Konflik Suriah
Pentagon Tarik 1000 Tentara dari Suriah: Ini Alasannya
Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, menjelaskan bahwa proses penarikan akan dilakukan secara bertahap dan berdasarkan kondisi di lapangan.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
timtribunsolo
TRIBUNNEWS.COM - Pentagon, yang merupakan badan pertahanan Amerika Serikat, baru-baru ini mengumumkan keputusan untuk menarik sekitar 1000 tentara dari Suriah.
Keputusan ini tidak hanya mengubah jumlah total pasukan di lapangan tetapi juga mencerminkan perubahan strategi militer AS di wilayah yang telah menjadi fokus selama satu dekade terakhir.
Mengapa Pentagon Mengurangi Pasukan di Suriah?
Pada Jumat, 18 April 2025, Pentagon menginformasikan bahwa mereka akan memangkas hampir setengah dari total personel mereka yang sebelumnya berjumlah sekitar 2000.
Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, menjelaskan bahwa proses penarikan akan dilakukan secara bertahap dan berdasarkan kondisi di lapangan.
Walaupun tidak disebutkan lokasi spesifik, Parnell menyatakan bahwa pasukan akan dipusatkan di beberapa titik strategis.
Apa Dampak dari Penarikan ini?
Langkah ini menandai pergeseran signifikan dalam strategi militer Washington, terutama dalam perang melawan kelompok teroris Negara Islam (ISIS) yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Meskipun kekuatan ISIS telah berkurang sejak 2019, sisa-sisa militannya masih aktif, terutama di daerah pedesaan, dan sering kali melancarkan serangan sporadis.
Presiden AS sebelumnya, Donald Trump, juga mengungkapkan pandangannya tentang keterlibatan militer AS di Suriah.
Dalam sebuah pernyataan di platform Truth Social pada Desember lalu, Trump menegaskan, "Suriah memang kacau, tetapi bukan teman kita dan Amerika Serikat tidak boleh bergabung dengannya; ini bukan perjuangan kita." Pernyataan ini menggambarkan perubahan arah kebijakan luar negeri AS yang lebih fokus pada isu domestik dan pengurangan keterlibatan militer di luar negeri.
Bagaimana Situasi Politik dan Keamanan di Kawasan?
Penarikan tentara ini juga terjadi di tengah dinamika politik dan keamanan yang kompleks di kawasan tersebut.
Setelah presiden Suriah, Bashar al-Assad, digulingkan oleh pemberontak Islamis pada akhir 2024, AS sempat meningkatkan operasi militer mereka.
Namun, fokus Washington mulai berubah ketika kelompok Houthi di Yaman melancarkan serangan terhadap jalur pelayaran internasional pada akhir 2023.
Di samping itu, pasukan AS di Suriah dan Irak menjadi target serangan dari milisi pro-Iran, terutama sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023.
Sebagai respons, AS melakukan serangan udara terhadap beberapa target yang terkait dengan Iran.
Meskipun ketegangan ini telah mereda, risiko serangan terhadap pasukan AS tetap ada.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.