Selasa, 30 September 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Drone FPV Ukraina Terbukti Serbaguna, Bisa Kirim Sepeda untuk Tentara yang Terjebak di Medan Perang

Ukraina menggunakan drone FPV untuk mengirimkan sepeda listrik seberat 40 kg untuk prajurit yang terkepung.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
Tangkap layar YouTube Бригада РУБІЖ
KECANGGIHAN DRONE UKRAINA - Tangkap layar YouTube Rubizh Brigade Ukraina, yang mendokumentasikan kisah tentara di lapangan. Seorang prajurit Ukraina yang terkepung, dikirim sepeda listrik menggunakan drone FPV agar ia bisa menyelamatkan diri di tengah peperangan. 

TRIBUNNEWS.COM - Tentara Ukraina melaporkan bahwa mereka menggunakan pesawat nirawak dengan pandangan orang pertama (drone FPV) untuk mengirimkan sepeda listrik kepada seorang prajurit yang terkepung.

Ini merupakan pertama kalinya perangkat semacam itu digunakan untuk mengangkut kendaraan dalam situasi pertempuran.

Dilansir Insider, dalam sebuah video yang dipublikasikan pada Rabu (30/7/2025), Brigade ke-4 Garda Nasional Ukraina, yang dikenal dengan nama Rubizh, menyebutkan bahwa mereka menjatuhkan sepeda listrik seberat sekitar 40 kg agar tentara tersebut dapat melarikan diri dari wilayah yang dikuasai Rusia.

Meski tidak disebutkan kapan operasi tersebut berlangsung, dalam video dijelaskan bahwa prajurit itu terjebak di tempat perlindungan dekat Siversk, sebuah kota di Donetsk, tempat pertempuran antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung.

"Musuh berada di depan, belakang, dan di kedua sisi. Ia benar-benar terkepung," ujar Letnan Muda Mykola Hrytsenko, kepala staf brigade Rubizh, dalam video tersebut.

Prajurit itu, yang diidentifikasi dengan nama sandi "Tankist", adalah satu-satunya yang selamat dari empat tentara Ukraina yang bertempur di daerah tersebut, kata Hrytsenko.

"Arah Siversk dikenal dengan logistik yang sangat sulit. Hampir tidak ada jalur logistik di sana. Mereka harus berjalan kaki sejauh enam hingga tujuh kilometer untuk mencapai suatu posisi," jelasnya.

KECANGGIHAN DRONE UKRAINA - Mykola Hrytsenko, kepala staf brigade Rubizh saat menceritakan taktik timnya yang mengirim sepeda listrik 40 kg dengan menggunakan drobe FPV.
KECANGGIHAN DRONE UKRAINA - Mykola Hrytsenko, kepala staf brigade Rubizh saat menceritakan taktik timnya yang mengirim sepeda listrik 40 kg dengan menggunakan drobe FPV. (Tangkap layar YouTube Бригада РУБІЖ)

Hrytsenko menyebutkan bahwa timnya merancang rencana evakuasi menggunakan drone kargo berat yang membawa sepeda listrik ke posisi prajurit yang kelelahan.

Drone semacam ini biasanya digunakan sebagai pesawat pengebom dan dirancang untuk mengangkut muatan sekitar 18 hingga 23 kg, meskipun juga mampu membawa kargo ringan melalui udara.

Membawa sepeda listrik seberat hampir 40 kg, menurut Hrytsenko, mendorong drone hingga batas maksimal kemampuannya dan memperpendek jangkauannya menjadi sekitar 2 kilometer.

Butuh Tiga Kali Percobaan

Hrytsenko mengatakan bahwa mereka awalnya kehilangan dua drone saat mencoba mengirimkan sepeda tersebut.

Drone pertama ditembak jatuh bersama sepedanya, sedangkan drone kedua jatuh karena motornya terbakar.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.255: 16 Orang Tewas, 155 Terluka dalam Serangan Rusia di Kyiv

Namun akhirnya, brigade Rubizh berhasil menerbangkan drone ketiga yang membawa sepeda dengan sistem derek.

Dalam video, tampak tentara tersebut menerima sepeda dengan selamat.

Hrytsenko menambahkan bahwa bagian-bagian sepeda dibongkar terlebih dahulu dan dibawa ke posisi terdekat di garis depan. Setelah itu, kendaraan dirakit dan dikirimkan ke prajurit tersebut.

"Semua orang di markas besar berteriak dan menangis seolah-olah kami baru saja meluncurkan pesawat pertama ke langit," kenangnya.

Brigade itu juga memperlihatkan rekaman dari drone pengintai yang menunjukkan seorang tentara mengendarai sepeda listrik melintasi medan perang.

Hrytsenko mengatakan meskipun tentara tersebut kemudian terkena ranjau darat, ia berhasil berjalan beberapa ratus meter ke posisi aman.

Di sana, pilot drone menerbangkan sepeda listrik lain agar ia bisa benar-benar keluar dari zona pertempuran.

Brigade tersebut memastikan bahwa tentara itu telah dievakuasi dengan selamat, dan menunjukkan klip wawancara dengan pria yang disebut sebagai Tankist.

Hrytsenko menjelaskan bahwa sepeda-sepeda listrik tersebut didanai oleh donasi sukarelawan, hal yang lazim di Ukraina, di mana unit-unit tempur sering kali menggalang dana sendiri untuk membeli drone dan senjata.

"Jika Anda melihat penggalangan dana yang aneh untuk sepeda listrik atau unicycle, jangan kaget. Mungkin itu bisa menyelamatkan nyawa," ujarnya.

Drone FPV dalam Perang Rusia-Ukraina

Drone dengan pandangan orang pertama, atau First Person View (FPV), telah digunakan untuk berbagai keperluan non-tempur selama perang, seperti menjatuhkan barang-barang kecil atau memaksa tentara menyerah lewat pengeras suara.

Namun, ini adalah salah satu contoh pertama drone FPV digunakan untuk mengirimkan aset besar seperti kendaraan dalam pertempuran aktif.

Karena ukurannya yang besar membuat drone lebih mudah dikenali sekaligus mengurangi jangkauannya, belum jelas apakah taktik ini akan diadopsi secara luas.

Apa Itu Drone FPV?

Drone FPV (First Person View) adalah jenis drone atau pesawat tanpa awak yang dilengkapi kamera dan mengirimkan video secara real-time ke pilot, biasanya melalui monitor.

Baca juga: Rusia Dekati Benteng Ukraina, Kota Pokrovsk di Donetsk Potensial Takluk dalam 60 Hari

Fitur ini memungkinkan operator drone melihat dari sudut pandang drone, seolah-olah mereka sendiri yang terbang.

Drone FPV telah menjadi senjata andalan dalam konflik di Ukraina.

Awalnya digunakan untuk videografi, kini drone ini memiliki fungsi militer yang signifikan.

Quadcopter FPV (drone dengan empat rotor) kerap digunakan sebagai drone kamikaze (bunuh diri) setelah dipasangi bahan peledak, atau sebagai drone pengebom yang menjatuhkan bom dari udara.

Awal Penggunaan Drone FPV di Ukraina

Mengutip Dignitas Ukraine, platform pendukung tentara Ukraina, kekurangan sumber daya manusia dan peralatan memaksa Ukraina untuk menemukan cara-cara kreatif dalam berperang.

Penggunaan pertama drone FPV dalam operasi militer dilakukan oleh unit sukarelawan “Signum”. Keberhasilan itu terekam dalam video berjudul Blue Doors.

Setelah sukses digunakan sebagai drone kamikaze (drone yang dirancang untuk menabrakkan diri dan meledak) pada tahun 2022, drone FPV mulai dirakit dan dibeli oleh sukarelawan maupun perusahaan swasta. 

Pada awal 2023, drone ini digunakan secara luas oleh militer Ukraina dan dibeli dalam jumlah besar.

Menurut Forbes, Ukraina memproduksi lebih dari satu juta drone tahun lalu, dan Rusia juga tidak ketinggalan.

Namun, karena meningkatnya penggunaan pengacau elektronik, efektivitas drone FPV mulai dipertanyakan.

Pada Juni lalu, Kepala Staf Angkatan Darat Prancis, Jenderal Pierre Schill, menyebut 75 persen drone FPV hancur akibat perang elektronik.

Meski begitu, drone FPV masih terbukti efektif untuk menghancurkan tank-tank Rusia yang paling tangguh sekalipun.

Fitur Drone FPV

Salah satu contoh drone FPV yang digunakan pasukan Ukraina
DRONE UKRAINA - Salah satu contoh drone FPV yang digunakan pasukan Ukraina (FACEBOOK OF THE GENERAL STAFF OF THE ARMED FORCES UKRAINE)

Masih mengutip Dignitas Ukraine, Drone FPV Ukraina sering dibandingkan dengan senjata penembak jitu karena keunggulan berikut:

  • Operator drone dapat mengoperasikan dari jarak 2–3 km, dalam posisi terlindung, hanya dengan antena terbuka.
  • Drone lebih berisiko dibanding operatornya, sehingga musuh cenderung menargetkan drone, bukan operator.
  • Biaya rendah namun memiliki daya serang tinggi—serangan presisi yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh sistem mahal kini dapat dilakukan dengan drone FPV.
  • Lebih lincah daripada drone sayap tetap, dengan akurasi dan kemampuan manuver yang lebih baik.
  • Harga mulai dari ratusan hingga ribuan dolar, namun mampu menghancurkan peralatan militer bernilai jutaan dolar seperti tank, artileri, dan sistem pertahanan udara.

Perang Rusia-Ukraina Masih Berlangsung

Sebagai informasi, perang antara Rusia dan Ukraina kini telah memasuki tahun keempat.

Menurut situs Parliament.uk, Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada 24 Februari 2022. 

Pasukan Rusia menyerbu dari arah Belarus di utara, Rusia di timur, dan Krimea di selatan.

Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut operasi ini sebagai “operasi militer khusus” untuk melindungi rakyat Donbas dan “mendemiliterisasi serta denazifikasi Ukraina”.

Ia membantah adanya niat untuk menduduki wilayah Ukraina.

Namun, selama tiga tahun terakhir, Rusia terus melancarkan serangan besar-besaran, termasuk menargetkan infrastruktur sipil penting.

Total korban diperkirakan mencapai ratusan ribu dari kedua belah pihak, meski angkanya tidak bisa diverifikasi secara resmi.

Pada Oktober 2022, Rusia menandatangani perjanjian aneksasi terhadap Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia, meski wilayah-wilayah itu belum sepenuhnya berada di bawah kendali mereka.

Ukraina tetap bertekad merebut kembali seluruh wilayahnya, termasuk Krimea yang telah dianeksasi Rusia sejak 2014.

Prospek Gencatan Senjata dan Perjanjian Damai

Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa mencapai kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina adalah prioritas pemerintahannya.

Meski awalnya mengatakan bahwa gencatan senjata bisa tercapai dalam 24 jam, utusan khusus Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, menyatakan pada Januari 2025 bahwa AS menargetkan kesepakatan dalam 100 hari pertama masa jabatan (29 April 2025).

Namun, hingga kini, upaya diplomatik belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

Pada Maret 2025, Ukraina menyetujui gencatan senjata parsial selama 30 hari setelah AS menangguhkan bantuan militer dan intelijen—kebijakan yang kemudian dicabut kembali.

Putin menyatakan bahwa Rusia bersedia mendukung gencatan senjata, termasuk moratorium serangan terhadap infrastruktur energi, tetapi menuntut pemenuhan sejumlah syarat yang menyangkut akar konflik.

Rasa frustrasi AS terhadap Rusia pun semakin terlihat.

Pada April 2025, Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Presiden Trump mengisyaratkan bahwa AS siap menghentikan proses perdamaian jika tidak ada kemajuan signifikan.

AS pun mengajukan serangkaian proposal baru yang disebut sebagai “tawaran terakhir”.

Negosiasi masih berlangsung, dan belum jelas apa langkah AS selanjutnya jika kesepakatan tidak tercapai.

Sementara itu, AS dan Ukraina telah menandatangani kesepakatan mineral penting, yang memungkinkan AS mengakses cadangan mineral tanah jarang serta bahan baku strategis lainnya di Ukraina untuk jangka panjang.

(Tribunnews.com/Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved