Selasa, 30 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Kecaman untuk Israel Memuncak di ICJ, Kapal yang Membawa Bantuan untuk Gaza Diserang di Malta

Israel mendapat banyak kecaman selama sidang ICJ. Di saat yang sama, kapal yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza diserang.

Tangkap layar YouTube CNN-News18
BLOKADE ISRAEL - Tangkap layar YouTube CNN-News18 pada 2 Mei 2025, memperlihatkan laporan kapal bantuan yang terbakar di Malta. Kapal tersebut membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM – Kecaman internasional terhadap Israel memuncak pada Jumat (2/5/2025), setelah sebuah kapal yang membawa bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza dikepung dan diserang oleh pesawat tanpa awak.

Kapal tersebut dilumpuhkan di lepas pantai Malta.

Mengutip courthousenews.com, serangan terhadap kapal Conscience, kapal yang dioperasikan oleh aktivis pro-Palestina, terjadi pada hari yang sama ketika sidang Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza berakhir.

Kapal Conscience saat itu bersiap berlayar menuju Gaza dalam upaya menerobos blokade Israel.

Namun, awak kapal melaporkan bahwa mereka diserang oleh pesawat tanpa awak sekitar pukul 00.23 dini hari, Jumat.

Serangan itu, yang terjadi sekitar 22 km dari pantai Malta di perairan internasional, memicu kebakaran besar.

"Pesawat tanpa awak bersenjata menyerang bagian depan kapal sipil tak bersenjata sebanyak dua kali, menyebabkan kebakaran dan kebocoran besar di lambung kapal," ujar Freedom Flotilla, organisasi yang dikelola oleh aktivis pro-Palestina, dalam sebuah pernyataan.

Kelompok itu menyalahkan Israel atas serangan tersebut.

SIDANG ICJ - Foto suasana sidang dengar pendapat umum yang digelar 28 April 2025-2 Mei 2025, mengenai tuntutan negara-negara atas Israel yang memblokir bantuan terhadap Palestina.
SIDANG ICJ - Foto suasana sidang dengar pendapat umum yang digelar 28 April 2025-2 Mei 2025, mengenai tuntutan negara-negara atas Israel yang memblokir bantuan terhadap Palestina. (icj-cij.org)

Menurut pejabat Malta, kapal Conscience dalam kondisi lumpuh dan berisiko tenggelam, meskipun seluruh awak kapal berhasil diselamatkan dan selamat.

Kapal itu sebelumnya dijadwalkan menjemput aktivis iklim dan pro-Palestina asal Swedia, Greta Thunberg, serta sejumlah lainnya di Malta sebelum melanjutkan perjalanan ke Gaza.

"Duta besar Israel harus dipanggil dan diminta bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional, termasuk blokade yang sedang berlangsung dan pemboman terhadap kapal sipil kami di perairan internasional," tegas kelompok tersebut.

Baca juga: Indonesia Minta ICJ Keluarkan Fatwa Hukum: Palestina Berhak Menentukan Nasib Sendiri

Sidang ICJ berlangsung selama satu minggu

Pekan ini, panel yang terdiri dari 12 hakim di ICJ, yang berbasis di Den Haag dan merupakan pengadilan tertinggi PBB, mendengarkan pendapat dari 40 negara dan tiga organisasi mengenai situasi di Gaza.

Hampir semua diplomat dan pengacara memperingatkan tentang bencana kemanusiaan yang tengah terjadi di wilayah tersebut.

Para hakim diminta memberikan "pendapat penasihat" terkait kewajiban kemanusiaan Israel sebagai kekuatan pendudukan dan anggota PBB terhadap rakyat Palestina.

Israel menolak untuk ikut serta dalam sidang tersebut dan mengecamnya.

Sejumlah negara, tidak termasuk Amerika Serikat, menyampaikan kecamannya terhadap tindakan Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

“Situasinya semakin memburuk,” ujar Ma Xinmin, perwakilan China, kepada pengadilan pada Jumat.

“Di Gaza dan wilayah pendudukan lainnya, kita menyaksikan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mengancam kehidupan orang-orang yang telah lama menderita.”

Sebelumnya, pada Rabu (30/4/2025), diplomat senior Qatar, Mutlaq Al-Qahtani, mengecam Israel dan menuduh negara itu melancarkan perang genosida terhadap rakyat Palestina serta menggunakan bantuan kemanusiaan sebagai senjata.

"Mereka terus melancarkan perang genosida terhadap rakyat Palestina, khususnya di Gaza," katanya, seperti tertuang dalam dokumen pengadilan.

Dalam dua bulan terakhir, Israel telah memberlakukan blokade ketat terhadap pengiriman bantuan ke Jalur Gaza.

Pada Jumat, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) memperingatkan bahwa kapasitas para pekerja bantuan untuk membantu warga Gaza berada di ambang kehancuran total.

"Enam minggu permusuhan yang intens, dikombinasikan dengan pemblokiran total bantuan selama dua bulan, telah membuat warga sipil kehilangan akses terhadap kebutuhan dasar untuk bertahan hidup," kata ICRC.

Sejak perang antara Hamas dan Israel meletus pada 7 Oktober 2023, lebih dari 52.000 orang dilaporkan tewas di Gaza akibat serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut.

Pada hari yang sama, Amnesty International mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pengepungan Israel terhadap Gaza.

Baca juga: Berita Internasional Terpopuler: Di Sidang ICJ, Inggris Minta Israel Patuhi Hukum - Perang Dagang AS

"Ini adalah genosida yang nyata," ujar Erika Guevara Rosas, Direktur Riset dan Advokasi Amnesty.

Organisasi itu mengatakan telah mengumpulkan berbagai kesaksian yang mengungkapkan besarnya penderitaan manusia akibat pengepungan total Israel selama dua bulan, di mana kelaparan dan penolakan terhadap akses kebutuhan pokok digunakan sebagai senjata perang yang melanggar hukum internasional.

Sidang ini bermula dari undang-undang yang disahkan oleh parlemen Israel pada Oktober 2024 yang melarang Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) beroperasi di Gaza dan Tepi Barat.

Israel menuduh sejumlah staf UNRWA terlibat dalam serangan pada 7 Oktober, tetapi hingga kini belum memberikan bukti yang mendukung tuduhan tersebut.

Pemerintah Amerika Serikat mendukung keputusan Israel untuk melarang UNRWA.

Pada Senin (28/4/2025), pejabat tinggi Palestina, Ammar Hijazi, mengatakan kepada para hakim bahwa seluruh toko roti yang didukung PBB di Gaza terpaksa ditutup.

"Sembilan dari sepuluh warga Palestina tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman. Gudang milik PBB dan organisasi internasional lainnya kosong," ujar Hijazi.

"Itulah kenyataannya. Kelaparan sedang terjadi. Bantuan kemanusiaan telah dijadikan senjata perang."

Saat sidang dibuka pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, mengecam pengadilan tersebut sebagai tidak sah.

"Yang seharusnya diadili bukanlah Israel. Justru PBB dan UNRWA-lah yang pantas diadili," katanya kepada wartawan.

PBB memperkirakan bahwa sekitar 500.000 warga Palestina telah mengungsi sejak gencatan senjata dua bulan berakhir pada pertengahan Maret, menyusul dimulainya kembali blokade bantuan oleh Israel ke Gaza—wilayah yang dihuni lebih dari dua juta orang Palestina.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan