Konflik Palestina Vs Israel
Untuk Pertama Kalinya, Israel Izinkan Ribuan Warga Palestina Kembali ke Gaza Utara yang Hancur Parah
Israel kini mulai mengizinkan ribuan warga Palestina untuk kembali ke wilayah utara Jalur Gaza.
TRIBUNNEWS.COM - Israel mulai mengizinkan ribuan warga Palestina untuk kembali ke wilayah utara Jalur Gaza yang hancur parah, untuk pertama kalinya sejak minggu-minggu awal perang 15 bulan dengan Hamas, Senin (27/1/2025).
Warga Palestina yang telah berlindung di kamp tenda kumuh dan sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan selama lebih dari setahun, sangat ingin kembali ke rumah mereka, meskipun tahu bahwa rumah mereka kemungkinan telah rusak atau hancur.
Banyak yang khawatir Israel akan membuat eksodus mereka permanen.
Mereka menyatakan kekhawatiran serupa tentang gagasan yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memukimkan kembali sejumlah besar warga Palestina di Mesir dan Yordania.
Ismail Abu Matter, ayah empat anak yang telah menunggu selama tiga hari sebelum menyeberang bersama keluarganya, menggambarkan suasana kegembiraan di sisi lain.
Saat mereka dipertemukan kembali dengan sanak saudara, orang-orang bernyanyi, berdoa, dan menangis.
“Itulah kegembiraan kembali,” kata Abu Matter, Senin, seperti diberitakan AP News.
“Kami pikir kami tidak akan kembali, seperti nenek moyang kami," lanjutnya.
Sementara itu, Hamas mengatakan bahwa kepulangan ini adalah “kemenangan bagi rakyat kami, dan sebuah deklarasi kegagalan dan kekalahan bagi pendudukan (Israel) dan rencana pemindahan.”
Keinginan Warga Kembali ke Gaza Utara
Pada Minggu (26/1/2025), warga Palestina yang berkumpul di sepanjang Jalan Al-Rasheed berharap untuk kembali ke Gaza utara.
Baca juga: Jihad Islam Palestina Sebut Trump Dukung Kejahatan Perang dengan Serukan Pembersihan Etnis Gaza
Mereka bertekad kembali meskipun daerah itu hancur akibat serangan militer Israel selama 15 bulan terakhir.
"Kami sudah di sini sejak tadi malam dan kami di sini, bersikeras untuk kembali, bahkan jika kami tinggal di reruntuhan rumah kami," ucap seorang warga yang berkemah di sepanjang jalan kepada Al Jazeera.
"Kami teguh karena kami adalah pemilik sah tanah ini," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa leluhurnya telah memegang kunci rumah mereka selama tujuh dekade, ketika pendudukan Israel di Palestina dimulai dan 750.000 orang diusir selama “Nakba”, atau bencana.
Perintah Evakuasi oleh Israel
Israel memerintahkan evakuasi besar-besaran wilayah utara pada hari-hari awal perang dan menutupnya segera setelah pasukan darat bergerak masuk.
Sekitar satu juta orang melarikan diri ke selatan pada bulan Oktober 2023, sementara ratusan ribu orang tetap tinggal di utara, yang mengalami pertempuran terberat dan kerusakan terburuk selama perang.
Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025).
Tetapi militer telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.
Gencatan senjata ini bertujuan untuk mengakhiri perang paling mematikan dan paling merusak yang pernah terjadi antara Israel dan Hamas, serta mengamankan pembebasan puluhan sandera yang ditangkap dalam serangan militan pada 7 Oktober 2023, yang memicu pertempuran tersebut.
Baca juga: IRGC Iran Luncurkan Drone Super-Berat Gaza dan Rudal AI Saat Israel Ogah Angkat Kaki dari Lebanon

Dalam perkembangannya, Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar sebagian besar penduduk Gaza setidaknya dipindahkan sementara ke tempat lain, termasuk di Mesir dan Yordania, untuk "membersihkan" daerah kantong yang dilanda perang itu.
Mesir, Yordania, dan Palestina sendiri sebelumnya telah menolak skenario semacam itu.
Berdasarkan gencatan senjata Israel-Hamas, Israel akan mulai mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara dengan berjalan kaki melalui apa yang disebut koridor Netzarim yang membelah wilayah tersebut.
Hamas telah membebaskan empat tentara wanita muda Israel, dan Israel membebaskan sekitar 200 tahanan Palestina, yang sebagian besar menjalani hukuman seumur hidup setelah dihukum karena serangan mematikan.
Namun Israel mengatakan sandera lainnya, warga sipil perempuan Arbel Yehoud, seharusnya dibebaskan juga, dan Israel tidak akan membuka koridor Netzarim sampai dia dibebaskan.
Israel juga menuduh Hamas gagal memberikan perincian tentang kondisi sandera yang akan dibebaskan dalam beberapa minggu mendatang.
Baca juga: Koridor Netzarim Dibuka, Israel Mulai Izinkan Pengungsi Palestina Kembali ke Gaza Utara
Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, yang menengahi gencatan senjata, bekerja untuk mengatasi perselisihan tersebut.
Sekitar 90 sandera masih ditahan di Gaza, dan otoritas Israel meyakini sedikitnya sepertiga, dan hingga setengah dari mereka, tewas dalam serangan awal atau meninggal saat ditawan.
Tahap pertama gencatan senjata berlangsung hingga awal Maret dan mencakup pembebasan total 33 sandera dan hampir 2.000 tahanan Palestina.
Tahap kedua — dan yang jauh lebih sulit — belum dinegosiasikan.
Hamas mengatakan tidak akan membebaskan sandera yang tersisa tanpa mengakhiri perang, sementara Israel mengancam akan melanjutkan serangannya hingga Hamas dihancurkan.
Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 47.306 warga Palestina dan melukai 111.483 orang sejak 7 Oktober 2023.
Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.