Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Demo Yahudi Ultra-Ortodoks Ogah Ikut Wajib Militer, Menteri Israel Jadi Sasaran

Yahudi Ultra-Ortodoks melakukan demonstrasi untuk menolak ikut wajib militer dan menjadi tentara Israel. Menteri Israel jadi sasaran protes.

X
Dalam demo di Yerusalem pada Minggu (30/6/2024), puluhan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks menolak UU terbaru yang mewajibkan mereka untuk menjadi tentara Israel. 

TRIBUNNEWS.COM - Demonstrasi kaum Yahudi Ultra-Ortodoks (Haredim) pecah setelah Mahkamah Agung Israel mengesahkan Undang-undang yang mewajibkan perekrutan mereka menjadi tentara Israel.

"Otoritas eksekutif tidak mempunyai kewenangan untuk memerintahkan tidak diterapkannya undang-undang dinas keamanan bagi siswa sekolah Talmud jika tidak ada kerangka legislatif yang sesuai, dan tanpa menetapkan pengecualian dalam kerangka hukum, negara harus bekerja untuk menerapkan hukum," bunyi pernyataan Mahkamah Agung Israel, Selasa (25/6/2024).

"Karena tidak adanya undang-undang yang membedakan antara mahasiswa lembaga keagamaan Yahudi dan pemuda Israel lainnya, sistem wajib militer di Israel berlaku bagi orang Yahudi Ortodoks sama seperti warga negara lainnya," lanjutnya.

Yahudi Ultra-Ortodoks Tolak Gabung dengan Tentara Israel

Puluhan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks turun ke jalan di Yarusalem untuk memprotes UU terbaru yang mewajibkan mereka direkrut sebagai tentara Israel.

Mereka mendesak anggota Yahudi Ultra-Ortodoks di Knesset (parlemen Israel) dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, agar tidak mengikuti rapat apa pun sebagai bentuk protes pada Minggu (30/6/2024) kemarin.

Bentrokan yang disertai kekerasan terjadi di Yerusalem antara polisi dan pengunjuk rasa Yahudi Ultra-Ortodoks.

Para pengunjuk rasa membawa papan yang menunjukkan tulisan-tulisan yang menolak UU prekrutan mereka, "Kami tidak akan bergabung dengan tentara musuh” dan "Kami akan mati dan tidak akan direkrut.”

Mereka juga menyerang mobil Menteri Perumahan, Yitzhak Goldnov, melemparkan batu ke arahnya dan menuduhnya berkolusi untuk merekrut Haredim.

Para demonstran juga menyerang kendaraan mantan Menteri Kesehatan Yaakov Litzman (United Torah Yudaism), yang melemparkan batu ke mobilnya.

"Saya baik-baik saja. Saya selamat karena keajaiban," kata Litzman kepada Kan 11, kemarin.

Unit kavaleri polisi tiba dalam upaya untuk membubarkan demonstrasi.

Baca juga: Serangan Hizbullah Disebut Eskalasi Unik, Tujuan: Jatuhkan Pasukan Zionis Israel Sebanyak-banyaknya

Setelah kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi, polisi menangkap lima orang.

Keputusan ini muncul di tengah krisis tenaga kerja di dinas militer Israel setelah kehilangan banyak tentara yang tewas atau terluka parah dalam pertempuran di Jalur Gaza, seperti diberitakan Al Jazeera.

Berdasarkan aturan kuno, Yahudi Ultra-Orotodoks dikecualikan dari wajib militer bagi sebagian besar pria dan wanita Israel, yang menimbulkan kemarahan di Israel.

Dalam demo di Yerusalem pada Minggu (30/6/2024), puluhan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks menolak UU terbaru yang mewajibkan mereka untuk menjadi tentara Israel.
Dalam demo di Yerusalem pada Minggu (30/6/2024), puluhan ribu Yahudi Ultra-Ortodoks menolak UU terbaru yang mewajibkan mereka untuk menjadi tentara Israel. (X)

Sementara itu, Mahkamah Agung Israel menekankan tidak boleh ada diskriminasi bagi warga Israel untuk mengikuti dinas militer.

Di sisi lain, kelangsungan hidup koalisi pemerintahan Netanyahu bergantung pada dua partai garis keras Yahudi, Shas dan United Torah Judaism, yang menganggap pengecualian wajib militer bagi Yahudi Ortodoks adalah hal penting untuk menjaga tradisi keagamaan mereka.

Jumlah Korban

Saat Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 37.877 jiwa dan 86.969 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (30/6/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu Agency.

Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.

Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan  pada Desember 2023 lalu.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved