Rusia Berjanji Bantu Taliban Melawan ISIS di Afghanistan
Dulu anggap Taliban sebagai teroris, Rusia kini menjadikannya sekutu, menyatakan siap membantu melawan ISIS.
TRIBUNNEWS.COM – Rusia menyatakan kesiapannya membantu Taliban dalam memerangi ISIS-K, cabang ISIS yang berbasis di Afghanistan.
Hal ini disampaikan oleh utusan khusus Presiden Vladimir Putin kepada media pemerintah pada Jumat (2/5/2025).
Zamir Kabulov, perwakilan khusus Presiden Putin, mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti bahwa Kremlin menghargai upaya otoritas Taliban dalam memerangi ISIS-K.
"Kelompok ini, yang menganut ideologi jihad global ultra-radikal, adalah musuh bersama bagi Rusia dan Afghanistan," ujarnya.
"Kami akan memberikan setiap bantuan yang memungkinkan kepada otoritas negara ini melalui struktur khusus."
ISIS-K sebelumnya mengaku bertanggung jawab atas serangan di sebuah konser di Moskow pada Maret 2024 yang menewaskan 145 orang.
Dalam beberapa bulan setelahnya, Putin mulai menyebut Taliban sebagai “sekutu” Rusia dalam perang melawan terorisme.
Rusia terus menjalin hubungan dengan Taliban sejak kelompok itu kembali berkuasa pada 2021, menyusul penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan.
Pada 17 April lalu, Mahkamah Agung Rusia secara resmi menghapus Taliban dari daftar organisasi teroris, status yang telah disandang sejak 2003.
Meskipun langkah tersebut belum mencapai pengakuan resmi terhadap pemerintahan Taliban, hal ini mencerminkan pergeseran kebijakan Kremlin ke arah aliansi regional baru, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina membuat hubungan dengan mitra tradisional memburuk, menurut Moscow Times.
Sejumlah pejabat Rusia juga menyerukan kepada negara-negara Barat untuk mencabut sanksi terhadap Taliban.
Pada 1980-an, Uni Soviet pernah terlibat dalam perang selama satu dekade di Afghanistan—konflik yang kemudian melahirkan kelompok pejuang mujahidin, banyak di antaranya menjadi bagian dari Taliban.
Baca juga: Dari Teroris Menjadi Tamu Undangan, Mengapa Rusia Cabut Larangan Terhadap Taliban?
Para sejarawan sering menyebut konflik ini sebagai salah satu faktor yang mempercepat runtuhnya Uni Soviet.
Hak-Hak Perempuan Afghanistan di Bawah Pemerintahan Taliban
Sementara itu, sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, hak-hak perempuan terus ditekan dan dibatasi.
Hal ini diungkap dalam laporan terbaru UNAMA (Misi Bantuan PBB untuk Afghanistan) yang dirilis pada 1 Mei 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.