Konflik Palestina Vs Israel
Para Pejabat AS Panik, Klarifikasi Pernyataan Trump Soal Mengambil Alih Jalur Gaza
Para pejabat di AS panik setelah Presiden Donald Trump menyatakan akan mengambil alih Jalur Gaza saat bertemu PM Israel, Benjamin Netanyahu.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat para pejabat panik setelah menyatakan akan mengambil alih Jalur Gaza.
Trump mengatakan AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina yang ada di sana.
Pernyataan Trump ini muncul setelah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
"AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan kami juga akan melakukan pekerjaan di sana," kata Trump, dikutip dari CNN.
"Kami akan memilikinya dan bertanggung jawab untuk membongkar semua bom berbahaya yang belum meledak dan senjata lainnya di lokasi tersebut, meratakan lokasi tersebut dan menyingkirkan bangunan-bangunan yang hancur," ucap Trump melanjutkan.
Trump bahkan mengatakan dirinya tidak segan-segan akan menerjunkan pasukan AS untuk proses pengambilalihan Jalur Gaza itu.
"Sejauh menyangkut Gaza, kami akan melakukan apa yang diperlukan. Jika diperlukan, kami akan melakukannya. Kami akan mengambil alih bagian yang akan kami kembangkan," ungkap Trump.
Mendengar pernyataan Trump, para pejabat AS pun berlomba-lomba untuk melakukan klarifikasi.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth mengatakan Pentagon siap untuk mempertimbangkan semua opsi untuk Gaza.
"Mengenai masalah Gaza, definisi kegilaan adalah mencoba melakukan hal yang sama berulang-ulang kali," kata Hegseth, dikutip dari Al Arabiya.
"Presiden bersedia berpikir di luar kotak, mencari cara-cara baru, unik, dan dinamis untuk memecahkan masalah-masalah yang selama ini terasa sulit dipecahkan."
Baca juga: PBB Terkejut dengan Usulan Donald Trump soal AS Akan Ambil Alih Jalur Gaza
"Kami siap mempertimbangkan semua opsi," imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan, Trump hanya berusaha untuk memindahkan sekitar 1,8 juta warga Gaza sementara untuk memungkinkan rekonstruksi.
Rubio menggambarkan proposal Trump sebagai tawaran yang "sangat murah hati" untuk membantu pembersihan puing-puing dan rekonstruksi daerah kantong tersebut.
"Untuk sementara, jelas orang-orang harus tinggal di suatu tempat sementara Anda membangunnya kembali," kata Rubio, dikutip dari Arab News.
Leavitt mengatakan dalam sebuah pengarahan dengan wartawan di Washington bahwa Gaza adalah “lokasi pembongkaran” dan merujuk pada rekaman kehancuran tersebut.
"Presiden telah menjelaskan bahwa mereka perlu direlokasi sementara dari Gaza," jelas Leavitt.
Gaza, kata Leavitt, adalah tempat yang tidak layak huni bagi manusia dan mengatakan akan menjadi “kejahatan untuk menyarankan bahwa orang-orang harus hidup dalam kondisi yang mengerikan seperti itu”.
Komentar mereka bertentangan dengan Trump, yang mengatakan:
"Jika kita bisa mendapatkan daerah yang indah untuk memukimkan kembali orang-orang, secara permanen, di rumah-rumah yang bagus di mana mereka bisa bahagia dan tidak ditembak dan tidak dibunuh dan tidak ditikam sampai mati seperti apa yang terjadi di Gaza."
Trump menambahkan bahwa dia membayangkan kepemilikan AS “jangka panjang” atas pembangunan kembali wilayah tersebut, yang terletak di sepanjang Laut Mediterania.
Reaksi Dunia
Pernyataan Trump untuk "memiliki" Gaza telah mendapatkan reaksi beragam dari berbagai pihak.
Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri mengatakan seruan agar warga Palestina di Gaza dibersihkan secara etnis adalah “pengusiran dari tanah mereka”.
"Pernyataan Trump tentang keinginannya untuk menguasai Gaza adalah konyol dan tidak masuk akal, dan ide-ide semacam ini dapat memicu kerusuhan di wilayah tersebut," kata Abu Zuhri, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Sikap Resmi Pemerintah Indonesia soal Rencana Donald Trump Mau Ambil Alih Gaza
"Kami menganggap (rencana itu) sebagai resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut karena rakyat Gaza tidak akan membiarkan rencana semacam itu terlaksana," lanjutnya.
Pejabat senior Hamas lainnya, Izzat al-Risheq, mengatakan usulan tersebut “hanya akan menambah panasnya situasi”.
"Pernyataan-pernyataan ini mencerminkan kebingungan dan ketidaktahuan yang mendalam tentang Palestina dan wilayah tersebut."
"Gaza jelas bukan tanah milik bersama dan bukan properti yang dapat diperjualbelikan."
"Bias Amerika terhadap Israel dan terhadap rakyat Palestina serta hak-hak mereka yang adil terus berlanjut," ungkap al-Risheq.
Sementara itu, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dengan tegas menolak segala rencana untuk mengusir warga Palestina dari Gaza.
"Kami tidak akan membiarkan pelanggaran hak-hak rakyat kami, yang telah kami perjuangkan selama puluhan tahun dan telah kami korbankan dengan pengorbanan besar."
"Seruan-seruan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional," ujar Abbas.
Tak hanya dari Palestina, Arab Saudi dengan tegas mengatakan tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel tanpa pembentukan negara Palestina.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihaknya menolak segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka dan menggambarkan pendiriannya sebagai “jelas dan eksplisit” serta tidak dapat dinegosiasikan.
"Arab Saudi juga menegaskan kembali penolakan tegas yang telah diumumkan sebelumnya terhadap segala bentuk pelanggaran hak-hak sah rakyat Palestina, baik melalui kebijakan pemukiman Israel, aneksasi tanah Palestina, atau upaya penggusuran rakyat Palestina dari tanah mereka," tulis pernyataan Kemenlu Arab Saudi.
Kemudian, Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty membahas rencana Trump dengan Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa.
Mereka berbicara tentang pentingnya melanjutkan proyek pemulihan di Gaza tanpa warga Palestina meninggalkan wilayah tersebut.
Bahkan, Senator AS Chris Van Hollen mengatakan usulan Trump untuk mengusir warga Gaza adalah pembersihan etnis dengan nama lain.
Baca juga: Merespons Rencana Trump, Presiden Palestina Mahmoud Abbas Tolak Keras Upaya AS Ambil Alih Jalur Gaza
"Deklarasi ini akan memberi amunisi kepada Iran dan musuh lainnya sambil melemahkan mitra Arab kita di kawasan tersebut," ungkap Van Hollen.
Van Hollen mengatakan usulan Trump menentang dukungan bipartisan Amerika selama puluhan tahun untuk solusi dua negara.
"Kongres harus menentang skema yang berbahaya dan gegabah ini," tegasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.