Konflik Palestina Vs Israel
Israel Tetap Tolak Pengakuan Negara Palestina, Minta Perundingan Langsung Tanpa Prasyarat
Kabinet Israel dengan suara bulat menolak pengakuan negara Palestina meski ada desakan internasional. Israel pun meminta perundingan langsung.
TRIBUNNEWS.COM - Kabinet Israel pada Minggu (18/2/2024) dengan suara bulat menolak diktat internasional yang berupaya mendorong terbentuknya negara Palestina.
Penolakan itu muncul setelah adanya laporan bahwa Amerika Serikat (AS) dan beberapa mitra Arab sedang mempersiapkan rencana rinci untuk perjanjian perdamaian komperhensif antara Israel dan Palestina.
Rencana itu mencakup "garis waktu yang pasti" untuk negara Palestina.
"Israel sama sekali menolak diktat internasional mengenai penyelesaian permanen dengan Palestina," bunyi keputusan kabinet Israel, dikutip dari The Times of Israel.
Kabinet menyatakan, bila perdamaian ingin tercapai, mereka meminta untuk melakukan perundingan langsung antara Israel dengan Palestina tanpa prasyarat.
"Israel akan terus menentang pengakuan sepihak atas negara Palestina," tulis mosi tersebut.
"Pengakuan seperti itu setelah pembantaian tanggal 7 Oktober akan menjadi ganjaran besar dan belum pernah terjadi sebelumnya terhadap terorisme dan akan menggagalkan penyelesaian perdamaian di masa depan," lanjut pernyataan itu.
Menanggapi mosi dari kabinet Israel, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, cara terbaik untuk mengakhiri krisis di Gaza hanyalah perdamaian dan keamanan abadi.
"Oleh karena itu, Amerika Serikat terus mendukung solusi dua negara dan menentang kebijakan yang membahayakan kelangsungannya atau bertentangan dengan kepentingan dan nilai bersama kita," ujar Matthew Miller.
Sementara itu, Duta Besar AS untuk Israel, Jack Lew berusaha meremehkan pembicaraan bahwa AS dapat mengakui negara Palestina secara sepihak.
"Kami tidak pernah mengatakan harus ada pengakuan sepihak terhadap negara Palestina," kata Lew.
Baca juga: Netanyahu Bak Koboi Ugal-ugalan, Kabinet Perang Israel Segera Meledak dan Bubar
Sebaliknya, Lew menyerukan proses menyeluruh yang mencakup visi negara Palestina yang demiliterisasi.
"Sekarang adalah saatnya ketika ada kemungkinan nyata bahwa dengan melakukan normalisasi dan negosiasi dengan Arab Saudi, bersamaan dengan reformasi di Otoritas Palestina, akan ada negara Palestina yang didemiliterisasi."
"Namun Israel harus mengambil pilihan itu," ucap Lew.
Israel Marah ke AS
Sebuah laporan yang dirilis oleh The Washington Post menyatakan, AS dan beberapa mitra Arab tengah mempersiapkan rencana rinci untuk perjanjian perdamaian komprehensif antara Israel dan Palestina.
Mengutip laporan The Post, pengumuman mengenai cetak biru tersebut mungkin akan dilakukan dalam beberapa minggu ke depan.
Meski begitu, waktunya hanya bergantung pada kemampuan Israel dan Hamas untuk mencapai kesepakatan untuk menghentikan pertempuran di Gaza.
Rencana yang diusulkan mencakup langkah-langkah yang sebelumnya ditolak Israel, termasuk evakuasi banyak permukiman di Tepi Barat, ibu kota Palestina di Yerusalem Timur, dan gabungan aparat keamanan dan pemerintah untuk Tepi Barat dan Gaza.
Baca juga: Israel Ancam Perluas Serangan di Rafah Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera Hingga Awal Ramadhan
AS dan mitra-mitra Arabnya berharap jaminan keamanan dan normalisasi dengan negara-negara Arab seperti Arab Saudi dapat membujuk Israel untuk mengikuti rencana tersebut.
Para pejabat mengatakan kepada Post bahwa mereka berharap rencana tersebut dapat dipublikasikan setelah Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata sementara.
Selama jeda, langkah-langkah akan diambil menuju implementasi proposal tersebut, termasuk membentuk pemerintahan sementara Palestina yang juga dapat memerintah Gaza.
Menanggapi laporan tersebut, juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Avi Hyman mengatakan bahwa sekarang bukan waktunya untuk membahas rencana "hari setelah" Hamas.
"Di sini, di Israel, kita masih berada dalam situasi pasca pembantaian 7 Oktober," kata Avi Hyman kepada The Times of Israel.

Baca juga: Hamas dan PFLP Kecam Keputusan Israel Batasi Akses Warga Palestina ke Masjid Al Aqsa saat Ramadhan
"Sekarang bukan waktunya untuk berbicara tentang pemberian kepada rakyat Palestina, pada saat Otoritas Palestina sendiri belum mengutuk pembantaian 7 Oktober," tegasnya.
Hyman menegaskan, saat ini fokus Israel adalah untuk memenangkan pertempuran atas Hamas.
Diskusi soal cetak biru tersebut, lanjut Hyman, akan terjadi bila Hamas sudah dimusnahkan.
"Semua diskusi sehari setelah Hamas akan dilakukan sehari setelah Hamas," ucap Hyman.
Menanggapi pernyataan Hyman, seorang veteran anggota Kongres AS dari Partai Demokrat, Jerry Nadler mengatakan, solusi dua negara bukanlah sebuah 'hadiah'.
"Ini adalah satu-satunya solusi yang layak terhadap konflik Israel-Palestina," ucap Nadler di media sosial X.
"Israel harus mampu mempertahankan diri, khususnya setelah tragedi 7 Oktober, namun keamanan jangka panjang hanya akan tercapai melalui solusi negosiasi yang tepat yang melibatkan pembangunan kembali Gaza dan pembentukan negara Palestina di Gaza dan Tepi Barat dengan keamanan dan pemerintahan yang memadai," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.