Konflik Palestina Vs Israel
Israel Tolak Mundur dari Gaza, Gencatan Senjata di Ujung Tanduk
Keengganan Israel menarik pasukan dari Koridor Morag memicu kekhawatiran global: strategi militer atau pengusiran paksa terselubung?
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harapan gencatan senjata permanen antara Israel dan Hamas kembali memudar. Pemerintah Israel bersikeras mempertahankan pasukannya di wilayah strategis Jalur Gaza meski menuai protes dari berbagai pihak.
Seorang pejabat Israel menyebut, keengganan menarik pasukan dari Koridor Morag menjadi ganjalan utama dalam negosiasi. Wilayah itu dinilai penting bagi Tel Aviv untuk memisahkan kantong-kantong populasi dan menciptakan “kota kemanusiaan” di selatan Gaza.
“Ini tentang keamanan dan pengawasan. Bukan soal pendudukan,” ujar pejabat itu, yang berbicara secara anonim.
Namun, Hamas menganggap langkah tersebut sebagai bentuk pendudukan permanen. Mereka tetap menuntut penarikan total pasukan Israel sebagai syarat utama kesepakatan damai dan pembebasan sandera.
Koridor Morag: Taktik Militer atau Pengusiran Paksa?
Koridor Morag adalah jalur militer strategis yang membentang dari Israel ke Laut Mediterania dan memisahkan Rafah dan Khan Younis di Gaza selatan. Nama ini berasal dari bekas pemukiman Yahudi “Morag” yang pernah berdiri di wilayah itu sebelum penarikan Israel dari Gaza pada 2005.
Baca juga: 700 Drone Rusia Gempur Kota Lutsk Ukraina: Terjadi di Tengah Ketidakpastian Pasokan Senjata AS
Dalam konteks 2025, koridor ini berfungsi sebagai taktik militer Israel untuk menyaring populasi, mengendalikan pergerakan, dan menekan Hamas. Namun, strategi ini menuai kritik luas karena dinilai sebagai bentuk pengusiran paksa dan fragmentasi wilayah Gaza.
Dengan penguasaan atas Morag, Israel dapat mengisolasi Rafah dan menciptakan "zona steril" yang mereka klaim bebas dari milisi Hamas. Wilayah tersebut rencananya akan dijadikan “kota kemanusiaan” tempat relokasi ratusan ribu warga Palestina.
Human Rights Watch dan kelompok HAM lain menyebut langkah ini sebagai pelanggaran hukum internasional karena mendorong pemindahan penduduk sipil secara paksa sekitar 2 juta warga Gaza di tengah konflik bersenjata.
“Kondisi ini berpotensi menciptakan bencana kemanusiaan,” ungkap seorang aktivis HAM.
Michael Milshtein, mantan perwira intelijen militer Israel, menyebut rencana Israel sebagai “fantasi gila” yang hanya akan menggagalkan negosiasi.
Baca juga: Trump Ancam Tambah Tarif BRICS 10 Persen, China–Rusia–Indonesia Beri Respons Tak Terduga
AS, Qatar, dan Hamas Desak Penarikan Pasukan
Dalam pertemuan trilateral antara pejabat senior AS, Israel, dan Qatar pekan ini di Washington, Koridor Morag menjadi poin krusial. Presiden AS Donald Trump bahkan menyatakan, “Kami ingin damai. Kami ingin semua sandera pulang. Kami hampir mencapainya.”
Namun, Hamas bersikeras tak akan menyetujui gencatan senjata jika Israel tetap menduduki Gaza.
Dalam rencana gencatan senjata 60 hari yang sempat dibahas, kedua pihak sepakat akan penghentian tembakan dan pembebasan sandera. Tapi, jika Israel terus menolak menarik pasukan dari koridor, kesepakatan bisa batal total.
Sementara Netanyahu menolak berkomentar secara terbuka, Hamas menegaskan bahwa “pendudukan dalam bentuk apa pun adalah pelanggaran yang tak bisa diterima.” (Grace Sanny Vania)
Konflik Palestina Vs Israel
Trump Kembali Beri Karpet Merah ke Israel, Usul Penjualan Senjata Jumbo Rp 106 Triliun |
---|
Diplomasi Indonesia Diminta Lebih Aktif untuk Tekan Israel Hentikan Serangan ke Gaza |
---|
Konser Amal untuk Palestina di Wembley, London Meraup Rp 33,2 Miliar |
---|
Spanyol akan Mundur dari Eurovision 2026 jika Israel Berpartisipasi |
---|
Macron: Aksi Militer Israel Gagal di Gaza, Solusinya Akui Negara Palestina |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.