Jemaah Islamiyah: Delapan terduga teroris ditangkap, apakah organisasi ini masih eksis?
Puluhan orang terduga anggota Jemaah Islamiyah ditangkap kepolisian dalam setahun terakhir, tapi mengapa potensi aksi mereka akan…
Pada jabatan di struktur baru JI tersebut, Hasanudin melapor langsung kepada Para Wijayanto, amir atau pimpinan tertinggi JI yang divonis tujuh tahun penjara pada Juli 2020. JI membuat posisi koordinasi yang ditempati Hasanudin ini untuk mengatasi persoalan keanggotaan di tingkat provinsi, menurut IPAC.
Dalam sebuah wawancara dengan anggota JI di Poso pada April 2023, IPAC menyebut kelompok ini mencapai target penambahan anggota baru. Pada tahun 2019, JI merekrut 40 anggota baru dari Poso dan 20 orang dari Palu.
Pada tahun 2018, Hasanudin mengaktifkan kembali pelatihan militer untuk anggota baru JI di Poso. Pelatihan itu dipusatkan di Kecamatan Pamona Selatan, Poso.
Persenjataan yang mereka gunakan adalah senjata pinjaman dari anggota JI di Sulawesi Selatan yang pernah mengikuti pelatihan militer di Mindanao, Filipina Selatan. Merujuk dokumen putusan terhadap Muhammad Muthohar, dua orang yang meminjamkan senjata itu antara lain Nur Sahid dan Heri Purnomo, yang berlatih militer di Minadano pada periode 2002 hingga 2005.
Peran Hasanudin dalam peta koordinasi JI ini diungkap kepolisian pada tahun 2021. Sejak bebas dan selama beraktivitas kembali di JI, Hasanudin muncul ke publik dalam berbagai program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hasanudin pada Agustus 2021 ditangkap untuk kedua kalinya. Dia belakangan divonis 20 tahun penjara.
IPAC juga mencatat bagaimana sejumlah anggota senior JI datang ke Poso untuk melakukan doktrinasi kepada anggota kelompok tersebut. Mereka memaparkan apa yang mereka sebut sebagai “perjuangan Islam” dan perubahan strategi di tubuh JI.
Setelah Hasanudin berada di penjara, IPAC menyebut JI masih bisa melanjutkan program indoktrinasi dan rekrutmen, terutama di sejumlah masjid lokal di Poso yang berafiliasi dengan kelompok itu.
Merujuk berkas putusan pengadilan terhadap Bahar Lasiri, indoktrinasi di sejumlah masjid itu dilakukan dalam pertemuan tertutup dengan peserta terbatas. Dalam forum itu, visi dan misi JI diperkenalkan kepada anggota baru mereka.
Adakah potensi JI lakukan aksi teror?
Al Chaidar menilai potensi itu “sangat kecil” karena anggota JI saat ini sedang bersembunyi dan berlari dari kejaran kepolisian. Di sisi lain, kata dia, koordinasi internal JI usai berbagai penangkapan juga ”kacau balau”.
Menurut Al Chaidar, potensi anggota JI melakukan aksi teror individual pun sangat rendah. Aksi seperti itu, kata dia, biasanya dilakukan kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Sementara JI tidak berafiliasi dengan ISIS, melain Al-Qaeda.
Namun potensi aksi individual itu bukan berarti tidak ada sama sekali, kata seorang mantan terpidana terorisme sekaligus guru di internal JI. Dalam wawancara dengan IPAC, sosok yang berbicara dengan anonimitas itu berkata, anggota-anggota JI berusia muda rentan terekspos ajaran ekstrem di media sosial, termasuk dalam melakukan aksi teror.
”Mereka bisa bertindak tanpa perintah organisasi. Mereka bisa langsung meniru yang mereka lihat di internet dan melakukan bom bunuh diri,“ ujarnya.
“Pada era saya, tidak ada media sosial. Kami memulai dari satu taklim ke taklim yang lain, lalu menjalani pelatihan dan dievaluasi. Proses yang terjadi saat ini sangat berbeda,” tuturnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.