Respons Ancaman Trump, Iran Tak Punya Pilihan Selain Memperoleh Senjata Nuklir jika Diserang AS
Iran mengatakan harus memperoleh senjata nuklir jika diserang oleh Amerika Serikat (AS) atau sekutunya, setelah Trump memberikan ancaman.
Penulis:
Nuryanti
Editor:
Febri Prasetyo
Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan regional telah memuncak menjadi serangan di laut dan darat.
Kemudian terjadi perang Israel-Hamas di Jalur Gaza, yang membuat Israel menargetkan para pemimpin kelompok militan di seluruh wilayah yang disebut Iran sebagai "Poros Perlawanan."
Sekarang, ketika AS melakukan serangan udara besar-besaran yang menargetkan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman, risiko aksi militer yang menargetkan program nuklir Iran masih ada.
"Kami tidak menghindari perundingan; pelanggaran janji-janji itulah yang telah menimbulkan masalah bagi kami sejauh ini," kata Pezeshkian dalam pernyataan yang disiarkan televisi selama rapat Kabinet, Minggu (30/3/2025).
"Mereka harus membuktikan bahwa mereka dapat membangun kepercayaan," imbuhnya.
Baca juga: Meningkatnya Ketegangan: Trump dan Iran di Ujung Pedang

Trump Surati Khamenei
Pada 7 Maret 2025, Trump mengatakan bahwa ia telah menulis surat kepada Khamenei untuk menyerukan perundingan nuklir dan memperingatkan kemungkinan aksi militer jika Teheran menolak.
Surat tersebut disampaikan ke Teheran pada 12 Maret oleh utusan Uni Emirat Arab, kantor berita Iran Fars melaporkan pada saat itu.
Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan tanggapan telah dikirim melalui Oman, tanpa merinci isinya.
Araghchi mengatakan Iran tidak akan terlibat dalam perundingan langsung "di bawah tekanan maksimum dan ancaman aksi militer."
Namun, dalam sambutannya, menteri tersebut membiarkan pintu terbuka untuk "perundingan tidak langsung."
Menurut NBC, Trump mengatakan pejabat AS dan Iran sedang "berbicara", tetapi ia tidak memberikan rincian.
Tanggapan Kemenlu Iran
Kementerian luar negeri Iran memanggil kuasa usaha kedutaan besar Swiss, yang mewakili kepentingan AS di Iran, "setelah adanya ancaman dari presiden AS," kata sebuah pernyataan kementerian.
"Amerika memiliki sedikitnya 10 pangkalan di kawasan sekitar Iran, dan mereka memiliki 50.000 tentara," kata Jenderal Amirali Hajizadeh, seorang komandan senior di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dikutip dari Al Arabiya.
Baca juga: Trump Murka, Ancam Bakal Lempar Bom ke Iran Jika Tolak Kesepakatan Nuklir
Diketahui, kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan negara-negara besar dunia mengharuskan Iran membatasi pemrosesan nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.
Oman telah bertindak sebagai perantara di masa lalu, tanpa adanya hubungan diplomatik AS-Iran yang terputus setelah revolusi Islam 1979.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.