Kamis, 2 Oktober 2025

Mungkinkah beras singkong jadi solusi krisis pangan?

Kala Indonesia berulang kali mengalami kelangkaan beras, masyarakat adat Cireundeu di Jawa Barat tak mengalami dampak sebab sejak…

BBC Indonesia
Mungkinkah beras singkong jadi solusi krisis pangan? 

Langkah itu tak menyurutkan semangat warga Cireundeu untuk terus melawan Belanda. Mereka kemudian mencari alternatif demi mencukupi kebutuhan pangan warganya.

“Yang penting satu hal, masyarakatnya bisa makan, bisa tetap berjuang,” ujar Abah Widia kemudian.

Selain aksi merampas beras yang dilakukan Belanda, ramalan leluhur juga melatari pencarian pangan pengganti beras.

Leluhur masyarakat adat Cireundeu meramalkan suatu saat bumi akan penuh dengan tangtungan – sesuatu yang berdiri, yakni bangunan yang semakin padat dan manusia yang semakin banyak.

“Tangtungan di situ ada dua. Satu, tangtungan fisik bangunan yang mengganggu lahan pertanian. Kedua, tangtungan wujud manusia yang butuh alam dan butuh di dalamnya hasil bumi,” ungkap Abah Widia.

Penerawangan itu memicu para sesepuh meminta warga Cireundeu beralih ke umbi-umbian dan hasil bumi lainnya. Abah Widia mengatakan, beragam sumber karbohidrat yang ditanam di Cireundeu – seperti talas, jagung, biji hanjeuli, singkong dan ubi – dapat menggantikan beras.

Pada 1924, tokoh adat perempuan Cireundeu, Abu Sepuh, menemukan teknik pengolahan singkong menjadi rasi yang disebut 7D, yaitu dikupas, dicuci, diparut, diperas, dijemur, ditumbuk, dan diayak.

Selain mampu menghilangkan racun sianida yang terkandung dalam singkong jenis karihil, teknik tersebut mengubah wujud singkong yang sebelumnya berupa batangan menjadi butiran layaknya beras.

Seabad berlalu dan zaman berganti, teknik pengolahan singkong menjadi rasi ini masih diteruskan oleh sekitar 60 keluarga di Kampung Cireundeu. Salah satunya adalah Neneng Suminar.

Neneng menuturkan, ia hanya membutuhkan setengah kilogram rasi untuk konsumsi empat orang anggota keluarganya dalam sehari. Jika diganti beras, konsumsi satu keluarga dengan jumlah orang yang sama bisa mencapai 1,5 kilogram.

Menurut Neneng, konsumsi harian rasi lebih sedikit dibanding beras sebab teksturnya yang padat dan mengandung banyak serat sehingga cepat mengenyangkan.

“Sedikit juga sudah kenyang, enggak kayak nasi beras. Kalau lihat yang makan nasi beras itu sampai sepiring penuh. Kalau kita makan rasi sepiring gitu kayaknya enggak bakalan kuat, karena rasi lebih padat,” ujar Neneng.

Selain itu, rasi lebih ekonomis dibanding beras lantaran dirinya menanam dan mengolah sendiri singkong menjadi rasi.

Harga per kilogram rasi dibanderol sekitar Rp12.000, sementara harga beras dipatok sekitar Rp14.900 per kg untuk beras premium dan sekitar Rp12.500 untuk beras medium.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved