Menteri Prancis Mengusulkan Pelarangan Jilbab di Universitas, Macron Klaim Jamin Kebebasan Beragama
Menteri Dalam Negeri Prancis Bruno Retailleau kemarin mengumumkan bahwa ia bermaksud memberlakukan larangan mengenakan jilbab di universitas.
Retailleau menyampaikan pernyataan barunya yang kontroversial saat tampil pada hari Kamis di “Les Grandes Gueules,” sebuah acara bincang-bincang populer di RMC.
Ia mengakui keinginannya untuk melihat larangan penggunaan jilbab di universitas di tengah protes dan frustrasi atas pembatasan kebebasan beragama di Prancis, termasuk larangan penggunaan cadar Muslim di bidang olahraga dan sekolah.
"Saya menginginkan itu, karena saya melihat dengan jelas bahwa ada bentuk Islamisme yang tidak ada hubungannya dengan kepercayaan Muslim tradisional. Ada Islamisme yang mencoba menancapkan benderanya, nilai-nilainya sendiri, yang menurut pandangan saya termasuk penundukan perempuan terhadap laki-laki, dan kita harus waspada terhadapnya," katanya.
Menteri Prancis itu mengaku tidak ingin umat Islam merasa menjadi sasaran.
"Sebaliknya, saya pikir kita perlu menjelaskan hal ini dengan sangat jelas dan pedagogis, dengan mengatakan bahwa Islamisme politik sebenarnya mendistorsi iman umat Muslim ini. Adalah kepentingan kita untuk membuat perbedaan," kata Retailleau.
Dia membuat pernyataan yang sama pada bulan Januari, ketika dia mengatakan kepada situs berita Le Parisien tentang dukungannya terhadap pelarangan jilbab di sekolah dan universitas.
Pernyataan terbaru Retailleau muncul saat Macron berjanji berkomitmen untuk menjamin kebebasan hati nurani dan menjalankan agama bagi seluruh warga negara dan penduduknya.
Macron bertemu dengan perwakilan Muslim awal minggu ini setelah serangan Islamofobia keji terhadap seorang pria Mali di dalam masjid.
Pelaku penyerangan, Olivier A., membunuh Aboubakr Cisse di dalam masjid saat pria Muslim itu sedang melaksanakan salat subuh.
Jemaah Muslim menemukan jenazah Cisse di dalam masjid sekitar pukul 11:30 pagi, yang memicu rasa frustrasi dan kepanikan.
Penyerang, yang memfilmkan pembunuhan keji dan berjanji akan membunuh lebih banyak Muslim, ditangkap di Italia setelah ia menyerahkan diri ke polisi.
Hal ini terjadi di tengah rasa frustrasi yang berkelanjutan dari komunitas Muslim, yang menghadapi serangan Islamofobia serta pernyataan dari pejabat yang menormalkan Islamofobia .
Mengenakan jilbab telah lama menyentuh hati para politisi, termasuk anggota parlemen yang menggemakan dan menunjukkan sentimen anti-Muslim selama debat publik atau sesi parlemen.
Baru-baru ini, seorang wanita Muslim mengajukan pengaduan di Prancis setelah disemprot dengan cairan yang tidak diketahui saat bersama bayinya yang berusia satu tahun. Pelaku yang sama merobek jilbabnya.
SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR, MOROCCO WORLD NEWS
Mendagri Tito Tiba di Istana, Sebut Akan Hadiri Pelantikan Menko Polkam |
![]() |
---|
Dari Panggung ke Kampus, Arzeti Bilbina Resmi Sandang Status Dosen Tetap |
![]() |
---|
Sekolah Ilmu Lingkungan UI Paparkan Soal Pengelolaan Limbah hingga Mitigasi Banjir Rob di Bekasi |
![]() |
---|
20 PTN dengan Peserta SNBP 2025 Terbanyak, Lengkap Akademik & Vokasi |
![]() |
---|
800 Ribu Demonstran Protes Kebijakan Macron, Prancis Diguncang Gelombang Amarah Rakyat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.