Konflik Palestina Vs Israel
Sosok Panglima Israel Herzi Halevi, Berencana Mengundurkan Diri Akhir Tahun Ini
Letjen Herzi Halevi Panglima Pasukan Pertahanan Israel (IDF), berencana mengundurkan diri akhir tahun ini.
TRIBUNNEWS.COM - Letjen Herzi Halevi, Kepala Staf Umum, juga dikenal sebagai Panglima Pasukan Pertahanan Israel (IDF), sudah berada dalam posisi sulit bahkan sebelum perang dengan Hamas meletus pada 7 Oktober tahun lalu.
Pada bulan Januari 2023, ketika Herzi Halevi ditunjuk menduduki posisi paling senior di militer Israel itu, para perwira dan korps cadangan berselisih paham mengenai usulan reformasi ke Mahkamah Agung Israel.
Beberapa anggota cadangan mengancam untuk tidak menjabat jika perdana menteri yang memecah belah, Benjamin Netanyahu, dan koalisi sayap kanannya mengesahkan undang-undang yang melemahkan kekuasaan Mahkamah Agung.
Ini adalah salah satu periode paling bergejolak di kalangan militer Israel belakangan ini, economist.com melaporkan.
Situasi memburuk saat Hamas berhasil masuk ke wilayah pendudukan Israel dan membawa ratusan sandera.
Beberapa bulan setelahnya, Herzi Halevi memerintahkan pasukannya untuk menggelar operasi darat di wilayah utara Gaza.

Kemarahan masyarakat terhadap cara Israel menangani perang telah memicu protes di banyak negara.
Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan bahwa Israel mungkin telah melakukan kejahatan perang ketika menyerang kamp pengungsi Jabalia, yang terletak di utara Kota Gaza.
Seorang menteri di pemerintahan Netanyahu bahkan mengemukakan kemungkinan penggunaan senjata nuklir terhadap Gaza.
Latar Belakang Herzi Halevi
Herzi Halevi lahir pada tahun 1967 di Yerusalem.
Ia dinamai berdasarkan nama pamannya, yang terbunuh dalam aksi beberapa bulan sebelumnya dalam Perang Enam Hari.
Baca juga: Profil Jenderal Herzi Halevi, Kepala IDF yang Akui Gagal Lindungi Israel dari Hamas
Keluarga ibunya tinggal di kota tersebut selama 14 generasi; kakek nenek dari pihak ayah beremigrasi dari Rusia.
Kakeknya adalah anggota Irgun, kelompok paramiliter Zionis yang aktif pada tahun-tahun menjelang berdirinya Israel.
Halevi memulai dinas militer regulernya pada usia 18 tahun, sebagai penerjun payung, dan mulai pelatihan menjadi perwira dua tahun kemudian.
Pada tahun-tahun awal kariernya, ia bertempur dengan Hizbullah.
Ia bergabung dengan Sayeret Matkal, sebuah unit pasukan khusus yang melakukan operasi rahasia jauh di negara-negara Arab, yang akhirnya ia pimpin.
Halevi selanjutnya memimpin sebuah brigade di Tepi Barat yang diduduki.
Pada tahun 2009, ia memimpin pasukan terjun payung di Gaza, dalam serangan darat di kota-kota di utara kota Gaza di mana IDF bertempur sekali lagi.
Sebagai komandan Divisi Galilea mulai tahun 2011, Jenderal Halevi memimpin IDF di perbatasan dengan Lebanon.
Ia menjadi kepala intelijen militer pada tahun 2014 dan Komando Selatan pada tahun 2018, dengan tanggung jawab untuk menghalangi Hamas.
Setelah pengalamannya dalam perang Gaza tahun 2008-2009, yang menewaskan ratusan warga sipil Palestina, ia menjadi pendukung vokal perilaku perang yang legal dan etis.
Dalam pidatonya pada tahun 2009, Halevi mengkritik komandan lapangan Israel lainnya karena gagal menetapkan “standar moral” bagi tentara yang bertempur di daerah perkotaan yang banyak warga sipil.
“Seorang prajurit tidak dapat berperang dengan buku hukum,” katanya.
"Namun para komandan mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa standar moral dan hukum ditegakkan."
Pandangan Jenderal Halevi berasal dari tradisi militer Israel.
Baca juga: Panglima Israel Pecat 2 Komandan Senior IDF usai Bunuh 7 Pekerja Bantuan Asing di Gaza
Yitzhak Sadeh, pemimpin Haganah, milisi Zionis yang merupakan cikal bakal IDF, menciptakan istilah “kemurnian senjata” dan memperingatkan para pejuang agar tidak melakukan tindakan pembalasan yang tidak disengaja.
Namun IDF juga memiliki komandan yang mengabaikan prinsip-prinsip tersebut.
Pada tahun 1953, perwira komando muda Ariel Sharon, memimpin pembalasan di Qibya, sebuah desa di Tepi Barat, yang saat itu dikuasai oleh Yordania.
Serangan itu menewaskan 69 warga Palestina.
Ariel Sharon yang menjabat Menteri Pertahanan saat itu, tidak bertindak untuk mencegah pembantaian warga Palestina yang dilakukan sekutu Israel di kamp pengungsi di Lebanon.
IDF telah masuk lebih jauh ke kota Gaza dibandingkan pada tahun 2009 dan 2014.
Dengan meningkatnya jumlah korban sipil, pemboman hebat, dan pertempuran jarak dekat, konsep perang etis dan hukum yang diyakini Halevi, kini sedang dipertanyakan.
Berniat mengundurkan diri
Setelah pertempuran di Gaza berakhir, peran Jenderal Halevi sebagai kepala IDF secara keseluruhan akan berada di bawah pengawasan.
Serangan mendadak Hamas pada bulan Oktober lalu menunjukkan kegagalan luar biasa dalam pengumpulan intelijennya.
Jenderal Halevi adalah pejabat senior pertama yang menerima tanggung jawab dan mengakui kegagalan.
Orang-orang terdekatnya meyakini ia berniat mengundurkan diri dalam waktu dekat.
Jpost melaporkan bahwa Halevi berniat mengundurkan diri antara September dan Desember tahun ini.
Sampai saat itu tiba, ia harus menyelesaikan perang terakhirnya di Gaza.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.