Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Kremlin: Putin Terbuka untuk Damai, tapi Konflik Ukraina Terlalu Rumit untuk Diselesaikan Cepat

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menegaskan meskipun Rusia tidak menutup pintu untuk negosiasi damai, tidak ada langkah yang bisa dipaksakan sepihak

Kremlin/Sofya Sandurskaya, TASS
PUTIN TEMUI SANDERA - Foto Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu mantan sandera Israel-Rusia, Alexander Troufanov, ibunya Yelena Troufanova, dan tunangannya Sapir Cohen di Kremlin, Moskow, pada Rabu (16/4/2025). Pada hari Jumat, Kremlin menanggapi ancaman Trump yang akan tarik AS dari perundingan Rusia-Ukraina jika gagal mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang. 

TRIBUNNEWS.COM - Kremlin menyatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin tetap terbuka terhadap upaya perdamaian dengan Ukraina.

Moskow menegaskan, kompleksitas konflik membuat tidak realistis jika mengharapkan penyelesaian cepat seperti yang diinginkan Washington.

Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Rusia, menyusul agresi militer yang masih berlangsung di wilayah Ukraina sejak invasi diluncurkan pada Februari 2022.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan meskipun Rusia tidak menutup pintu untuk negosiasi damai, tidak ada langkah yang bisa dipaksakan secara sepihak.

"Presiden Putin tetap terbuka terhadap dialog, tetapi proses ini sangat kompleks," kata Peskov seperti dilaporkan Reuters.

Menurut Peskov, harapan beberapa pihak Barat, termasuk Amerika Serikat, untuk mendorong resolusi cepat sangat sulit diwujudkan.

Ia menyoroti bahwa berbagai faktor geopolitik, militer, dan ekonomi telah memperumit jalur menuju perdamaian.

Kremlin juga menuduh Barat — khususnya NATO dan Amerika Serikat — memperpanjang konflik dengan terus memasok senjata dan dukungan logistik kepada Ukraina.

Di sisi lain, Rusia tetap mempertahankan narasi bahwa operasi militernya bertujuan untuk "denazifikasi" dan "demiliterisasi" Ukraina, klaim yang telah dibantah oleh Kyiv dan sekutunya.

Sementara itu, Ukraina menegaskan, tidak akan menyerah pada tekanan atau negosiasi yang menguntungkan Rusia secara sepihak.

Dikutip dari Al Jazeera, Presiden Volodymyr Zelensky sebelumnya menyatakan bahwa syarat perdamaian harus mencakup penarikan penuh pasukan Rusia dari wilayah Ukraina, termasuk Krimea.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.163: UE Siapkan Rencana B Jika AS Lepas Tangan dari Perundingan Damai

Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda konkret dari kedua belah pihak untuk duduk bersama dalam pembicaraan yang serius.

Para pengamat menilai, pernyataan Kremlin ini lebih merupakan sinyal politik untuk membentuk narasi bahwa Rusia bukan pihak yang menghambat perdamaian, sambil tetap melanjutkan operasi militer di lapangan.

Sebaliknya, AS dan mitra Eropa terus menekankan bahwa tanggung jawab untuk mengakhiri perang ada di tangan Rusia, dengan menyerukan penghentian agresi dan penghormatan terhadap kedaulatan Ukraina.

Konflik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini telah menyebabkan puluhan ribu korban jiwa dan kehancuran infrastruktur besar-besaran di Ukraina.

Dampaknya juga terasa secara global, termasuk gangguan pasokan pangan dan energi.

Seiring dengan kebuntuan diplomatik, dunia kini menanti apakah ada terobosan nyata menuju gencatan senjata atau kesepakatan damai jangka panjang.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved