Pakistan Hadapi Risiko Terjebak Siklus Utang Tanpa Akhir
Pakistan memprioritaskan pembayaran utang ketimbang kebutuhan pembangunan yang penting,
Selain utang dalam negeri yang tinggi, ketergantungan Pakistan pada pinjaman luar negeri telah memperdalam kerentanan keuangan negara.
Sebagian besar utang luar negeri ini berasal dari pinjaman infrastruktur Tiongkok di bawah inisiatif Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC).
Ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, proyek-proyek CPEC telah berkontribusi pada membengkaknya kewajiban utang luar negeri Pakistan.
Mengingat, banyak persyaratan pinjaman Tiongkok yang memiliki suku bunga relatif tinggi dan jadwal pembayaran yang kaku.
Faktanya, Pakistan berutang kepada Tiongkok sekitar USD26,6 miliar, menjadikannya salah satu pengutang Tiongkok terbesar secara global.
Fatima menyebut pembiayaan CPEC sering kali melibatkan produsen listrik independen, sehingga semakin membebani keuangan Pakistan dan menambah biaya pembayaran pinjaman Tiongkok.
Meski Pakistan baru-baru ini mengadakan pembicaraan dengan Tiongkok untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran utang CPEC, tindakan tersebut hanya memberikan keringanan sementara dan menyoroti kebutuhan mendesak akan solusi pengelolaan utang yang lebih berkelanjutan.
Para ahli, ujar Fatima, sepakat bahwa kesulitan fiskal Pakistan membuat pilihan mereka terbatas. Kenaikan pajak dan pemotongan belanja, meski penting, tidak cukup untuk mengatasi parahnya krisis ini.
"Menaikkan pajak untuk memenuhi kewajiban utang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan memicu ketidakpuasan masyarakat, sebagaimana dibuktikan oleh kesulitan yang dihadapi Kenya baru-baru ini dalam menerapkan langkah-langkah penghematan fiskal. Pemotongan belanja, meski efektif di beberapa bidang, tidak akan cukup, karena bakal memangkas layanan-layanan penting," sebut dia.
Menurut Fatima, anjuran Dr. Syed terkait strategi reprofiling utang relevan menghadapi kondisi ini. Anjuran itu memerlukan restrukturisasi utang Pakistan untuk menunda pembayaran kembali.
Pendekatan ini, kata Fatima, dapat membebaskan sumber daya untuk prioritas pembangunan.
Namun, reprofiling utang saja tidak akan menyelesaikan permasalahan struktural Pakistan, mengingat besarnya kewajiban utang dan ketergantungan pada pinjaman.
"Tindakan tersebut juga memerlukan persetujuan dari kreditor, yang beberapa di antaranya mungkin enggan memberikan konsesi yang besar," ujar dia.
Terkini, menyusul dana talangan sebesar USD7 miliar baru-baru ini dari Dana Moneter Internasional (IMF), Pakistan berupaya mendapatkan keringanan lebih lanjut melalui perjanjian reprofiling utang, terutama dengan Tiongkok. Meski dapat mengurangi tekanan keuangan jangka pendek, langkah-langkah tersebut merupakan tindakan sementara yang gagal mengatasi permasalahan mendasar.
Ketergantungan pada dana talangan asing secara efektif menunda krisis utang Pakistan tanpa menghilangkan akar permasalahan, yang pada akhirnya memperdalam ketergantungannya pada kreditor internasional.
Siklus Utang Tanpa Akhir
Majelis PPP Minta Mardiono Tak Maju jadi Calon Ketua Umum di Muktamar X, Berikut Alasannya |
![]() |
---|
Pakistan dan Arab Saudi Kerja Sama Ala NATO, Transfer Nuklir Bikin Iran dan India Ketar-ketir |
![]() |
---|
Analisis Peluang Mardiono, Amran Sulaiman, hingga Sandiaga Uno Jadi Ketua Umum PPP |
![]() |
---|
Telkom Bikin Sarana Air Bersih untuk Masyarakat Adat Bonokeling di Banyumas |
![]() |
---|
Program Magang Nasional 2025: Fresh Graduate Bisa Daftar di BUMN hingga Swasta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.