Presiden Jokowi dua kali anulir pembatasan pembelian BBM subsidi, apa sebabnya?
Pengamat energi menilai sikap Presiden Joko Widodo yang maju-mundur soal kebijakan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi…
Kebijakan ini, sambungnya, diambil lantaran penyaluran BBM subsidi belum tepat sasaran. Dia mencontohkan masih ada mobil-mobil mewah yang menggunakan bensin subsidi.
Padahal seharusnya digunakan oleh kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
"Kalau kita kaya, kita masih menerima BBM bersubsidi, apa kata dunia bos?" tandasnya.
Hanya saja, lagi-lagi pernyataan Bahlil dianulir Presiden Jokowi.
Ditemui usai peresmian gedung baru di RSUP dr. Sardjito, pada Rabu (28/08), Presiden mengatakan: "Belum ada keputusan dan belum ada rapat".
"Saya kira kita masih dalam proses sosialisasi, kita akan melihat di lapangan seperti apa," tambah Jokowi.
Di berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani kerap menyatakan penyaluran BBM subsidi selama ini tidak tepat sasaran. Untuk BBM jenis Solar saja 89% dinikmati dunia usaha, dan hanya 1% dinikmati kalangan rumah tangga.
Namun dari yang dinikmati rumah tangga itu ternyata 95% dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5% yang dinikmati rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan.
Adapun untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite, 86% digunakan kalangan rumah tangga dan 14% dinikmati kalangan dunia usaha.
Tapi, dari porsi rumah tangga itu 80% dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20% dinikmati oleh rumah tangga miskin.
Karena itulah Sri Mulyani sudah pernah meminta PT Pertamina untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mengalami tekanan.
Mengapa pemerintah galau?
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai sikap maju-mundur pemerintah dalam memutuskan pembatasan pembelian BBM subsidi ini tak bisa dilepaskan dari kekhawatiran Presiden Jokowi atas sejumlah hal.
Mulai dari potensi terjadinya kenaikan inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat—sehingga bisa menimbulkan warisan kebijakan yang tidak baik bagi pemerintahan Jokowi, kata Fahmy.
Selain itu, menurutnya, ada faktor situasi politik yang disebutnya tidak menguntungkan Presiden jelang masa akhir kepemimpinannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.