Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

AS Boncos, JD Vance Salahkan Pemerintahan Biden yang Gila-gilaan Dukung Ukraina

Wapres AS JD Vance sebut AS mengeluarkan banyak dana dan menyalahkan pemerintahan Joe Biden yang dulu gila-gilaan mendukung Ukraina.

Facebook JD Vance
JD VANCE - Foto ini diambil dari Facebook JD Vance pada Selasa (15/4/2025) memperlihatkan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance sebelumnya dalam kampanye pilpres AS di New York pada 2 November 2024. Pada Sabtu (7/6/2025), JD Vance sebut pemerintahan Joe Biden mengeluarkan dana dalam jumlah 'gila-gilaan' untuk mendukung Ukraina. 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), JD Vance, mengatakan pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden menghabiskan uang dalam jumlah “gila” untuk Ukraina.

Menurutnya, Joe Biden memberikan bantuan dalam jumlah gila-gilaan tanpa memikirkan diplomasi.

"Apa yang terjadi dengan pemerintahan Biden, gila sekali. Mereka menghabiskan begitu banyak uang di seluruh dunia, mereka sama sekali tidak terlibat dalam diplomasi," kata JD Vance dalam sebuah wawancara dengan Theo Von pada akhir pekan.

“Mereka mengirim 300 miliar dolar ke Ukraina, misalnya, dan Anda tidak pernah melihat presiden Amerika Serikat benar-benar mencoba memaksakan penyelesaian diplomatik,” katanya.

Wakil Presiden AS menggambarkan perang tersebut sebagai hal yang paling kejam.

“Persoalan Rusia-Ukraina adalah hal yang paling kejam,” kata JD Vance, lalu menyatakan kebahagiaannya karena AS berusaha mewujudkan penyelesaian bagi kedua negara tersebut, seperti diberitakan Russia Today.

Setelah dilantik sebagai presiden AS pada Januari lalu, Donald Trump berinisiatif untuk menjembatani diplomasi antara Rusia dan Ukraina untuk menyelesaikan perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

Sebelumnya, Donald Trump berulang kali mengkritik aliran besar bantuan militer yang diberikan AS ke Ukraina di bawah kepemimpinan pendahulunya, Joe Biden.

Setelah upaya selama beberapa bulan untuk melakukan diplomasi, perwakilan Rusia dan Ukraina akhirnya berunding di Istanbul, Turki pada tanggal 2 Juni 2025.

Perundingan tersebut membahas nota kesepahaman masing-masing pihak untuk menyelesaikan perang.

Rusia mengajukan tuntutan di antaranya opsi pertama yaitu penarikan militer Ukraina dari wilayah yang diduduki Rusia (Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson).

Baca juga: Zelensky Kecewa, 20.000 Rudal Anti-Drone untuk Ukraina Malah Dialihkan AS ke Timur Tengah

Sedangkan opsi kedua adalah paket yang mengharuskan Ukraina menghentikan penempatan kembali militer dan menerima penghentian penyediaan bantuan militer, komunikasi satelit, dan intelijen dari pihak asing. 

Ukraina juga harus mencabut darurat militer dan menyelenggarakan pemilihan presiden dan parlemen dalam waktu 100 hari.

Sedangkan Ukraina mengajukan tuntutan untuk gencatan senjata penuh dan menyeluruh, tidak terulangnya agresi di wilayahnya, Rusia harus mengembalikan wilayah yang didudukinya, serta mendapatkan hukuman dan memberi ganti rugi kepada Ukraina.

Ukraina juga meminta jaminan keamanan dan keterlibatan internasional untuk menjamin keamanan negaranya, seperti diberitakan Reuters.

Setelah perundingan berakhir, kedua pihak sepakat untuk menukar lebih banyak tawanan perang, dengan fokus pada yang termuda dan terluka paling parah, serta mengembalikan jenazah 12.000 prajurit yang tewas.

Meski setuju untuk pertukaran tersebut, kedua pihak tidak membahas terobosan pada usulan gencatan senjata.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved