Selasa, 30 September 2025

Harga Beras di Jepang Bakal Turun hingga Separuh pada Juni 2025

Koizumi menjelaskan bahwa pemerintah akan mengubah mekanisme pelepasan stok beras dari sistem lelang terbuka menjadi kontrak sukarela

Editor: Eko Sutriyanto
Mainichi Shimbun
Menteri Pertanian Jepang, Shinjiro Koizumi. Ia memprediksi harga beras di Jepang akan turun hingga setengah dari harga saat ini pada Juni 2025 mendatang 

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Harga beras di Jepang diprediksi akan turun hingga setengah dari harga saat ini pada Juni 2025 mendatang.

Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian Jepang, Shinjiro Koizumi, yang menyebut dirinya sebagai “Menteri Beras”, dalam keterangan pers, Jumat (23/5/2025) pagi waktu setempat.

Koizumi menjelaskan bahwa pemerintah akan mengubah mekanisme pelepasan stok beras dari sistem lelang terbuka menjadi kontrak sukarela (diskresioner). Prosedur untuk skema baru ini akan dimulai awal pekan depan.

“Pemerintah akan menetapkan harga beras yang ditimbun dan menjualnya ke berbagai vendor dengan harga lebih murah. Mulai awal Juni, harga beras 5 kg akan tersedia di kisaran 2.000 yen di berbagai supermarket dan toko ritel lainnya,” kata Koizumi.

Baca juga: Menteri Pertanian Jepang Mundur Gegara Omongan Tak Perlu Beli Beras

Produksi Beras Meningkat, Distribusi Dirombak

Koizumi juga memproyeksikan produksi beras pada tahun 2025 akan mencapai 7,19 juta ton, meningkat 400.000 ton dari produksi tahun sebelumnya.

Ini akan menjadi lonjakan produksi terbesar dalam lima tahun terakhir dan peningkatan paling signifikan sejak survei dimulai pada 2004.

“Saya harap masyarakat dapat memahami bahwa pasokan beras akan melimpah setelah musim panen musim gugur, dan kekhawatiran soal kelangkaan beras akan teratasi,” ujarnya.

Meski demikian, ia menyoroti sistem distribusi beras saat ini yang dinilainya rumit dan membingungkan dibandingkan dengan bahan pangan lainnya.

Pernyataan ini muncul dalam diskusinya dengan Toru Tamagawa, mantan karyawan TV Asahi yang kini menjadi komentator tetap di salah satu program televisi.

Tamagawa menyoroti bahwa kebijakan pertanian Jepang selama ini lebih fokus mengurangi produksi dan menjaga harga tinggi untuk melindungi petani.

Namun, hasilnya justru kontraproduktif: konsumen harus membeli beras mahal, jumlah petani terus menurun, dan mayoritas petani saat ini sudah berusia lanjut.

“Apa yang perlu kita lindungi di Jepang adalah produksi beras itu sendiri. Jadi bagaimana kebijakan pertanian akan diubah agar tetap melindungi produksi ini?” tanya Tamagawa.

Reformasi Sistem Distribusi dan Harga Eceran

Menanggapi pertanyaan tersebut, Koizumi mengakui bahwa usia rata-rata petani padi kini mencapai 69 tahun — situasi yang menurutnya cukup serius.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan