Jumat, 3 Oktober 2025

Taruna STIP tewas dianiaya senior, mengapa kekerasan berlatar ‘arogansi senioritas’ sulit diberantas di lingkaran sekolah ikatan dinas?

Kematian taruna STIP dinilai pengamat terjadi akibat pembiaran kultur kekerasan dalam sekolah ikatan dinas. Namun, Kementerian Perhubungan…

BBC Indonesia
Taruna STIP tewas dianiaya senior, mengapa kekerasan berlatar ‘arogansi senioritas’ sulit diberantas di lingkaran sekolah ikatan dinas? 

Ini bukanlah satu-satunya kejadian di mana seorang taruna STIP Jakarta Utara meninggal akibat dianiaya senior. Pada 2017, taruna STIP bernama Amirulloh Adityas Putra meninggal akibat kekerasan yang dilakukan empat seniornya.

Tiga tahun kemudian, yakni pada 2021, seorang mahasiswa Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang tewas akibat dipukul seniornya, dengan dalih 'pembinaan'.

Kasus serupa juga terjadi pada 2019 di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, ketika orang taruna bernama Aldama meninggal karena kekerasan fisik oleh seorang taruna senior.

Tiga sekolah kedinasan tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan.

“Terjadi pembiaran senioritas yang semena-mena. Tidak ada penegakan hukum. Itu bagian dari sesuatu yang mungkin mulanya hanya perilaku segelintir orang, tapi kemudian sudah merajalela maka menjadi sistemik,” kata Ubaid.

Namun, Ubaid memperingatkan bahwa tak hanya sekolah-sekolah dinas yang ada di bawah Kementerian Perhubungan. Sebab, ada kemungkinan kultur militerisme pun juga terjadi di sekolah-sekolah kedinasan lainnya.

“Langkah-langkah pencegahan itu tidak hanya terjadi di satu institusi saja tetapi justru kejadian di institusi yang satu ini menjadi pembelajaran bersama untuk bisa diterapkan di seluruh institusi yang lain,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah memasukan angka kekerasan terhadap siswa sebagai faktor yang dievaluasi dalam audit akreditasi institusi pendidikan.

Senada, pakar pendidikan karakter, Doni Koesoema, mengatakan bahwa kultur kekerasan senioritas masih hidup di dalam banyak sekolah kedinasan.

“Arogansi kekuasaan kakak kelas ini harus segera dihilangkan di pendidikan kedinasan. Budaya ini tetap akan ada karena ada kekeliruan proses pengasuhan di lingkungan pendidikan kedinasan,” ungkap Doni kepada BBC News Indonesia.

Ia mengatakan bahwa kejadian miris itu berulang karena ada “kekeliruan” pada pendidikan kedinasan yang berfokus terhadap pengawasan eksternal dalam mengatasi kekerasan di dunia pendidikan kedinasan

“Akar masalahnya adalah sistem pendidikan kedinasan dan penyiapan tenaga pendidik yang tidak dipersiapkan secara memadai sehingga perubahan pendidikan kedinasan belum sungguh-sungguh terjadi,” ujarnya.

Maka, ia mengatakan perlu adanya penataan kembali seluruh sistem pembinaan dan pendidikan di sekolah kedinasan, baik dari sisi kurikulum, praktik pengasuhan, maupun tata hidup di asrama.

BBC Indonesia telah berusaha menghubungi Kemendikbudristek lewat Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Anang Ristanto.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved