Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Kabinet Israel Gelar Pemungutan Suara untuk Tutup Jaringan Al Jazeera

Kabinet Keamanan Israel mengadakan pemungutan suara untuk menutup kantor televisi Al Jazeera yang berbasis di Doha, pada hari Kamis (2/5/2024).

Kolase Tribunnews via AFP/Twitter
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengancam akan segera menutup operasi jaringan berita Al Jazeera, ia menyebut bahwa pemberitaan oleh media tersebut telah merugikan keamanan Israel. Terbaru, Kabinet Keamanan Israel mengadakan pemungutan suara untuk menutup kantor televisi Al Jazeera yang berbasis di Doha, pada hari Kamis (2/5/2024). 

TRIBUNNEWS.COM - Kabinet Keamanan Israel mengadakan pemungutan suara untuk menutup kantor televisi Al Jazeera yang berbasis di Doha, pada hari Kamis (2/5/2024), menurut media lokal.

Jaksa Agung Gali Baharav-Miara telah memberikan lampu hijau untuk mempertimbangkan penutupan saluran tersebut di Israel, lapor lembaga penyiaran publik KAN.

Belum ada komentar dari saluran tersebut mengenai tindakan Israel ini, Anadolu Agency melaporkan.

Al Jazeera merupakan jaringan yang berbasis di Qatar, tapi juga memiliki kantor di Israel.

Jaringan tersebut punya tim koresponden yang bekerja sepanjang tahun, termasuk meliput perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, yang telah menewaskan hampir 34.600 orang sejak 7 Oktober 2023.

Sebulan lalu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengancam akan segera menutup operasi jaringan berita Al Jazeera.

Alasannya adalah pemberitaan oleh media tersebut telah merugikan keamanan Israel.

"Al Jazeera merugikan keamanan Israel, secara aktif berpartisipasi dalam pembantaian 7 Oktober," kata Netanyahu di X pada Senin (1/4/2024).

"Saya bermaksud untuk segera bertindak sesuai dengan undang-undang baru untuk menghentikan aktivitas saluran tersebut," katanya.

Saluran berita itu menolak seruan Netanyahu dan menyebutnya sebagai "tuduhan fitnah".

"Al Jazeera menganggap Perdana Menteri Israel bertanggung jawab atas keselamatan staf dan jaringan di seluruh dunia, menyusul hasutannya dan tuduhan palsu dengan cara yang memalukan," terang jaringan tersebut dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Netanyahu Desak Knesset Sahkan Undang-undang Al-Jazeera, Larang Berita Asing Beroperasi di Israel

"Al Jazeera menegaskan kembali bahwa tuduhan fitnah seperti itu tidak akan menghalangi kami untuk melanjutkan liputan kami yang berani dan profesional, dan berhak untuk mengambil setiap langkah hukum," urai jaringan itu.

Awal April kemarin, Parlemen Israel menyetujui undang-undang baru yang memberikan wewenang kepada menteri senior untuk menindak jaringan berita asing yang dianggap menimbulkan risiko keamanan.

Undang-undang tersebut disahkan dengan suara 71-10 di Knesset.

Dengan undang-undang tersebut, perdana menteri dan menteri komunikasi Israel berhak memerintahkan penutupan jaringan asing hingga menyita peralatan mereka; dengan catatan jika diyakini menimbulkan bahaya bagi keamanan negara.

Selain Netanyahu, Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi mengatakan Al Jazeera telah bertindak sebagai "senjata propaganda Hamas" dengan "mendorong perjuangan bersenjata melawan Israel".

"Tidak mungkin menoleransi media, yang memiliki kredensial pers dari Kantor Pers Pemerintah dan kantor di Israel, yang bertindak dari dalam melawan kami, tentu saja selama masa perang," katanya.

AS bereaksi atas ancaman penutupan Al Jazeera

Amerika Serikat (AS) bersuara terkait persoalan ini.

Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan bahwa langkah Israel untuk menutup Al Jazeera akan "mengkhawatirkan".

"Amerika Serikat mendukung pekerjaan penting jurnalis di seluruh dunia dan itu termasuk mereka yang meliput konflik di Gaza," kata Jean-Pierre kepada wartawan, Senin (1/4/2024).

"Jadi kami percaya bahwa bekerja itu penting. Kebebasan pers itu penting. Dan jika laporan tersebut benar, maka ini mengkhawatirkan kami," ucapnya.

Baca juga: Zionis Sekap Jurnalis Al Jazeera di RS Al Shifa dari Fajar hingga Malam, Pakaian pun Dilucuti

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sebuah badan pengawas kebebasan media, mengatakan undang-undang baru Israel "menimbulkan ancaman signifikan terhadap media internasional".

"Hal ini berkontribusi pada iklim sensor mandiri dan permusuhan terhadap pers, sebuah tren yang meningkat sejak dimulainya perang Israel-Gaza," kata CPJ.

Gedung Putih mengakui bahwa pihaknya prihatin dengan tindakan Israel yang melarang siaran saluran berita Qatar di negara tersebut.

"Saya akan merujuk pada Israel untuk mengetahui apa yang mungkin mereka pertimbangkan atau tidak," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre.

"Jika benar, tindakan seperti ini mengkhawatirkan." katanya.

Al Jazeera dituduh bias anti-Israel

Seperti diketahui, Netanyahu sudah lama berniat untuk menutup siaran Al Jazeera dengan tuduhan bias anti-Israel.

Israel sering mengecam Al Jazeera, yang memiliki kantor di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki.

Januari kemarin, Israel mengklaim bahwa jurnalis Al Jazeera dan pekerja lepas yang tewas dalam serangan udara di Gaza adalah bentuk operasi teror.

Dikutip dari TRT World, bulan berikutnya mereka mengatakan jurnalis Al Jazeera lain, yang terluka dalam serangan terpisah, merupakan "wakil komandan kompi" di Hamas.

Al Jazeera dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyebut srael secara sistematis menargetkan karyawan Al Jazeera di Gaza.

Pada Mei 2022, pasukan Israel menembak mati jurnalis senior Al Jazeera Shireen Abu Akleh ketika dia sedang meliput serangan militer Israel di kota Jenin, Tepi Barat.

Selama perang di Gaza, beberapa jurnalis Al Jazeera dan anggota keluarga mereka terbunuh oleh pemboman Israel.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved