Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Hadapi Tarif Impor Trump, Haidar Alwi Minta Pemerintah Tak Tergantung Satu Kekuatan Besar
Haidar Alwi, menyoroti dinamika pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat pasca terpilih kembali tahun 2024.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, menyoroti dinamika pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat pasca terpilih kembali tahun 2024
Haidar Alwi menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Amerika harus menjadi peringatan serius bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kemenangan Trump yang dibalut jargon nasionalisme ekonomi justru melahirkan kebijakan tarif tinggi yang merusak ekosistem perdagangan internasional dan memicu gelombang inflasi global.
Dirinya menyebut tindakan itu sebagai bentuk neo-merkantilisme destruktif yang memperlihatkan kekeliruan fundamental dalam memahami keterkaitan ekonomi antarnegara.
“Tarif tinggi memang melindungi industri tertentu dalam jangka pendek, tapi memukul daya beli, menaikkan ongkos produksi, dan menghantam petani serta manufaktur kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi domestik,” kata Haidar Alwi melalui keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).
Belajar dari kekeliruan Trump dan Brexit, Haidar Alwi menawarkan formula solusi konkret dan multidimensi bagi Indonesia.
Hal ini agar tidak terseret dalam arus global yang membahayakan stabilitas jangka panjang.
"Pemerintah harus memperkuat capacity for policy calibration, yakni kemampuan untuk menyesuaikan kebijakan ekonomi secara presisi berdasarkan dinamika domestik dan eksternal," katanya.
"Ini berarti penguatan data ekonomi real-time, konsolidasi lintas lembaga, dan pengembangan predictive economic modelling yang lebih akurat agar tidak terjebak dalam kebijakan populis," tambahnya.
Salah satu contoh nyata kebijakan populis yang perlu dikalibrasi ulang adalah program Makan Bergizi Gratis yang dijanjikan Prabowo Subianto dalam masa kampanye.
Meski secara niat program ini tampak mulia, namun dalam praktiknya, program ini berpotensi menjadi beban fiskal yang luar biasa besar bagi anggaran negara.
Proyeksi awal menyebutkan bahwa program ini akan menyedot lebih dari seratus triliun rupiah per tahun.
Haidar Alwi menegaskan bahwa kebijakan semacam ini harus diputuskan bukan berdasarkan sentimen elektoral semata
Melainkan berdasarkan kajian kebutuhan dan kemampuan negara secara objektif.
Dalam kondisi ekonomi global yang tidak stabil, dengan ancaman fluktuasi harga pangan, energi, serta perlambatan ekspor-impor, program yang bersifat pengeluaran besar tanpa hasil jangka panjang yang terukur harus dikaji ulang secara rasional.
"Apabila negara memaksakan menjalankan program hanya karena janji politik, tanpa dasar kemampuan anggaran dan efisiensi manfaat, maka yang dikorbankan bukan hanya stabilitas fiskal, tapi juga kepercayaan investor dan kualitas belanja negara secara keseluruhan," ujar Haidar Alwi.
Program makan bergizi gratis bisa ditunda pelaksanaannya, dialihkan menjadi proyek pilot di beberapa daerah tertentu untuk pengujian efektivitas.
Dengan pendekatan policy recalibration ini, Indonesia tidak hanya akan menghindari jebakan populisme fiskal, tetapi juga menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi.
Haidar Alwi mengingatkan bahwa kekuatan sebuah pemerintahan bukan terletak pada keberanian menepati janji, tapi pada kebijaksanaan menyesuaikannya dengan realitas.
Selain itu, menurut Haidar Alwi, Indonesia harus memperdalam keterlibatan dalam ekonomi jejaring multipolar.
Menurut Haidar Alwi, aliansi ekonomi seperti ASEAN, BRICS, dan Kemitraan Strategis Selatan bisa menjadi saluran diversifikasi pasar, penguatan teknologi, dan pengamanan rantai pasok.
"Jangan bergantung pada satu pasar ekspor atau satu kekuatan besar. Tanam akar di banyak tanah," kata Haidar Alwi.
Kemudian, dirinya mengatakan Indonesia harus melakukan pendekatan asymmetric economic diplomacy.
Strategi diplomasi ekonomi ini tidak mengandalkan kekuatan pasar semata, tapi memanfaatkan keunggulan struktural seperti stabilitas politik, bonus demografi, dan sumber daya alam strategis untuk menekan mitra dagang agar berlaku adil.
Haidar Alwi menyarankan penguatan sistem pengawasan fiskal dan moneter yang bersifat antisipatif, bukan reaktif.
Dirinya mengusulkan pembentukan Satuan Tanggap Ekonomi Global yang melibatkan ahli lintas sektor untuk memantau dan merespons gejolak ekonomi internasional secara cepat, terutama yang berdampak pada harga pangan, energi, dan komoditas utama.
Dalam pandangan Haidar Alwi, masa depan Indonesia tidak bisa digantungkan pada satu kutub kekuatan global.
Hal tersebut harus dirancang sebagai ekosistem mandiri yang mampu bertahan dalam badai geopolitik, namun tetap lentur dalam bersinergi.
Haidar Alwi menekankan bahwa janji kampanye bukanlah sekadar alat untuk meraih dukungan, melainkan kontrak kebijakan yang memiliki konsekuensi luas.
“Kita tidak bisa lagi menilai pemimpin dari betapa keras ia bersuara di panggung, tapi seberapa cermat ia mengukur efek dari setiap kata yang diucapkan,” pungkas Haidar Alwi.
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
---|
Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
---|
Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
---|
Trump Murka, Siap Gugat ke Mahkamah Agung Usai Tarif Dagang Andalannya Dinyatakan Ilegal |
---|
Acuhkan Ancaman Tarif Trump, India Tingkatkan Ekspor Minyak dari Rusia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.