina.

Pada akhir Agustus 2024, dua warga Kolombia—Alexander Ante dan José Aron Medina Aranda yang diketahui bertempur dalam batalion Carpathian Sich Ukraina ditahan oleh FSB Rusia

Mereka diyakini diekstradisi dari Venezuela dan kini menghadapi hukuman hingga 15 tahun penjara atas tuduhan "mercenarisme", menurut laporan The Moscow Times.

Pada 22 Januari 2025, seorang warga Kolombia bernama Pablo Puentes Borges ditangkap oleh aparat Rusia di wilayah Kursk, dekat perbatasan dengan Ukraina

Ia didakwa sebagai tentara bayaran yang menyusup ke Rusia secara ilegal dan bertempur untuk Ukraina—dengan pengakuan bahwa ia mendapat bayaran atas keterlibatannya. 

Ia kemudian menghadapi tuduhan terorisme dan kegiatan sebagai tentara bayaran menurut hukum Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin memulai perangnya di Ukraina pada 24 Februari 2022.

Perang Rusia di Ukraina merupakan buntut panjang dari ketegangan antara Ukraina dan Rusia sejak pecahnya Uni Soviet pada Desember 1991.

Dalam pidato setelah meluncurkan invasinya, Putin mengklaim hal itu bertujuan untuk menghilangkan kemampuan militer Ukraina yang dianggap mengancam Rusia, menyingkirkan unsur "neo-Nazi" yang dituduh ada dalam pemerintahan Ukraina.

Putin juga membenarkan invasinya untuk membela etnis Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk dari dugaan penindasan.

Selain itu, Rusia ingin mencegah Ukraina bergabung dengan aliansi NATO atau menjadi basis Barat, dan menolak keberadaan militer NATO di perbatasan Rusia.

Putin menuduh Ukraina sedang mempersiapkan senjata nuklir dan akan bergabung dengan NATO, yang menurutnya akan mengubah Ukraina menjadi ancaman langsung bagi Rusia, sehingga ia merasa wajib mengambil tindakan preventif, lapor iNews.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved