Kamis, 2 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Jenderal Herzi Halevi: Saya Tak Punya Pilihan Selain Memuji Hamas yang Ninabobokan Israel

Jenderal Herzi Halevi memuji gerakan Hamas yang selama 15 bulan agresi militer Israel (IDF) perangi secara barbar di Jalur Gaza.

Anews/Tangkap Layar
PANGLIMA PERANG ISRAEL - Kepala staf militer Israel (IDF), Eyal Zamir (dua dari kanan) berdampingan dengan kepala staf lama IDF, Herzi Halevi (dua dari kiri) saat berdoa di Tembok Ratapan belum lama ini. Doa bersama ini dilakukan seusai serah terima jabatan Kepala Staf IDF. 

Jenderal Herzi Halevi: Saya Tak Punya Pilihan Selain Memuji Hamas yang Ninabobokan Israel

TRIBUNNEWS.COM - Mantan kepala staf militer Israel (IDF), Jenderal Herzi Halevi memuji kelompok perlawanan Palestina Hamas karena sukses "menipu" Israel selama serangan 7 Oktober 2023, menurut media Israel pada Minggu (15/3/2025).

"Saya tidak punya pilihan selain memuji Hamas atas penipuan yang dilakukannya terhadap kami," kata Herzi Halevi dalam rekaman yang disiarkan oleh Radio Angkatan Darat Israel, dilansir Anews.

Baca juga: Terbaca Hamas, Kepala Staf IDF Eyal Zamir Hapus Semua Cuti Rutin Tentara Israel Sepanjang Tahun

"Mereka menggunakan distraksi (gangguan) dan kekhawatiran kemanusiaan untuk menidurkan kami dan mempersiapkan serangan - dan mereka berhasil," tambahnya.

Baca juga: Hamas Obrak-abrik Pangkalan Militer Nahal Oz Israel, IDF Akui Prajuritnya Lari Sembunyi

"Dalam semua latihan militer yang telah kita lakukan dan dalam semua diskusi yang kita lakukan, kita tidak menyangka bahwa 5 persen dari apa yang terjadi (hari itu) bisa terjadi," kata mantan panglima angkatan darat itu.

Halevi meninggalkan jabatannya pada tanggal 6 Maret dan bertanggung jawab atas serangan Hamas, yang menyebabkan ratusan orang tewas dan lebih dari 250 lainnya ditawan.

Baca juga: Panglima Perang Baru Israel Bakal Copot Besar-besaran Petinggi IDF, Perang Gaza Berubah Pola

Tentara Israel melancarkan agresi militer brutal menyusul serangan Hamas, menewaskan lebih dari 48.500 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan melukai lebih dari 111.000 lainnya sejak Oktober 2023.

Serangan yang meninggalkan Gaza dalam kehancuran itu terhenti berdasarkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, yang berlaku pada bulan Januari.

November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas kampanye militernya.

Baca juga: Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu

AGRESI - Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)
AGRESI - Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

Pada Akhirnya, Hamas Lah yang Akan Bertahan

Soal perkembangan terkini di Gaza, analis dan penulis Israel, Gideon Levy mengatakan kalau apa yang gagal dicapai Israel dengan kekuatan paling "barbar" dalam sejarahnya tidak akan tercapai dengan kekuatan yang lebih brutal di Gaza.

Tulisan Gideon Levy ini merujuk pada rencana Israel untuk melanjutkan perang Gaza dengan menekan Hamas secara bertahap, dengan blokade bantuan dan pemutusan pasokan listrik, sebelum mengerahkan pasukan lebih besar dari agresi sebelumnya ke Gaza.

Baca juga:  Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza

Dia menulis dalam sebuah artikel di media Israel, Haaretz kalau Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas pada akhirnya akan bertahan dari perang berdarah di mana ratusan tentara Israel dan puluhan ribu warga Gaza terbunuh.

Perang berdarah di Gaza ini memiliki daya dan tingkat kerusakan yang sama besarnya dengan yang dialami di Dresden, ibu kota negara bagian Saxony di Jerman, selama Perang Dunia II.

Baca juga: AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara 

Levy menambahkan kalau Israel harus mengakui bahwa hanya Hamas yang akan tetap berada di Jalur Gaza, dan Israel harus belajar dari kenyataan ini.

"Patut dicatat, Gideon Levy menyebutkan Hamas sebanyak 24 kali dalam artikelnya, yang menegaskan klaimnya bahwa Gerakan Perlawanan Palestina tersebut, meskipun telah menderita kerusakan militer yang signifikan, akan pulih," tulis laporan Khaberni, Kamis (13/3/2025) mengutip ulasan Levy.

BRIGADE AL-QASSAM - Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam berdiskusi di atas panggung dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025) yang membebaskan 6 sandera Israel, dengan imbalan 602 tahanan Palestina.
BRIGADE AL-QASSAM - Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam berdiskusi di atas panggung dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025) yang membebaskan 6 sandera Israel, dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

Ideologi Perlawanan Hamas Tumbuh Kuat Selama Perang 

Secara politis dan ideologis, Levy mengakui kalau Hamas tumbuh lebih kuat selama perang Gaza dalam 15 bulan agresi pasukan Israel (IDF).

"Hamas menghidupkan kembali ideologi (mental dan cara pandang) perjuangan Palestina, yang diyakini Israel dan dunia, telah dilupakan," kata Gideon Levy.

Intinya dalam konteks ideologis dan politis, menurut Levy, Israel tidak dapat mengubah fakta kalau Hamas akan tetap eksis dan ada. 

"Israel tidak memiliki kemampuan untuk menunjuk badan pemerintahan lain di Gaza, bukan hanya karena keberadaan badan tersebut dipertanyakan, tetapi juga, dan terutama, karena ada batasan terhadap kewenangannya, yaitu kewenangan negara pendudukan (agresor yang tidak memiliki legitimasi)," papar Gideon Levy.

Baca juga: Qassam Balas Ultimatum Israel: Tel Aviv Saksikan Lagi Kematian Sandera Jika IDF Nekat Lanjut Perang

personel Brigade Al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas
SAYAP MILITER - Foto file Khaberni yang diambil, Kamis (13/3/2025) yang menunjukkan personel Brigade Al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas saat berkumpul dalam parade militer. Seorang analis dan penulis Israel, Gideon Levy meyakini kalau Hamas akan tetap eksis terlepas dari niat Israel melancarkan perang lagi di Gaza dengan kekuatan yang lebih besar dari agresi sebelumnya.

Oleh karena itu, Levi percaya bahwa pembicaraan tentang “The Day After Hamas" atau "Hari Setelah Hamas” adalah menyesatkan.

Sebagai konteks, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kerap melontarkan rencana 'The After' dengan membayangkan Gaza akan dikelola bukan oleh Hamas yang diskenariokan sudah dibasmi IDF.

Pada faktanya, sirat Gideon Levy, wacana ini bahkan masih jauh dari kenyataan di lapangan. 

 “Tidak ada hari setelah Hamas, dan kemungkinan besar tidak akan ada hari setelah Hamas dalam waktu dekat,” kata Levy.

Ia mengaitkan hal ini dengan fakta kalau Hamas adalah satu-satunya badan pemerintahan di Jalur Gaza, setidaknya dalam situasi saat ini yang hampir tidak dapat diubah. 

"Oleh karena itu, (rencana) "hari berikutnya" harus menyertakan eksistensi Gerakan Perlawanan Hamas, dan Israel harus terbiasa dengan hal itu," saran Levy.

Baca juga: Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu

PASUKAN PERTAHANAN ISRAEL - Foto yang diambil dari laman resmi IDF tanggal 12 Maret 2025 memperlihatkan beberapa tentara Israel saat beroperasi. IDF dilaporkan kekurangan tentara.
PASUKAN PERTAHANAN ISRAEL - Foto yang diambil dari laman resmi IDF tanggal 12 Maret 2025 memperlihatkan beberapa tentara Israel saat beroperasi. IDF dilaporkan kekurangan tentara. (IDF)

Langkah Sia-sia Jika Israel Kembali Memulai Perang

Kesimpulan pertama tulisan Gideon Levy ini adalah kalau memulai kembali perang di Gaza adalah langkah yang sia-sia, bagi Israel khususnya. 

"Tindakan itu akan membunuh tahanan Israel yang tersisa dan puluhan ribu warga Gaza, dan pada akhirnya, Hamas akan bertahan hidup," kata dia.

Alih-alih melancarkan perang lagi "untuk mencabut Hamas dari kekuasaan dan omong kosong lainnya," kata Levy, "kita harus membiasakan diri dengan keberadaannya."

Ia menambahkan kalau situasi ini mengharuskan Israel untuk bernegosiasi dengan gerakan tersebut.

Ia juga mengatakan: "Jika Israel menepati janjinya seperti yang dilakukan Hamas, kita sekarang akan berada di tahap kedua dan ketiga perjanjian gencatan senjata."

Ia melanjutkan bahwa jika Israel memiliki seorang negarawan dengan visi dan keberanian—sebuah ide yang mungkin tidak ada harapan, katanya—dia akan mencoba berbicara dengan Hamas secara langsung, di depan umum, dan di hadapan semua orang di Gaza atau Yerusalem.

Baca juga: Bukan Cuma Israel, Otoritas Palestina Juga Gerah Hamas Bernegosiasi Langsung dengan AS

Meskipun Gideon Levy percaya bahwa akan lebih baik jika Gaza memiliki pemerintahan yang berbeda, ia mengakui bahwa pilihan ini tidak dapat dicapai dalam waktu dekat.

Menurutnya, mustahil menunjuk seorang pemimpin di Jalur Gaza, bahkan Mohammed Dahlan, tanpa persetujuan Hamas.

Mohammed Dahlan adalah mantan kepala Keamanan Preventif Otoritas Palestina di Gaza dan anggota senior Fatah yang menentang presiden Mahmoud Abbas.

Levy yakin kalau "Otoritas Palestina, yang katanya perlahan-lahan 'sekarat' kehilangan pengaruh dan legitimasi di Tepi Barat, tidak akan tiba-tiba hidup kembali di Gaza."

 

(oln/Anews/khbrn/*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved