'Hati saya benar-benar hancur' - Atlet basket berhijab Prancis dilarang bertanding dalam Olimpiade Paris
Kebijakan Prancis melarang hijab untuk delegasi nasionalnya di Olimpiade telah berdampak bagi atlet-atlet perempuan Muslim. Mereka…
"Ini adalah negara kelahiran saya, dan pada hari itu, mereka mencadangkan saya," katanya.
Sylla akhirnya hanya duduk di bangku cadangan dan menyaksikan tim bermain tanpa dirinya, setelah menempuh perjalanan selama tiga jam dari Paris ke wilayah utara Prancis.
Dia sangat ingin menantang ketidaktahuan soal hijab.
"Mereka mengira kalau Anda mengenakan hijab, Anda hanya akan berada di dapur dan tidak melakukan apa-apa dalam hidup."
"Saya adalah contohnya. Saya bukan hanya seorang Muslim, saya bukan hanya seorang perempuan berhijab. Saya adalah seorang pengusaha, saya bekerja di bidang pemasaran, saya memiliki gelar master, dan saya juga bermain basket, jadi kenapa mereka meminggirkan saya?"
'Kami tidak akan pernah punya panutan atlet berhijab'
Sejak undang-undang kontroversial untuk melawan "separatisme Islam" disahkan tiga tahun lalu, banyak aspek kehidupan masyarakat Prancis yang terpengaruh. Salah satunya kompetisi olahraga.
Larangan berhijab tidak cuma berlaku untuk pemain, tetapi juga untuk pelatih dan wasit. Siapa pun yang mengenakan hijab, tidak bisa masuk ke ruang kompetisi.
Ini telah terjadi selama bertahun-tahun di semua level di bawah Federasi Sepak Bola Prancis (FFF). Padahal satu dekade lalu, FIFA sudah mencabut aturan mereka yang dulunya melarang menggunakan penutup kepala.
Federasi Bola Basket Internasional (FIBA) juga mencabut larangan serupa pada tahun 2017.
Pencabutan aturan-aturan internasional itu adalah terobosan setelah para olahragawan Muslim mengkampanyekannya selama bertahun-tahun.
Ironisnya, ketika Olimpiade Paris mencetak sejarah sebagai yang pertama mencapai kesetaraan gender dalam bidang olahraga, perempuan-perempuan Muslim Prancis justru dihambat untuk berkompetisi di negara mereka sendiri.
Amnesty International menyebut situasi ini sebagai "pelanggaran hak asasi manusia" yang berdampak "sangat buruk".
"Ini adalah bencana bagi olahraga Prancis, bagi olahraga perempuan," kata Helene Ba. Sama seperti Sylla, Ba juga memiliki pengalaman traumatis sehingga dia mendirikan Basket Pour Toutes (Basket Untuk Semua).
Basket Pour Toutes didedikasikan untuk mengatasi diskriminasi dalam dunia basket.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.