Kamis, 2 Oktober 2025

Anak-anak Gaza Kelaparan, Angka Kematian Akibat Malnutrisi Melonjak Tajam

Krisis ini dianggap sebagai “bencana yang sepenuhnya bisa dicegah”, jika saja pasokan bantuan pangan dan medis tidak terhambat.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Al Jazeera
Selain kelaparan, jutaan warga Gaza dibayangi ancaman risiko penyebaran penyakit dan wabah saat musim dingin tiba. Karena hujan yang membasahi tenda pengungsian Palestina akan menyebabkan penumpukan banjir limbah di area rendah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza memasuki babak yang semakin mengerikan. 

Laporan terkini dari badan kesehatan dunia atau WHO, bersama mitra kemanusiaan mengungkapkan bahwa malnutrisi akut di wilayah tersebut telah mencapai titik kritis, dengan jumlah kematian yang melonjak tajam hanya dalam waktu satu bulan terakhir.

Data terbaru mencatat 63 dari 74 kematian akibat malnutrisi pada tahun 2025 terjadi hanya dalam bulan Juli. 

Dari jumlah itu, sebanyak 24 merupakan balita, satu anak berusia di atas lima tahun, dan sisanya adalah orang dewasa.

Baca juga: Netanyahu Meminta Palang Merah untuk Membantu Merawat Para Tawanan Israel yang Kelaparan di Gaza

Sebagian besar korban meninggal dunia sesaat setelah tiba di fasilitas kesehatan atau bahkan tak sempat mendapatkan pertolongan medis. 

Tubuh mereka menunjukkan tanda-tanda kelaparan parah, tulang menonjol, mata cekung, dan kulit yang tampak menempel di tulang.

Krisis ini dianggap sebagai “bencana yang sepenuhnya bisa dicegah”, jika saja pasokan bantuan pangan dan medis tidak terhambat.

Bukan Cuma Angka—Balita Jadi Korban Terbanyak

Kondisi ini menghantam anak-anak paling keras. Hampir satu dari lima balita di Kota Gaza mengalami malnutrisi akut, menurut laporan mitra Klaster Nutrisi. 

Persentase Malnutrisi Akut Global (GAM) di wilayah itu meningkat tiga kali lipat sejak Juni, menjadikannya kawasan paling terdampak di seluruh Jalur Gaza.

"Lebih dari 5.000 balita telah dirawat dalam dua minggu pertama bulan Juli. Dari jumlah itu, 18 persen menderita Malnutrisi Akut Berat (SAM), bentuk paling mematikan," ungkap WHO dilansir dari website resmi, Senin (4/8/2025). 

Tak hanya di Kota Gaza, wilayah Khan Younis dan Wilayah Tengah juga menunjukkan peningkatan dua kali lipat angka malnutrisi dalam waktu kurang dari sebulan. 

Sayangnya, data ini diperkirakan masih jauh di bawah kondisi sesungguhnya karena banyak keluarga tak bisa menjangkau layanan kesehatan akibat blokade dan bahaya keamanan.

Sistem Kesehatan Runtuh, Fasilitas Kehabisan Bahan Bakar

Kondisi ini membebani sistem layanan kesehatan yang sudah rapuh.

Saat ini, empat pusat perawatan malnutrisi khusus di Jalur Gaza beroperasi di atas kapasitas. 

Bahan bakar menipis, persediaan makanan dan obat-obatan diperkirakan habis pada pertengahan bulan depan, sementara tenaga kesehatan bekerja tanpa henti di tengah kekurangan peralatan.

Seorang dokter setempat yang tidak disebutkan namanya menyampaikan,

"Kami kehabisan tenaga dan peralatan. Anak-anak datang dalam kondisi mengerikan. Ada yang tubuhnya hanya tinggal kulit dan tulang," imbuhnya.

Tak hanya anak-anak, lebih dari 40 persen ibu hamil dan menyusui juga mengalami malnutrisi berat. 

Wilayah Tengah menunjukkan lonjakan tiga kali lipat sejak Juni, sementara angka di Kota Gaza dan Khan Younis meningkat dua kali lipat.

Bukan Hanya Kelaparan, Tapi Juga Risiko Mencari Makanan

Tragisnya, sebagian warga yang berusaha mencari makanan justru kehilangan nyawa dalam proses tersebut. 

Sejak 27 Mei, lebih dari 1.060 orang tewas dan 7.200 terluka saat mencoba mengakses makanan.

Mereka mempertaruhkan nyawa hanya demi mendapatkan sepotong roti atau satu kaleng makanan.

“Bukan hanya kelaparan yang membunuh mereka, tapi juga pencarian makanan yang putus asa,” tulis laporan kemanusiaan tersebut.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun angkat bicara. 

Mereka mendesak dilakukannya upaya besar dan berkelanjutan untuk "membanjiri Jalur Gaza dengan makanan bergizi, pasokan terapeutik, obat-obatan, dan perlengkapan penting."

“Arus bantuan ini harus tetap konsisten dan lancar untuk mendukung pemulihan dan mencegah kerusakan lebih lanjut,” tegas WHO.

Lebih jauh, WHO juga menyerukan gencatan senjata segera, pembebasan sandera dan rekan mereka yang ditahan, serta perlindungan penuh terhadap warga sipil dan tenaga kesehatan yang bekerja di garis depan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved