Rabu, 1 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Putin Ingin Bertemu Trump, tetapi Apakah Trump Ingin Bertemu Putin?

Juru bicara Kremlin mengisyaratkan keinginan Putin untuk bertemu dengan Trump, tetapi apakah Trump berpikir yang sama?

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
Tangkap layar YouTube Fox News
PUTIN DAN TRUMP - Tangkap layar YouTube Fox News memperlihatkan pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden AS Donald Trump dalam KTT G20 di Osaka, Jepang pada 28 Juni 2019. Juru bicara Kremlin mengisyaratkan keinginan Putin untuk bertemu dengan Trump, tetapi apakah Trump berpikir yang sama? 

TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Kremlin menyatakan bahwa pertemuan antara pemimpin Rusia dan Amerika Serikat "jelas sudah diantisipasi."

Moskow tampaknya mengirim sinyal tentang kesediaannya untuk bertemu, tetapi bagaimana tanggapan dari Washington?

"Pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump diperlukan, tetapi belum dijadwalkan," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Senin (5/5/2025) lalu.

"Pertemuan semacam itu jelas sudah diantisipasi," tambahnya.

"Namun, pertemuan itu harus dipersiapkan secara menyeluruh, dan ini memerlukan upaya di berbagai tingkat keahlian."

Tapi, apa yang dimaksud dengan "upaya" tersebut?

Pertama dan terutama, yaitu komitmen Rusia terhadap gencatan senjata di Ukraina, menurut Kurt Volker, mantan perwakilan khusus AS untuk negosiasi Ukraina, seperti dilansir Euronews.

PUTIN DAN TRUMP - Tangkap layar YouTube Fox News memperlihatkan pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden AS Donald Trump dalam KTT G20 di Osaka, Jepang pada 28 Juni 2019. Juru bicara Kremlin mengisyaratkan keinginan Putin untuk bertemu dengan Trump, tetapi apakah Trump berpikir yang sama?
PUTIN DAN TRUMP - Tangkap layar YouTube Fox News memperlihatkan pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden AS Donald Trump dalam KTT G20 di Osaka, Jepang pada 28 Juni 2019. Juru bicara Kremlin mengisyaratkan keinginan Putin untuk bertemu dengan Trump, tetapi apakah Trump berpikir yang sama? (Tangkap layar YouTube Fox News)

Dalam wawancara dengan Euronews dari Forum Keamanan Kyiv, Volker mengatakan bahwa Trump ingin bertemu dengan pemimpin Rusia tersebut, tetapi hanya setelah gencatan senjata di Ukraina diberlakukan.

"Trump ingin mengakhiri perang, dan kemudian membangun kembali hubungan dengan Rusia. Ia berpikir bahwa Rusia dapat diintegrasikan kembali ke dalam ekonomi global, dan bahwa kesepakatan bisnis dapat dilakukan dengan Rusia, tetapi Putin harus menghentikan perang terlebih dahulu," jelas Volker.

"Dan karena Putin belum melakukannya, prospek pertemuan Trump–Putin tampaknya semakin menjauh."

Volker menjabat sebagai negosiator untuk Ukraina di Washington antara tahun 2017 dan 2019, ketika Putin dan Trump terakhir kali bertemu di Helsinki dan kemudian dalam pertemuan G20 di Osaka.

Baca juga: 29 Negara Diundang dalam Parade Hari Kemenangan Rusia, Siapa Saja?

Menurut Volker, Putin berusaha memanfaatkan ego Trump dengan mengatakan, "Oke, kita bisa duduk berhadapan langsung, kita bisa menyelesaikan masalah ini."

Pada awal masa jabatan keduanya, Trump menyatakan bahwa ia akan bertemu Putin "dengan sangat cepat" setelah menjabat.

"Menurut saya, Presiden Trump dalam beberapa hal melihat dirinya sebagai sosok kuat yang mampu melakukannya. Namun, ia kecewa karena Putin gagal mengakhiri perang. Dan menurut saya, pertemuan itu tidak akan terjadi kecuali situasinya berubah," ujar Volker.

Volker mengatakan kepada Euronews bahwa telah terjadi perubahan sikap signifikan di Washington terkait kesediaan Putin untuk menghentikan perangnya terhadap Ukraina.

“Jelas bahwa AS dan Ukraina sepakat dalam menyerukan gencatan senjata penuh selama 30 hari. Itu merupakan langkah awal menuju gencatan senjata permanen. Namun Putin mengejeknya.”

“Ia (Putin) tidak serius ingin benar-benar menghentikan pertempuran. Dan sekarang orang-orang mulai menyadari hal itu dan mengecam Putin, jika Anda mau, dengan mengatakan bahwa Rusia menuntut terlalu banyak dan menolak gencatan senjata,” tambah Volker.

Sebaliknya, Putin mengumumkan "gencatan senjata sepihak" selama tiga hari untuk melindungi dan mengamankan parade Hari Kemenangan di Moskow pada Jumat (9/5/2025).

“Putin tidak serius soal gencatan senjata. Ia tidak berniat menghentikan serangannya. Saya rasa ia hanya ingin melakukan manuver politik di sini, terutama karena hal ini bertepatan dengan parade militernya di Moskow,” kata Volker.

Volker juga menambahkan bahwa ia akan terkejut jika Putin benar-benar "menghormati" gencatan senjata yang ia umumkan sendiri.

Apa Langkah AS Selanjutnya?

Minggu ini, Wakil Presiden AS JD Vance mengakui bahwa pembicaraan untuk mengakhiri perang Rusia–Ukraina masih jauh dari harapan awal pemerintahannya.

“Saat ini, Rusia mengajukan serangkaian syarat dan konsesi tertentu untuk mengakhiri konflik. Kami menilai mereka meminta terlalu banyak,” kata Vance.

“Pemerintah AS kini bisa saja memperkuat retorikanya terhadap agresi Rusia dan ketidaksediaan mereka untuk melakukan gencatan senjata,” kata Volker.

“Ini bisa menjadi langkah awal yang diikuti dengan penekanan baru terhadap sanksi-sanksi bagi Rusia, termasuk kemungkinan sanksi sekunder terhadap pihak-pihak yang membantu Rusia menghindari sanksi awal atas sektor minyak, gas, dan keuangan."

"Dan yang terpenting, Washington akan terus memasok senjata ke Ukraina."

Baca juga: Viral Pria Pecatan Marinir Diduga Ikut Operasi Militer Rusia, ISESS: Bahayakan Hubungan Diplomatik

"Itu bukan lagi uang dari pembayar pajak. Era alokasi dana langsung untuk mendanai Ukraina, menurut saya, sudah berakhir."

"Namun, saya dapat melihat adanya pinjaman kepada Ukraina, atau kebijakan pinjam-sewa seperti yang kami lakukan untuk Inggris dalam Perang Dunia II."

Meskipun Volker tidak menutup kemungkinan penyitaan aset-aset Rusia yang dibekukan dan menggunakannya untuk membiayai bantuan senjata bagi Ukraina, Kanada saat ini telah mulai bergerak ke arah itu.

"Saya tidak akan terkejut jika AS juga mengikuti langkah yang sama," ujarnya.

Trump Usul Gencatan Senjata 30 Hari

Mengutip POLITICO, pada hari Kamis (8/5/2025), Trump menyatakan bahwa ia mengusulkan gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari dalam perang Rusia–Ukraina.

Trump juga mengancam akan memberlakukan sanksi tambahan jika jeda pertempuran tersebut tidak dipatuhi.

Dalam sebuah unggahan di media sosial, Trump menegaskan bahwa dirinya akan “tetap berkomitmen” terhadap perdamaian antara Ukraina dan Rusia — sebuah sikap yang berbeda dari pernyataan dirinya maupun pemerintahannya bulan lalu yang menekankan bahwa AS dapat menarik diri dari perundingan jika negosiasi tidak menunjukkan kemajuan.

Setelah sempat menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di awal masa jabatannya, pemerintahan Trump belakangan ini justru meningkatkan tekanan terhadap Rusia, karena kesabaran Trump semakin menipis akibat kegagalannya mengakhiri perang dalam 100 hari pertamanya menjabat.

“Gencatan senjata ini pada akhirnya harus mengarah pada Perjanjian Damai. Semuanya dapat diselesaikan dengan sangat cepat, dan saya akan selalu siap sedia jika layanan saya dibutuhkan,” tulis Trump di Truth Social.

Trump menyebut bahwa kedua negara akan bertanggung jawab untuk menegakkan potensi gencatan senjata tersebut, meskipun ia tidak secara langsung menyebut Rusia.

"Negosiasi menuju perdamaian permanen akan terus berlangsung bersama para pemimpin Eropa," tambahnya.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved