Kamis, 2 Oktober 2025

Kekuasaan, minyak, hingga lukisan Rp7 triliun - Kesaksian orang dalam istana tentang Putra Mahkota Arab Saudi

Pewaris takhta kerajaan Arab Saudi, yang berjanji untuk memodernisasi negaranya, telah menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

BBC Indonesia
Kekuasaan, minyak, hingga lukisan Rp7 triliun - Kesaksian orang dalam istana tentang Putra Mahkota Arab Saudi 

Dia juga menolak untuk tunduk kepada AS, atau diperlakukan sebagai kepala negara yang terbelakang.

Jabri melangkah lebih jauh dengan menuduh MBS memalsukan tanda tangan ayahnya, sang raja, terkait keputusan kerajaan yang mengerahkan pasukan darat ke Yaman.

Jabri mengatakan MBS membahas perang Yaman di Gedung Putih, AS, sebelum serangan dimulai; dan Susan Rice, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Obama, memperingatkannya bahwa AS hanya akan mendukung kampanye udara.

Namun, Jabri mengklaim MBS begitu bertekad untuk terus maju di Yaman sehingga dia mengabaikan Amerika.

“Kami terkejut bahwa ada keputusan kerajaan yang mengizinkan intervensi darat,” kata Jabri. “Dia memalsukan tanda tangan ayahnya untuk dekrit kerajaan itu. Kapasitas mental raja memburuk.”

Jabri mengatakan tuduhan yang dia ucapkan itu berdasarkan dari sumber yang “kredibel, dapat diandalkan” dan terhubung dengan Kementerian Dalam Negeri di mana dia menjabat sebagai kepala staf.

Jabri mengenang bahwa kepala stasiun CIA di Riyadh sempat menceritakan betapa marahnya dia karena MBS mengabaikan Amerika, dan menambahkan bahwa invasi ke Yaman seharusnya tidak pernah terjadi.

Mantan kepala MI6, Sir John Sawers, mengatakan meskipun dia tidak tahu apakah MBS memalsukan dokumen tersebut, “jelas bahwa ini adalah keputusan MBS untuk melakukan intervensi militer di Yaman. Itu bukan keputusan ayahnya, meski ayahnya ikut serta dalam keputusan itu.”

Kami menemukan MBS melihat dirinya sebagai orang luar sejak awal – sebagai seorang pemuda yang memiliki banyak hal untuk dibuktikan dan menolak untuk mematuhi aturan siapa pun selain dirinya sendiri.

Kirsten Fontenrose, yang bertugas di Dewan Keamanan Nasional pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump, mengatakan ketika membaca profil psikologis terbitan CIA mengenai sang pangeran, dia merasa laporan itu tidak tepat sasaran.

“Tidak ada prototipe yang bisa dijadikan dasar,” katanya. “Dia memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Dia tidak pernah diberitahu 'tidak'. Dia pemimpin muda pertama yang mencerminkan generasi yang, sejujurnya, sebagian besar dari kita di pemerintahan, sudah terlalu tua untuk memahaminya.”

Membuat aturannya sendiri

Pembelian lukisan terkenal yang dilakukan MBS pada 2017 memberi tahu kami banyak hal tentang cara berpikirnya, dan kesediaannya untuk mengambil risiko.

MBS tidak takut untuk keluar dari masyarakat konservatif agama yang ia pimpin. Dan yang terpenting, bertekad untuk mengungguli Barat dalam unjuk kekuatan yang mencolok.

Pada 2017, seorang pangeran Saudi, yang dilaporkan mewakili MBS, menghabiskan hampir Rp7 triliun (US$ 450 juta) untuk lukisan Salvator Mundi, karya seni termahal di dunia yang pernah dijual.

Potret yang konon dilukis oleh Leonardo da Vinci ini menggambarkan Yesus Kristus sebagai penguasa langit dan bumi, penyelamat dunia. Selama hampir tujuh tahun, sejak dilelang, benda itu hilang sama sekali.

Bernard Haykel, teman putra mahkota dan profesor Studi Timur Dekat di Universitas Princeton, mengatakan meskipun ada rumor yang menyebut bahwa lukisan itu digantung di kapal pesiar atau istana pangeran, karya itu sebenarnya berada di Jenewa dan MBS bermaksud untuk menggantungnya di sebuah museum di ibu kota Saudi yang belum dibangun.

“Saya ingin membangun museum yang sangat besar di Riyadh,” Haykel mengutip ucapan MBS. “Dan saya ingin [lukisan] menjadi objek jangkar yang dapat menarik perhatian orang, seperti halnya Mona Lisa.”

Demikian pula, rencananya di bidang olahraga mencerminkan seseorang yang sangat ambisius dan tidak takut melawan status quo.

Pengeluaran luar biasa yang dilakukan Arab Saudi untuk olahraga kelas dunia – satu-satunya penawar tuan rumah Piala Dunia FIFA 2034, dan melakukan investasi jutaan dolar untuk turnamen tenis dan golf – disebut sebagai “sportswashing”, upaya menggunakan olahraga untuk meningkatkan reputasi.

Namun apa yang kami temukan, MBS adalah pemimpin yang kurang peduli terhadap apa yang Barat pikirkan tentang dirinya. Sebaliknya, ia akan melakukan apa pun yang diinginkannya demi menjadikan dirinya dan Arab Saudi hebat.

“MBS tertarik untuk membangun kekuatannya sendiri sebagai seorang pemimpin,” kata Sir John Sawers, mantan Kepala MI6, yang pernah bertemu dengannya. “Dan satu-satunya cara dia bisa melakukan hal itu adalah dengan membangun kekuatan negaranya. Itulah yang mendorongnya.”

Karier Jabri selama 40 tahun sebagai pejabat Saudi tidak bertahan dalam konsolidasi kekuasaan MBS. Jabri melarikan diri dari kerajaan saat MBS mengambil alih, setelah diberi tahu oleh badan intelijen asing bahwa ia mungkin berada dalam bahaya.

Namun Jabri mengatakan MBS tiba-tiba mengiriminya pesan, menawarinya kembali pekerjaan lamanya. “Itu hanya umpan – dan saya tidak menggigitnya,” kata Jabri, yang yakin bahwa dia akan disiksa, dipenjara atau dibunuh jika kembali.

Saat itu, anak-anak Jabri yang masih remaja, Omar dan Sarah, ditahan dan kemudian dipenjara karena tuduhan pencucian uang dan mencoba melarikan diri – tuduhan yang mereka bantah. Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Sewenang-wenang telah menyerukan pembebasan mereka.

“Dia merencanakan pembunuhan saya,” kata Jabri. “Dia tidak akan berhenti sampai dia melihat saya mati. Saya yakin akan hal itu.”

Pejabat Saudi telah mengeluarkan pemberitahuan Interpol untuk ekstradisi Jabri dari Kanada, namun tidak membuahkan hasil. Mereka mengklaim Jabri dicari karena dugaan korupsi yang melibatkan miliaran dolar selama menjabat di Kementerian Dalam Negeri.

Di sisi lain, Jabri diberi pangkat mayor jenderal dan dipuji oleh CIA dan MI6 karena membantu mencegah serangan teroris al-Qaeda.

Pembunuhan Khashoggi

Pandangan tentang pembunuhan Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada 2018 yang diduga melibatkan peran MBS yangsangat sulit untuk dibantah.

Pasukan pembunuh beranggotakan 15 orang tersebut melakukan perjalanan dengan paspor diplomatik dan termasuk beberapa pengawal MBS sendiri.

Jenazah Khashoggi tidak pernah ditemukan dan diyakini telah dipotong-potong dengan gergaji tulang.

Profesor Haykel bertukar pesan WhatsApp dengan MBS tidak lama setelah pembunuhan tersebut. “Saya bertanya, 'bagaimana ini bisa terjadi?',” kenang Haykel.

“Saya pikir dia [MBS] sangat terkejut. Dia tidak menyadari reaksi terhadap hal ini akan begitu dalam.”

Dennis Ross bertemu MBS tak lama setelah itu. “Dia [MBS] bilang dia tidak melakukannya dan itu adalah kesalahan besar,” kata Ross.

“Saya tentu ingin memercayainya, karena saya tidak percaya dia bisa mengizinkan hal [seperti] itu.”

MBS selalu menyangkal mengetahui rencana tersebut, meskipun pada 2019 dia mengatakan akan mengambil “tanggung jawab” karena kejahatan terjadi di bawah pengawasannya.

Laporan intelijen AS yang tidak diklasifikasikan, dirilis pada Februari 2021, menegaskan bahwa MBS terlibat dalam pembunuhan Khashoggi.

Saya bertanya kepada mereka yang mengenal MBS secara pribadi, apakah dia telah belajar dari kesalahannya; atau apakah dia bertahan dari kasus Khashoggi, hal itu justru memberinya keberanian.

“Dia mengambil pelajaran dari pengalaman pahitnya,” kata Profesor Haykel, yang mengatakan bahwa MBS tidak suka kasus ini digunakan sebagai alat pemukul terhadap dirinya dan negaranya, namun pembunuhan seperti yang dilakukan Khashoggi tidak akan terjadi lagi.

Sir John Sawers dengan hati-hati setuju bahwa pembunuhan itu adalah titik balik. “Saya pikir dia telah memetik beberapa pelajaran. Namun kepribadiannya tetap sama.”

Ayahnya, Raja Salman, kini berusia 88 tahun. Jika meninggal, MBS bisa memerintah Arab Saudi selama 50 tahun ke depan.

Namun, baru-baru ini dia mengakui bahwa dia takut dibunuh, mungkin sebagai konsekuensi dari upayanya untuk menormalisasi hubungan Saudi-Israel.

“Saya rasa ada banyak orang yang ingin membunuhnya,” kata Profesor Haykel, “dan dia mengetahuinya.”

Kewaspadaan abadi itulah yang membuat orang seperti MBS tetap aman. Hal itulah yang diamati Saad al-Jabri pada awal naiknya sang pangeran ke tampuk kekuasaan, ketika ia mencabut soket telepon dan stopkontak dari dinding sebelum berbicara dengannya di istananya.

MBS merupakan orang yang mempunyai misi untuk memodernisasi negaranya, dengan cara yang tidak pernah berani dilakukan oleh para pendahulunya.

Tapi dia juga bukan otokrat pertama yang mengambil risiko menjadi begitu kejam sehingga tidak ada seorang pun di sekitarnya yang berani mencegahnya melakukan lebih banyak kesalahan.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved