Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Suriah

Pemulihan Pasca Perang: UE Ikuti AS, Cabut Sanksi Suriah Usai Kejatuhan Assad

Uni Eropa sepakat mencabut sanksi ekonomi terhadap Suriah, sebagai langkah untuk mendukung pemulihan negara tersebut setelah runtuhnya rezim al-Assad

Tribunnews/Canva
HUBUNGAN UE DAN SURIAH - Ilustrasi hubungan Uni Eropa dan Suriah dibawah kepemimpinan HTS dan Ahmed al-Shaara yang kian dekat. Uni Eropa sepakat mencabut sanksi ekonomi terhadap Suriah, sebagai langkah untuk mendukung pemulihan negara tersebut setelah runtuhnya rezim al-Assad. 

TRIBUNNEWS.COM – Sebagian besar negara anggota Uni Eropa sepakat mencabut sanksi ekonomi terhadap Suriah, sebagai langkah untuk mendukung pemulihan negara tersebut setelah runtuhnya rezim Bashar al-Assad.

Hal itu diumumkan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, Rabu (21/5/2025).

Dalam keterangan yang dikutip The Guardian, Kallas menyampaikan bahwa Uni Eropa telah mencabut sanksi ekonomi terhadap Suriah agar rakyat dapat membangun kembali negara yang damai dan inklusif setelah penggulingan Bashar al-Assad.

"Kami ingin membantu rakyat Suriah membangun kembali Suriah yang baru, inklusif, dan damai," kata Kallas dalam sebuah posting di X.

"Uni Eropa selalu mendukung rakyat Suriah selama 14 tahun terakhir dan akan terus melakukannya," imbuhnya.

Adapun perubahan kebijakan Uni Eropa terjadi setelah pengumuman Amerika Serikat minggu lalu menegaskan bahwa mereka akan mencabut sanksi terhadap Damaskus.

Rencananya pencabutan sanksi akan mencakup penghapusan pembatasan di sektor energi dan transportasi, serta pelonggaran hubungan perbankan antara Suriah dan lembaga keuangan di Uni Eropa.

Tak hanya itu lima institusi keuangan utama Suriah, termasuk Bank Industri dan Bank Tabungan, juga akan dihapus dari daftar sanksi.

Memungkinkan mereka untuk mengakses aset yang sebelumnya dibekukan dan melakukan transaksi yang diperlukan untuk rekonstruksi dan bantuan kemanusiaan.

Meski begitu Uni Eropa menekankan pencabutan sanksi ini bersifat bertahap dan dapat dibalik jika pemerintahan baru Suriah gagal memenuhi standar hak asasi manusia dan prinsip demokrasi.

Kallas juga menambahkan bahwa segala hukuman terhadap rezim Bashar Al-Assad dan sanksi-sanksi atas pelanggaran hak asasi manusia akan tetap berlaku.

Baca juga: Dukung Ahmed al-Sharaa, Donald Trump Resmi Cabut Semua Sanksi AS untuk Suriah

Dengan pencabutan sanksi ini, Uni Eropa berharap dapat memainkan peran kunci dalam mendukung pemulihan ekonomi dan stabilitas politik di Suriah.

Serta mencegah krisis kemanusiaan yang lebih dalam di kawasan tersebut.

Keputusan UE Disambut Baik

Melaporkan dari markas UE, Hashem Ahelbarra dari Al Jazeera menggambarkan kesepakatan yang dilaporkan untuk mengangkat sanksi sebagai perkembangan yang “sangat signifikan”.

"Pertama-tama, ini merupakan pengakuan bahwa UE mengakui otoritas yang beroperasi saat ini di Suriah, dan bahwa perlu ada lebih banyak transaksi keuangan untuk membuka jalan bagi terciptanya stabilitas keuangan dan meningkatkan standar hidup rakyat di Suriah," katanya.

Sementara Kementerian Luar Negeri Suriah menyambut baik keputusan yang dibuat Uni Eropa.

Dalam pernyataannya, Kemlu mengatakan langkah itu membuka cakrawala baru bagi kerja sama antara negara yang dilanda perang ini dan blok beranggotakan 27 negara tersebut.

"Yang paling dibutuhkan Suriah adalah teman, bukan hambatan," kata kementerian tersebut.

"Kami mencari mitra yang tulus dalam proses membangun kembali kota-kota kami dan menghubungkan kembali perekonomian kami dengan dunia," imbuhnya.

Komentar serupa juga dilontarkan Menteri Luar Negeri Jerman yang turut menyambut baik keputusan ini.

Ia mendorong agar pemerintahan baru Suriah membentuk kebijakan yang inklusif terhadap semua kelompok etnis dan agama, sebagai langkah menuju rekonsiliasi nasional.

Banyak warga Suriah di luar negeri yang menilai langkah ini sebagai sinyal positif dari komunitas internasional bahwa masa depan Suriah masih mendapat perhatian dan dukungan, terutama untuk rakyat, bukan elit politik.

Kendati rencana ini mendapat banyak respons positif, namun beberapa negara anggota berpendapat bahwa langkah-langkah tersebut dapat memicu peningkatan kekerasan.

Dengan bentrokan mematikan antara dinas keamanan Suriah dan pejuang yang setia kepada rezim Assad.

Mengingat pada bulan Maret, lebih dari 1.000 orang, termasuk 754 warga sipil, tewas selama dua hari bentrokan antara pasukan keamanan dan pejuang yang setia kepada rezim sebelumnya.

Sementara pada bulan lalu, sedikitnya 16 orang tewas setelah serangan terhadap pos pemeriksaan keamanan oleh orang-orang bersenjata tak dikenal dan serangan terhadap daerah pinggiran kota yang mayoritas penduduknya beragama Druze di Damaskus.

(Tribunnews.com / Namira)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved