Konflik Palestina Vs Israel
Sandera Israel Rom Braslavski Kelaparan, Desak Netanyahu Hentikan Perang
Sandera Israel Rom Braslavski muncul dalam video Brigade Al-Quds dan ngeluh kelaparan. Ia desak pemerintah Perdana Menteri Netanyahu hentikan perang.
TRIBUNNEWS.COM - Kelompok perlawanan Jihad Islam Palestina (PIJ) menayangkan video seorang sandera Israel, Rom Braslavski (21), yang ditahan oleh sayap militer PIJ, Brigade Al-Quds di Jalur Gaza.
Rom Braslavski adalah tentara Israel yang ditangkap dari festival musik Nova ketika kelompok perlawanan Palestina termasuk PIJ dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
Festival musik tersebut digelar di Re'im dekat Negev (perbatasan Jalur Gaza dan Israel selatan), lokasi yang dekat dengan titik awal operasi dan anggota perlawanan Palestina menerobos ke Israel.
Rom Braslavski, yang bulan lalu dikabarkan kehilangan kontak dengan anggota Brigade Al-Quds, muncul dalam video yang ditayangkan melalui Telegram Brigade Al-Quds pada Kamis, 31 Juli 2025.
Dalam video itu, Rom Braslavski menulis sebuah surat tertanggal 20 Juli 2025.
"Tolong bawakan makanan sebelum aku mati kelaparan. Aku di ambang kematian dan hidup di neraka," kata Rom Braslavski dalam video itu.
Itu adalah surat terakhirnya sebelum kehilangan kontak dengan anggota Brigade Al-Quds di Jalur Gaza.
Brigade Al-Quds menyiarkan video Rom Braslavski, penduduk Yerusalem yang diduduki, yang terlihat berada di tempat penahanannya.
Rom Braslavski menangis, lelah, dan kehabisan tenaga, berguling-guling di tempat tidurnya dengan tubuhnya yang terlihat kurus.
Video tersebut diberi judul "Gaza: Pembunuhan karena Kelaparan" merujuk pada memburuknya kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza.
Rom Braslavski mengonfirmasi ia telah ditahan oleh Brigade Al-Quds selama lebih dari satu tahun sembilan bulan, dan mencatat bahwa penderitaannya dimulai setelah apa yang disebutnya operasi "Gideon's Wagons."
Baca juga: Brigade Al-Quds Hilang Kontak dengan Penjaga Sandera Israel Rom Braslavski
Operasi Gideon's Wagons adalah sebutan lain atau variasi dari operasi militer Israel yang dikenal secara resmi sebagai Operation Gideon’s Chariots — yaitu serangan masif ke Jalur Gaza yang diluncurkan pada pertengahan Mei 2025.
Ia menjelaskan kondisi kesehatannya yang semakin memburuk, dengan mengatakan, "Saya merasa tidak enak badan. Kaki dan tangan saya terasa nyeri. Setiap kali saya mencoba bangun dan pergi ke kamar mandi, saya merasa pusing dan terjatuh. Saya tidak bisa bernapas dan tidak bisa melanjutkan hidup."
Ia mengungkapkan adanya penurunan signifikan dalam jumlah makanan yang diberikan kepadanya, dengan menyatakan, "Dari pagi hingga malam tidak ada apa-apa."
"Saya hanya makan tiga roti lapis falafel sepanjang hari atau hampir tidak ada sepiring nasi," katanya.
"Saya tidak makan atau minum sama sekali. Tidak ada makanan di sini. Makanan langka dan kami hampir tidak bisa mendapatkannya," tambahnya sambil menangis.
Rom Braslavski bercerita tentang pengalamannya menonton anak-anak di Gaza di tayangan televisi Al Jazeera, "Saya melihat anak-anak sekarat karena kelaparan, seperti tengkorak. Saya belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya."
Ia memohon kepada pemerintahnya, "Ini tidak bermoral. Ini penyiksaan. Ini penyiksaan terhadap anak-anak tak berdosa. Apa salah mereka sampai Anda melakukan ini kepada mereka?"
Rom Braslavski memohon kepada para pejabat Israel untuk menghentikan kelaparan di Jalur Gaza.
"Hentikan neraka yang kita alami ini. Hentikan penderitaan ini. Tolong hentikan perang ini. Jangan terus membunuh anak-anak kecil. Jangan teruskan kampanye kalian untuk membuat mereka kelaparan. Tindakan-tindakan ini tidak sesuai dengan hati nurani kalian," ujarnya.
Ia menyampaikan permohonan terakhirnya, dengan berkata, "Jika bukan demi anak-anak Gaza, lakukanlah demi para tahananmu di Gaza. Bawalah makanan dan minuman. Aku mohon ampun."
Video tersebut memperlihatkan gambar Rom Braslavski menulis di buku hariannya dalam bahasa Ibrani sambil menangis, sebagai tambahan foto-foto sebelumnya yang memperlihatkan dirinya dan anak-anak yang sekarat karena kelaparan di Gaza, lapor Al Jazeera.
Brigade Al-Quds mengakhiri video tersebut dengan pesan, "Apa yang diderita rakyat kami adalah apa yang diderita tawanan kalian," yang menghubungkan penderitaan para tawanan dengan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza yang terkepung.
Keluarga Rom Braslavski Marahi Netanyahu
Baca juga: Syarat Lanjut Negosiasi, Hamas Minta Israel Atasi Kelaparan di Gaza
Dalam pernyataan yang dirilis oleh Forum Sandera dan Keluarga Hilang, keluarga Rom Braslavski mengatakan mereka marah dan menuntut pertemuan bersama dengan kepala keamanan dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk membahas nasibnya.
"Banyak orang berbicara tentang apa yang terjadi di Gaza, tentang kelaparan, dan saya bertanya kepada semua orang yang berbicara tentang kelaparan: Apakah kalian melihat orang Rom kita? Dia tidak menerima makanan, dan dia tidak menerima obat-obatan. Dia dilupakan di sana," bunyi pernyataan itu pada hari Kamis.
"Mereka berhasil menghancurkan Rom. Bahkan orang yang paling tangguh pun punya titik puncaknya," demikian bunyi pernyataan tersebut, lapor The Times of Israel.
Ini bukan pertama kalinya anggota perlawanan Palestina mengumumkan kehilangan kontak dengan penjaga sandera Israel.
Pada 15 April 2025, sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam mengumumkan kehilangan kontak dengan kelompok yang menjaga sandera Israel–Amerika Edan Alexander setelah terjadi serangan udara Israel pada lokasi yang diduga tempat Alexander ditahan.
Beberapa minggu kemudian, Edan dinyatakan baik-baik saja dan dibebaskan dalam negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) pada 12 Mei 2025.
Tahun lalu pada 13 Mei 2024, Brigade Al-Qassam mengumumkan kehilangan kontak dengan kelompok yang menjaga empat sandera Israel (Hersh Goldberg-Polin, Carmel Gat, Eden Yerushalmi, Alexander Lobanov) akibat pengeboman Israel selama sekitar 10 hari terakhir pada saat itu.
Hersh Goldberg‑Polin, Carmel Gat, Eden Yerushalmi, Alexander Lobanov, Ori Danino, dan Almog Sarusi ditemukan tewas pada 31 Agustus 2024 dalam sebuah terowongan di Rafah, Jalur Gaza.
Selama Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, kelompok perlawanan Palestina menahan sekitar 250 orang dari perbatasan Israel, termasuk anggota militer.
Serangan tersebut, menurut Hamas, bertujuan untuk melawan rencana Israel yang ingin melanggengkan pendudukannya di Palestina dan mengambil alih kompleks Masjid Al-Aqsa.
Per 22 Juni 2025, 50 sandera masih ditawan di Gaza, dari jumlah tersebut, 49 orang ditahan pada 7 Oktober 2023 dan satu sandera (Hadar Goldin) telah ditawan di Gaza sejak 2014, menurut laman resmi pemerintah Israel.
Pertukaran sandera terakhir dilakukan oleh Israel dan Hamas selama enam minggu, dimulai pada 19 Januari 2025 saat gencatan senjata tahap pertama.
Dalam periode itu, Hamas membebaskan 33 sandera Israel dan Israel membebaskan ribuan warga Palestina dari penjara-penjaranya.
Saat ini perundingan gencatan senjata tahap kedua yang ditengahi oleh Qatar dan Mesir masih berlangsung alot dan lamban.
Sejak Oktober 2023, Israel hanya mengizinkan sejumlah kecil bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, sementara pengeboman terus berlanjut dan memperburuk situasi termasuk menyebabkan kelaparan massal yang parah di wilayah tersebut.
Setidaknya 60.249 warga Palestina tewas dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, menurut laporan Kementerian Kesehatan pada hari Kamis.
Selain itu, 111 jenazah dibawa ke rumah sakit dalam 24 jam terakhir, sementara 820 orang terluka, sehingga jumlah korban luka menjadi 147.089 dalam serangan Israel.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.