Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

Perang Kotor di Iran dan Keruntuhan Moral Israel-Amerika

Apa yang bisa dibaca dari agresi cepat Israel ke Iran dan pemboman strategis oleh Amerika di Fordow, Natanz, dan Isfahan? 

DSA/Tangkap Layar
PERANG KOTOR - Serangan balasan Iran menghancurkan bangunan di Israel. Apa yang dilakukan Israel dan Amerika ke Iran sekali lagi mempertontonkan betapa hegemoniknya mereka atas tatanan global.  

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat sempat masygul ketika mendengar militer Israel menerbangkan jet-jet tempurnya ke Iran, ketika gencatan senjata yang diumumkannya malam sebelumnya telah berlaku. 

Pagi hari itu, 24 Juni 2025 waktu Washington, ketika Trump bangun tidur, memulai aktivitas pagi,  dan mendengar laporan stafnya, ia langsung menelepon Perdana Menteri Benyamin Netanyahu
Kemudian ia mentwetkan semacam ‘perintah’ ke Israel. 

“Israel, Jangan jatuhkan bom kalian. Jika tetap kalian lakukan ini pelanggaran besar. Perintahkan pilot kalian pulang, sekarang! Donald J Trump. Presiden Amerika Serikat,” tulis Trump di akun X@realDonaldTrump. 

Akhirnya jet-jet tempur Israel yang sudah kadung memasuki wilayah Iran, menjatuhkan bom ke wilayah kosong di sebelah utara Teheran. 

Pilotnya putar balik ke Israel. Trump memberi pujian atas langkah cepat Tel Aviv, dan dalam cuitan selanjutnya memastikan tidak ada warga Iran yang akan terluka. 

“Nobody will behurt, the cessation is in effect,” lanjut Trump yang pagi itu langsung terbang ke Denhaag Belanda menghadiri KTT NATO.

Atas insiden itu, Israel berdalih hanya akan merespon tembakan rudal Iran ke negara mereka yang diklaim terjadi sesudah gencatan senjata berlaku.

Pada akhirnya meski diwarnai kebingungan, gencatan senjata Israel-Iran versi Trump menunjukkan buktinya. 

Meski begitu semua komponen penting di Teheran menegaskan, mereka akan merespon serius setiap agresi dan provokasi asing dengan kekuatan maksimal.

Selasa malam 24 Juni 2025, masyarakat Iran berkumpul di Taman Revolusi di pusat kota Teheran, merayakan kemenangan mereka atas Israel dan Amerika. 

Komandan Brigade Al Quds Korps Pengawal Revolusi Islam Iran Brigadir Jenderal Ismail Qaani, yang semula dikabarkan tewas, muncul di tengah massa. 

Pemerintah dan militer Israel di sisi lain merasa sudah cukup dan puas atas perangnya melawan Iran. 
Tujuan utama mereka menetralkan fasilitas nuklir Fordow, Natanz, dan Isfahan telah tercapai. 

Israel juga menyatakan telah menghancurkan sebagian besar kapabilitas militer Iran, terutama sistem rudal dan drone jarak jauhnya.

Iran memang kehilangan begitu banyak jenderal pentingnya, dan juga ilmuwan-ilmuwan yang terlibat program energi nuklir mereka. 

Pertanyaannya sekarang, apa yang bisa dibaca dari agresi cepat Israel ke Iran dan pemboman strategis oleh Amerika di Fordow, Natanz, dan Isfahan? 

Nadezhda Romanenko, analis politik di situs Russia Today menulis demikian, “Anda tidak bisa menghentikan program nuklir, dengan sengaja menargetkan keluarga. Anda hanya mengabaikan gagasan, segala sesuatu tidak boleh dilakukan.”

Kritiknya merujuk kasus ilmuwan nuklir Iran, Mostafa Sadati-Armaki yang tewas bersama anggota keluarganya.

Nyawa istri, dua putri serta putranya melayang dalam serangan udara ke rumah keluarga itu di Teheran.

Menurut Romanenko, ini bukan sekadar serangan presisi. Ini adalah eksekusi terhadap sebuah rumah tangga.

Sadati-Armaki bukanlah pejabat senior Iran. Ia adalah ilmuwan tingkat menengah—seorang insinyur yang bekerja dalam kerangka program nuklir Iran. 

Peran itu mungkin telah menjadikannya target dalam logika konflik modern versi Israel.

Namun, tidak ada, bahkan logika itu, yang dapat membenarkan pembunuhan terhadap anak-anaknya di rumah mereka sendiri.

Ini bukanlah peristiwa insidentil. Pada tanggal 13 Juni 2025, di hari pertama agresi,  sedikitnya lima ilmuwan nuklir Iran tewas.

Termasuk mantan Kepala Badan Atom Iran Dr Fereydoon Abbasi, Mohammad Mehdi Tehranchi, Abdolhamid Minouchehr, Ahmadreza Zolfaghari Daryani, dan Seyed Amir Hossein Feghhi. 

Kredensial mereka mengikat ilmuwan-ilmuwan itu pada program nuklir Iran. Semua telah memainkan beberapa peran, teknis atau administratif, dalam pengembangan energi nuklir Iran.

Tidak ada satupun di antara mereka yang menjadi kombatan. Sebagian besar adalah akademisi. Beberapa telah pensiun dari jabatan negara.

Hal terpenting, mereka tidak sendirian. Dalam beberapa kasus yang dilaporkan, anggota keluarga tewas bersama mereka, istri, anak, orang tua, dan tetangga yanag tidak tahu apa-apa.

Ini bukan soal rudal yang mendarat di ruang kota yang padat. Ini adalah serangan yang ditargetkan pada rumah-rumah, di daerah pemukiman, pada malam hari, ketika keluarga sedang berkumpul. 

Ini bukan kabut perang. Ini adalah persenjataan yang disengaja. Anak-anak tentu saja tidak terlibat kebijakan pengayaan uranium. 

Anggota keluarga tidak mengawasi laboratorium uranium. Namun, mereka meninggal karena kedekata, karena hubungan dengan seseorang yang dianggap berbahaya oleh Israel.

Menyebut peristiwa ini sebagai "kerusakan tambahan" atau collateral damage dalam perang, adalah tindakan pengecut. 

Ketika para pengambil keputusan menyetujui serangan terhadap sebuah rumah, mengetahui siapa yang tidur di dalamnya, hasilnya bukan lagi kecelakaan. Ini adalah pilihan.

Sebagian berpendapat dalam perang asimetris, pencegahan harus bersifat personal. Namun, ini bukanlah pencegahan—ini adalah likuidasi. 

Ini menunjukkan tidak ada kehidupan sipil yang berdekatan dengan infrastruktur negara yang layak dipertahankan. 

Ini mengirimkan pesan bahkan keluarga ilmuwan pun tidak akan luput, seolah-olah batasan moral adalah kemewahan yang tidak lagi mampu kita beli.

Ini bukan pembelaan terhadap posisi nuklir Iran. Ini adalah pembelaan terhadap prinsip dasar bahwa keluarga—anak-anak—tidak dapat menjadi pejuang. 

Jika kita mengabaikan garis itu, kita tidak akan memenangkan apa pun. 

Pelakunya adalah mereka yang menganggap rasa takut lebih kuat daripada hukum, dan balas dendam lebih cerdas daripada diplomasi.

Membunuh keluarga ilmuwan tidak akan menghentikan program. Itu tidak akan mencegah ancaman di masa mendatang. 

Itu hanya akan membuat perdamaian semakin jauh dan pembalasan dendam semakin mungkin terjadi. Apa yang kita normalkan sekarang, akan ditiru oleh orang lain nanti.

Perang kotor (dirty war) yang dijalankan Israel lewat Mossad di dalam wilayah Iran, juga patut dikecam dalam konteks ini. 

Romanenko mengingatkan, ini bukan unjuk kekuatan. Itu adalah keruntuhan strategis dan moral.

Jika ini adalah arah peperangan, maka semua orang—tanpa memandang kebangsaan—harus sangat takut.

Apa yang dilakukan Israel dan Amerika ke Iran sekali lagi mempertontonkan betapa hegemoniknya mereka atas tatanan global. 

Pemerintah Tiongkok mengutuk serangan tersebut sebagai pelanggaran piagam PBB, dan sepakat dengan Rusia, cara seperti itu memiliki konsekuensi global

Duta Besar Tiongkok untuk PBB, Fu Cong, menilai Washington telah merusak kredibilitasnya sendiri dengan menyerang situs nuklir Iran.

Berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, Fu Cong mengatakan kredibilitas Washington rusak baik sebagai negara maupun dalam forum diplomasi internasional apa pun.

Kecaman serupa dilayangkan Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang menyatakan, menyerang fasilitas nuklir di bawah pengawasan IAEA adalah pelanggaran serius.

Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyebut tidak ada pembenaran untuk apa yang disebutnya agresi yang tidak beralasan terhadap Iran. 

Tentu saja Putin memiliki ‘pekerjaan rumah’ besar untuk operasi militernya ke Ukraina, yang kerap dipandang sebagai perang illegal dan aksi terorime oleh Kiev dan barat.

Meski begitu, Rusia memiliki cukup alasan untuk melakukan hal strategi situ, guna mencegat ekspansi NATO ke halan depan rumahnya, Rusia. 

Situasi tegang di Timur Tengah secara umum kini menurun, meski kekerasan luar biasa masih terus terjadi di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon Selatan. 

Jangan lupa juga, kekerasan sektarian baru saja merenggut begitu banyak nyawa di Damaskus, di bawah rezim baru Suriah di tangan Abu Mohammad al Joulani.

Ini menunjukkan kerentanan yang sangat mencemaskan di berbagai tempat, selain perang Israel-Iran sesungguhnya belum berakhir. 

Pertempuran akan memasuki babak lanjut dengan apa yang selalu disebut sebagai peperangan bayangan di antara dua rival ini. (Setya Krisna Sumarga)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved