Konflik Palestina Vs Israel
Hamas: Gencatan Senjata Sudah Tak Penting Lagi Selama Gaza Dilanda Kelaparan dan Pembunuhan
Basem Naim menyatakan Hamas tidak lagi melihat pentingnya gencatan senjata dengan Israel selama rakyat Gaza terus menderita.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pejabat senior Hamas, Basem Naim menyatakan kelompoknya tidak lagi melihat pentingnya gencatan senjata dengan Israel selama rakyat Gaza terus menderita.
Pandangan tersebut Naim ungkapkan dalam wawancara dengan kantor berita AFP, Selasa (29/4/2025) lalu.
"Tidak ada gunanya terlibat dalam perundingan atau mempertimbangkan usulan gencatan senjata baru selama perang kelaparan dan pembantaian masih berlangsung di Jalur Gaza," tegas Naim.
Ia juga mendesak masyarakat internasional mendesak Israel agar segera menghentikan konflik.
“Desak Netanyahu agar menghentikan kejahatan kelaparan, kehausan, dan pembunuhan,” ujarnya.
Pernyataan ini muncul sehari setelah militer Israel mengumumkan rencana memperluas operasi militer di Gaza.
Sebelumnya, seorang pejabat Hamas yang berbicara kepada saluran berita Palestine Al-Youm, kalau Hamas belum menerima ide baru dari perundingan yang digelar di Kairo.
Ia juga menyatakan Hamas menolak tawaran gencatan senjata sementara atau sebagian.
Lima anggota dewan eksekutif Hamas sempat bertemu pejabat Mesir di Kairo pada Sabtu lalu.
Meskipun kantor berita Reuters mengutip sumber Mesir yang menyebut adanya “terobosan”, pihak Hamas membantah klaim tersebut.
Pejabat Israel juga tidak membenarkan bahwa perundingan telah mencapai kemajuan besar, meskipun mereka mengakui ada beberapa perkembangan.
Baca juga: Netanyahu Bikin Ulah Lagi, Perintahkan IDF Basmi Hamas dan Duduki Gaza Selamanya
Hamas menilai gencatan senjata sudah tidak relevan lagi karena penderitaan warga Gaza semakin parah setiap hari.
Menurut data PBB, lebih dari 1,2 juta orang telah mengungsi sejak perang antara Hamas dan Israel pecah pada April 2023.
Situasi kemanusiaan memburuk dengan cepat.
Kelaparan akut kini melanda sebagian besar warga, mirip dengan apa yang terjadi di Sudan.
Rangkuman Peristiwa Terkini
Dikutip dari Al Jazeera, berikut ini sejumlah peristiwa terbaru yang terjadi dalam perang Israel vs Hamas.
-
Dua Warga Tewas Ditembak Israel di Gaza
Pasukan Israel dilaporkan menembak mati dua orang di Jalur Gaza utara, menurut laporan kantor berita Wafa.
Satu korban tewas di daerah al-Tuffah, sebelah timur Kota Gaza.
Sementara itu, penembakan di dekat Beit Lahia menewaskan satu orang lainnya, menurut laporan lapangan wartawan Al Jazeera.
Secara keseluruhan, serangan Israel pada hari yang sama menyebabkan sedikitnya tujuh orang meninggal dunia di Gaza.
-
Prancis Kecam Keras Rencana Israel Kuasai Gaza
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot menyebut rencana Israel untuk menguasai Gaza sebagai hal yang “tidak dapat diterima”.
Dalam wawancara radio, Barrot menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan “pelanggaran hukum humaniter” dan dikutuk keras oleh pemerintah Prancis.
Baca juga: Hamas: Israel Tak Akan Sukses Duduki Gaza, Perlawanan Semakin Kuat
Kritik ini mencerminkan ketidakpuasan internasional, bahkan dari sekutu Eropa Israel, atas operasi militer yang dinilai berlebihan.
-
Jurnalis Palestina Akan Diadili di Pengadilan Militer Israel
Ali al-Samoudi, jurnalis Palestina yang ditahan pekan lalu di kota Jenin, Tepi Barat, dijadwalkan hadir di pengadilan militer Israel hari ini.
Menurut Masyarakat Tahanan Palestina, pihak Israel belum memberikan alasan yang jelas atas penangkapannya.
Organisasi tersebut menyatakan kekhawatiran serius mengenai kesejahteraan al-Samoudi.
Disebutkan ia mengalami penyiksaan dan tidak menerima pengobatan, meski memiliki kondisi kesehatan yang memerlukan perawatan.
-
Mahasiswa Cornell Protes Perang Gaza, Pemerintah AS Bekukan Dana
Aksi solidaritas terhadap Gaza juga menggema di kampus Universitas Cornell, New York.
Para mahasiswa menggantung spanduk besar bertuliskan "GAZA" dalam huruf merah di menara ikonik McGraw Tower.
Aksi ini terjadi tak lama setelah pemerintahan Presiden Donald Trump dikabarkan membekukan lebih dari $1 miliar dana untuk universitas tersebut.
Langkah itu disebut sebagian terkait dengan upaya menekan universitas agar menindak tegas protes terhadap perang di Gaza.
Sebagai buntut dari ketegangan ini, Universitas Cornell membatalkan pertunjukan penyanyi Kehlani, yang diketahui mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Beberapa mahasiswa juga menghadapi sanksi, termasuk Momodou Taal, seorang mahasiswa PhD yang terpaksa meninggalkan Amerika Serikat setelah visanya dicabut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.