Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

3 Negara OTW Akui Palestina Sisakan AS sebagai DK PBB, Sudah Muak Agresi Militer Israel

Langkah Prancis dan Inggris ini akan menjadikan Amerika Serikat sebagai satu-satunya anggota tetap yang tidak mengakui negara Palestina.

Yedioth Ahronoth
SERANGAN ISRAEL - Situasi di kawasan Shijaiyah di Jalur Gaza setelah diserang Israel pada hari Rabu, 9 April 2025. Langkah Prancis dan Inggris ini akan menjadikan Amerika Serikat sebagai satu-satunya anggota tetap yang tidak mengakui negara Palestina. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebagian besar negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni 147 dari 193 negara, sudah mengakui negara Palestina, yang saat ini memiliki status pengamat di PBB.

Pengakuan kemerdekaan Palestina merupakan hal penting dalam hukum internasional dan politik global, dengan berbagai alasan yakni legitimasi hukum internasional, akses ke organisasi internasional, hubungan diplomatik dan perdagangan, tekanan politik terhadap Israel yang saat ini tengah berkonflik di Palestina, hingga dukungan moral dan solidaritas.

Kemudian, dalam kurun waktu seminggu terakhir, tiga negara lagi, semuanya sekutu utama Amerika Serikat (AS) bakal segera bergabung.

Pertama, Prancis menyatakan akan mengakui negara Palestina pada bulan September 2025 mendatang.

Beberapa hari setelahnya, Inggris dan Kanada mengumumkan bahwa mereka juga siap untuk mengikutinya.

Inggris menyatakan akan melanjutkan proses jika Israel tidak menyetujui gencatan senjata dengan Hamas di Gaza pada bulan September.

Sementara Kanada mengaitkan keputusan akhir dengan perubahan politik yang dilakukan oleh Otoritas Palestina.

Pengumuman tersebut mencerminkan rasa frustrasi yang mendalam terhadap perilaku Israel dalam perang di Gaza, kata para analis, dikutip dari The New York Times, Kamis (31/7/2025)

Israel telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan meninggalkan populasi sekitar dua juta orang dalam keadaan kekurangan dan kelaparan ekstrem.

Beberapa negara Eropa lainnya, termasuk Spanyol, Irlandia dan Norwegia, mengakui negara Palestina tahun lalu pada 2024.

Di antara 32 negara NATO, 14 telah mengakui negara Palestina.

Baca juga: Kanada Resmi Umumkan Rencana Akui Negara Palestina, Trump Langsung Ancam Tarif 35 Persen

Di antara negara-negara industri Grup 20, 10 negara sudah mengakui negara Palestina. Inggris, Kanada, dan Prancis akan menambah jumlah negara yang mengakui negara Palestina menjadi 13.

Terdapat lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB): Inggris, Tiongkok, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat.

Langkah Prancis dan Inggris ini akan menjadikan Amerika Serikat sebagai satu-satunya anggota tetap yang tidak mengakui negara Palestina.

Tahun lalu, Amerika Serikat menghalangi Dewan Keamanan untuk melanjutkan upaya Palestina agar diakui sebagai negara anggota penuh di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sebanyak 12 suara mendukung resolusi tersebut, sementara satu suara, yakni Amerika Serikat menentang,  di sisi lain Inggris dan Swiss abstain.

Alasan Pentingnya Pengakuan Internasional:

Legitimasi Hukum Internasional

Dalam sistem hukum internasional, pengakuan dari negara-negara lain memberikan legitimasi juridis terhadap eksistensi suatu negara. Meskipun kemerdekaan dapat dideklarasikan secara unilateral, pengakuan internasional memperkuat status hukum negara tersebut di mata dunia.

Akses ke Organisasi Internasional

Pengakuan memungkinkan Palestina untuk menjadi anggota penuh dalam organisasi-organisasi internasional seperti PBB, UNESCO, WHO, dan lembaga multilateral lainnya. Ini membuka akses ke forum diplomatik, bantuan internasional, dan mekanisme penyelesaian sengketa.

Hubungan Diplomatik dan Perdagangan

Negara yang mengakui kemerdekaan Palestina dapat menjalin hubungan diplomatik resmi, membuka kedutaan, dan melakukan kerjasama bilateral dalam berbagai bidang termasuk perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan.

Tekanan Politik terhadap Israel

Semakin banyak negara yang mengakui Palestina, semakin besar tekanan politik internasional terhadap Israel untuk mencari solusi damai dan mengakhiri pendudukan di wilayah Palestina.

Dukungan Moral dan Solidaritas

Pengakuan memberikan dukungan moral bagi perjuangan rakyat Palestina dan menunjukkan solidaritas internasional terhadap hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.

Kanada Akui Negara Palestina

Perdana Menteri Kanada, Mark Carney mengumumkan negaranya akan mengakui negara Palestina dalam Sidang Umum PBB pada September 2025 mendatang.

Keputusan ini menjadikan Kanada sebagai negara G7 ketiga, setelah Inggris dan Prancis, yang secara terbuka menyatakan dukungan terhadap kenegaraan Palestina dalam beberapa hari terakhir.

Baca juga: Komisi I DPR Harap Negara-negara Barat Ikuti Langkah Prancis dan Inggris Soal Palestina

Carney menyebut pengakuan ini didasari oleh memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza, perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, serta serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

“Prospek berdirinya negara Palestina sedang terkikis di depan mata kita,” kata Carney kepada wartawan, Rabu (30/7/2025).

Ia menambahkan bahwa pengakuan ini bersyarat, termasuk reformasi dalam tubuh Otoritas Palestina dan penyelenggaraan pemilu yang bebas dari pengaruh Hamas.

Carney menegaskan bahwa keputusan ini adalah kebijakan independen Kanada

 “Kanada membuat kebijakan luar negerinya sendiri,” ujarnya, dikutip dari BBC News (30/7/2025).

Hamas adalah sebuah organisasi politik dan militer Palestina.

Hamas didirikan pada tahun 1987 oleh Sheikh Ahmed Yassin (seorang ulama Palestina) bersama dengan tokoh-tokoh lain seperti Abdel Aziz al-Rantissi dan Mahmoud al-Zahar.

Pembentukannya terjadi setelah pecahnya Intifada Pertama (perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur).

Nama Hamas sendiri merupakan akronim dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah (Gerakan Perlawanan Islam).

Kata "Hamas" dalam bahasa Arab juga berarti "semangat", "kekuatan", atau "keberanian".

Reaksi Internasional dan Dampak Global

Langkah Kanada mengikuti Inggris, yang sebelumnya juga menyatakan akan mengakui negara Palestina jika Israel tidak menghentikan serangan ke Gaza dan kembali ke jalur diplomatik.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut pengakuan tersebut sebagai “hak yang tidak dapat dicabut” dan bagian dari solusi dua negara.

Baca juga: Pemerintah Perlu Apresiasi Langkah Inggris dan Prancis Segera Akui Negara Palestina

Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kabinet darurat, seperti dilaporkan Al Jazeera (30/7/2025).

Prancis juga telah mengumumkan rencana serupa sebagai bentuk tekanan diplomatik terhadap Israel.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel mengecam langkah Kanada dan menyebutnya sebagai “hadiah untuk Hamas”.

Pemerintah Israel juga memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat “merusak upaya gencatan senjata dan pembebasan sandera”.

Respons di Dalam Negeri Kanada

Di dalam negeri, langkah Carney menuai reaksi beragam.

Hampir 200 mantan diplomat Kanada menandatangani surat terbuka yang mendukung pengakuan Palestina, menyatakan bahwa nilai-nilai kemanusiaan Kanada “diabaikan setiap hari” di Gaza dan Tepi Barat.

Partai Konservatif Kanada mengecam langkah tersebut.

“Mengakui negara Palestina setelah kekejaman teroris 7 Oktober mengirimkan pesan yang salah kepada dunia,” bunyi pernyataan resmi mereka.

Carney menyatakan bahwa ia telah berbicara langsung dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas sebelum pengumuman ini.

Ia menegaskan bahwa pengakuan kenegaraan Palestina bukanlah hadiah politik, melainkan bagian dari strategi diplomatik untuk mengakhiri penderitaan rakyat Gaza.

Kelaparan Akut di Gaza

Pada Rabu (30/7/2025), Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan tujuh kematian tambahan akibat malnutrisi di Gaza.

Sebelumnya, Trump mengakui adanya “kelaparan nyata” di wilayah tersebut dan menyatakan bahwa pemerintahannya tengah bekerja sama dengan Israel untuk mengatasi situasi tersebut.

Baca juga: Sekutu AS Beda Pendapat dengan Donald Trump untuk Paksa Perubahan Diplomatik Soal Gaza

Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dijadwalkan bertemu dengan para pejabat Israel hari ini.

Langkah Kanada dinilai dapat memperumit posisi diplomatik AS dalam meredakan ketegangan di Timur Tengah.

Genosida Gaza Masuki Hari ke-661, Korban Tewas Tembus 60.000 Orang

Genosida di Jalur Gaza terus berlangsung tanpa henti.

Pada hari ke-661 sejak dimulainya agresi besar-besaran Israel, jumlah korban jiwa telah mencapai angka yang mengerikan.

Menurut data terbaru yang diperbarui pada 29 Juli 2025, sebanyak 60.034 orang tewas akibat serangan militer Israel.

Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.

Selain korban tewas, setidaknya 145.870 orang mengalami luka-luka, Middle East Monitor melaporkan.

Banyak di antaranya mengalami cedera serius dan cacat permanen akibat

pemboman tanpa henti, runtuhnya bangunan, serta minimnya akses medis.

Situasi kemanusiaan di Gaza kini berada pada titik paling kritis.

Kementerian Kesehatan Gaza juga mencatat lebih dari 11.000 orang dinyatakan hilang, banyak di antaranya dikhawatirkan tertimbun di bawah reruntuhan.

Sebagian besar fasilitas kesehatan telah hancur, dan rumah sakit yang tersisa kewalahan menangani jumlah korban yang terus berdatangan.

Serangan Israel dimulai pada Oktober 2023, menyusul eskalasi besar konflik setelah serangan balasan oleh kelompok bersenjata Palestina terhadap pendudukan dan blokade yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Sejak saat itu, wilayah Gaza dibombardir hampir setiap hari dengan dukungan logistik dan militer dari negara-negara sekutu Israel.

Banyak pihak, termasuk organisasi HAM internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, telah menyebut tindakan ini sebagai "genosida terbuka".

Hingga kini, Dewan Keamanan PBB belum berhasil mengeluarkan resolusi penghentian agresi karena veto dari beberapa anggota tetap.

Laporan ini menyoroti bahwa krisis Gaza tak hanya soal konflik militer, tetapi juga menyangkut pelanggaran besar terhadap hukum humaniter internasional.

Masyarakat internasional terus mendesak gencatan senjata permanen dan dibukanya akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Sementara itu, tekanan publik terhadap negara-negara pendukung Israel semakin meningkat.

Baca juga: Sekjen Hizbullah, Sheikh Naim Qassem Menolak Pelucutan Senjata dan Menyerahkannya kepada Israel

Unjuk rasa pro-Palestina terus terjadi di berbagai belahan dunia, menuntut keadilan dan pengakuan terhadap penderitaan rakyat Gaza.

Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah.

Konflik ini telah menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar abad ke-21.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved