Selasa, 30 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Ben Gvir dan Smotrich Disanksi Inggris Cs atas Hasutan Kekerasan ke Warga Palestina

Inggris bersama empat negara sekutu, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Norwegia, menjatuhkan sanksi kepada dua menteri sayap kanan Israel.

Instagram @bezalel_smotrich
BEZALEL SMOTRICH - Foto ini diambil dari Instagram Instagram @bezalel_smotrich yang menunjukkan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyatakan dalam pidatonya bahwa perang tidak akan berakhir. Inggris bersama empat negara sekutu, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Norwegia, secara resmi menjatuhkan sanksi kepada dua menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, atas tuduhan menghasut kekerasan ekstremis terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki. 

TRIBUNNEWS.COM - Inggris bersama empat negara sekutu, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Norwegia, secara resmi menjatuhkan sanksi kepada dua menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, atas tuduhan menghasut kekerasan ekstremis terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki. 

Sanksi ini mencakup pembekuan aset serta larangan perjalanan bagi kedua tokoh kontroversial tersebut.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Selasa (10/6/2025), Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy bersama para mitranya dari negara-negara tersebut menyebut tindakan Ben-Gvir dan Smotrich sebagai “hasutan berulang terhadap kekerasan dan pelanggaran serius hak asasi manusia Palestina.” 

"Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich telah menghasut kekerasan ekstremis dan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia Palestina. Tindakan ini tidak dapat diterima," kata Lammy dalam sebuah pernyataan bersama, dikutip dari Al-Arabiya.

Pernyataan itu menegaskan bahwa sanksi dijatuhkan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap 'aktor-aktor' yang dianggap memperburuk situasi kemanusiaan di wilayah pendudukan.

Menteri Keamanan Nasional, Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Smotrich, dikenal sebagai pendukung keras pemukiman Yahudi ilegal, aneksasi wilayah Palestina, serta pengusiran warga Palestina dari tanah mereka.

Mereka juga menyerukan penaklukan penuh Gaza dan pembangunan kembali permukiman Yahudi di wilayah itu.

Tanggapan keras datang dari pemerintah Israel. 

Menteri Luar Negeri Gideon Saar menyebut langkah tersebut “menjijikkan”.

Tak hanya itu, merasa tidak terima, ia menyatakan bahwa kabinet akan segera mengadakan pertemuan khusus untuk menyusun tanggapan resmi terhadap apa yang disebutnya sebagai "keputusan yang tidak dapat diterima", dikutip dari Al Jazeera.

Smotrich, saat menghadiri peresmian pemukiman baru di Hebron, mengungkapkan rasa "penghinaan" terhadap sanksi Inggris dan sekutunya. 

Baca juga: Akhirnya Ngaku, Israel Diam-diam Kirim Sistem Rudal Patriot ke Ukraina

Ia kemudian menyinggung masa lalu kolonial Inggris di Palestina.

“Inggris pernah mencoba menghentikan kami membangun tanah air kami, dan kali ini pun mereka gagal. Kami akan terus membangun," katanya.

Dalam pernyataan yang sama, negara-negara ini menegaskan kembali dukungan terhadap solusi dua negara dan mendesak dilakukannya gencatan senjata segera di Gaza, pembebasan sandera, serta peningkatan akses bantuan kemanusiaan.

Ini bukan pertama kalinya Inggris memberikan sanksi terhadap Israel.

Sebelumnya, Inggris juga menangguhkan perundingan perdagangan bebas dengan Israel, memanggil duta besarnya, serta menjatuhkan sanksi tambahan terhadap para pemukim ekstremis Israel. 

Inggris menyebut kebijakan Israel di Gaza dan Tepi Barat sebagai “kebijakan yang mengerikan.”

David Lammy menambahkan bahwa komentar Smotrich yang mengisyaratkan kemungkinan pembersihan etnis di Gaza memperkuat alasan diberlakukannya sanksi.

Ia juga menyebut situasi kemanusiaan saat ini sebagai “fase baru yang gelap dalam konflik.”

Sebaliknya, Perdana Menteri Netanyahu membalas dengan menuduh negara-negara tersebut “berada di sisi sejarah yang salah” dan menuduh mereka membantu Hamas.

Langkah pemberian sanksi terhadap Israel ini datang di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri blokade atas Gaza.

Tidak hanya itu, internasional juga mendesak Israel untuk menghentikan operasi militer yang telah menewaskan hampir 55.000 warga Palestina sejak Oktober 2023.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Ben-Gvir dan Smotrich

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan