Ibu bunuh anak kandung di Bekasi karena 'bisikan gaib' terindikasi skizofrenia - 'Cerminan kegagalan deteksi dini kasus gangguan jiwa'
Kasus pembunuhan seorang anak di Bekasi oleh ibu kandungnya, yang terindikasi mengidap skizofrenia, dinilai mencerminkan kegagalan…
Pada 26 September 2023, seorang laki-laki membunuh perempuan bernama Fresa Danella di dektar Mal Central Park, Jakarta Barat. Pelaku berinisial AA itu kemudian didiagnosis menderita skizofrenia paranoid.
Penyidikan kasus itu kemudian dihentikan.
Pada 2020 di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, seorang anak membunuh ibu kandungnya menggunakan cangkul.
Polisi kemudian menghentikan penyidikan kasus itu karena pelaku dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
Kasus serupa lainnya terjadi di Tulungagung pada 2018, ketika seorang laki-laki bernama Matal membunuh pasangan suami istri.
Hasil pemeriksaan kejiwaan menunjukkan bahwa Matal menderita skizofrenia paranoid. Sama seperti dua kasus lainnya tadi, penyidikan kasus ini akhirnya dihentikan.
Itu karena pengidap gangguan jiwa tidak bisa bertanggung jawab secara hukum sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana," bunyi pasal tersebut.
Penanganan kesehatan jiwa masih jauh dari ideal
Bagus Utomo dari KPSI mengatakan bahwa kasus ini merupakan imbas dari lemahnya sistem kesehatan di Indonesia untuk mendeteksi masyarakat yang terindikasi mengidap gangguan jiwa.
Berkaca dari apa yang terjadi di Bekasi, idealnya orang yang menunjukkan indikasi gangguan jiwa semestinya segera ditangani secara medis.
Namun kenyataan di lapangan terkait penanganan masalah kesehatan jiwa masih jauh dari ideal.
Dia memahami bahwa masih banyak masyarakat awam yang belum menyadari apa yang digambarkan sebagai “gelagat aneh” itu bisa jadi merupakan indikasi gangguan jiwa.
“Ketika menghadapi situasi itu, biasanya karena kurang pengetahuan kita hanya akan bingung saja. Apa yang terjadi sebenarnya? Tidak langsung tergambar bahwa ini jangan-jangan masalah kesehatan jiwa. Kesadarannya belum sampai situ. Kalau ada gejala lagi kedua kalinya biasanya orang masih terkesima dan bertanya-tanya, ini apa?” kata Bagus.
Fakta bahwa kasus ini terjadi di Kota Bekasi, yang notabene termasuk kota besar, juga memicu kekhawatiran soal sistem penanganan kesehatan jiwa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.