Sabtu, 4 Oktober 2025

ITB tawarkan bayar kuliah pakai pinjol - Kenapa dikritik dan apa akibatnya?

Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyediakan skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) berupa cicilan plus bunga melalui…

BBC Indonesia
ITB tawarkan bayar kuliah pakai pinjol - Kenapa dikritik dan apa akibatnya? 

Untuk itu, kata Yogi, KM ITB menolak segala bentuk komersialisasi dari mekanisme pembayaran UKT yang ada di ITB.

“Prioritas ITB seharusnya adalah pada membantu mahasiswanya dengan ragam mekanisme yang meringankan, bukan malah mencari keuntungan dengan bekerja sama dengan lembaga pinjaman online berbunga,” katanya.

UU Pendidikan Tinggi yang membuka ‘privatisasi dan komersialisasi’

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPR), Ubaid Matraji, mengatakan apa yang terjadi di ITB, mulai dari tunggakan mahasiswa hingga munculnya skema pinjol, disebabkan oleh UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang bermasalah.

Undang-Undang tersebut, kata Ubaid, telah mengubah status perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum publik yang otonom atau disebut Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).

Yang artinya kampus diberikan hak penuh untuk melakukan komersialisasi dalam mengelola keuangan.

"Jadi apa saja kegiatan yang berpotensi menghasilan profit, diperbolehkan, termasuk menarik uang per semester dengan jumlah berapa juga boleh..." ujar Ubaid Matraji kepada BBC News Indonesia, Jumat (26/12).

Tapi dengan lahirnya UU Pendidikan Tinggi telah menggeser arah pendidikan di Indonesia ke privatisasi dan komersialisasi, jelas Ubaid.

Imbasnya, kata Ubaid, mahasiswa yang kurang dan tidak mampu mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan tinggi lantaran besarnya uang kuliah yang ditetapkan pihak kampus.

Salah satu contoh kasus dari buruknya sistem PTNBH, sambungnya, terjadi pada awal Januari 2023.

Kala itu, seorang mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta yang tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), terpaksa cuti kuliah untuk bekerja demi membayar UKT semester. Namun di pertengahan jalan, mahasiswa itu sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Kasus lainnya, kata dia, banyak mahasiswa yang telah lulus kuliah tak bisa mengambil ijazah karena ditahan pihak kampus lantaran belum melunasi tunggakan UKT.

"Jadi kita harus menyadari dari pendidikan yang menuju komersialisasi ini akan ada banyak anak-anak bangsa yang tidak mampu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, itu pasti."

"Karena akses pada perguruan tinggi akan menjadi barang mewah dan hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang punya ekonomi cukup."

Berpotensi menimbulkan ‘pemerasan‘

Dalam UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, terdapat ketentuan yang mewajibkan pemerintah, pemda, atau perguruan tinggi untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk bisa menyelesaikan studi akademiknya.

Pasal 76 ayat 2 menyebutkan, pemenuhan hak mahasiswa sebagaimana dimaksud seperti di atas, dilakukan dengan cara memberikan:

1. beasiswa kepada mahasiswa berprestasi;

2. bantuan atau membebaskan biaya pendidikan, dan/atau;

3. pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus atau memperoleh pekerjaan.

Akan tetapi menurut Ubaid, pasal tersebut adalah "jebakan" terutama di poin terakhir.

Sepanjang pengetahuannya tidak ada skema atau platform yang bisa meminjamkan dana 'tanpa bunga'.

"Tidak ada [skema pinjaman dana tanpa bunga]. Itu hanya pasal pemanis. Bank syariah saja ada bunganya. Pasal itu kamuflase terhadap keberpihakan kampus kepada mahasiswa," jelasnya.

Bagi Ubaid, jika benar ITB melakukan kerja sama resmi dengan pihak ketiga dan menerapkan skema seperti itu, maka sama saja kampus melakukan "pemerasan".

"Karena dilakukan secara sistemik dan korbannya banyak. Ini jelas pemerasan."

"Orang yang jelas-jelas tidak mampu punya hak dibantu, tapi ini tidak. Dibikin celah pinjol supaya mereka secara sistemik terbelit utang dan tidak bisa bayar, apalagi ada intimidasi. Itu seni pemerasan,” katanya.

Apa yang harus dilakukan pemerintah?

Ubaid berkata selama tidak ada perubahan di UU Pendidikan Tinggi dan kampus diberikan hak otonom mengelola keuangan sendiri, maka modus-modus "pemerasan" seperti ini akan terus terjadi.

Itu mengapa dia berharap ada kelompok mahasiswa yang berani mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang mengembalikan peran serta tanggung jawab pemerintah dalam hal pendidikan.

Dalam jangka pendek, dia mendesak Kemendikbud-Ristek-Dikti untuk segera menggelontorkan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah kepada mahasiswa yang benar-benar tidak mampu di ITB.

Berbarengan dengan itu, pemerintah harus mendata uang berapa banyak mahasiswa yang masuk kategori perlu mendapatkan beasiswa KIP Kuliah.

Pendataannya, kata Ubaid, harus benar yakni dimulai dari pengajuan yang dilakukan sendiri oleh mahasiswa dan diverifikasi.

"Sehingga datanya bukan top-down lagi, tapi mahasiswa bisa ajukan diri."

Opsi membantu mahasiswa yang tidak dapat membayar langsung

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto, menolak tudingan yang diungkapkan oleh Ubaid.

“Apakah Pak Ubaid sudah membaca /membuka platform Danacita? Di sana ada PTN dan PTS lain yang bekerja sama dengan Lembaga tersebut.”

“Bunga bank lembaga pembiayaan non-bank diatur oleh OJK. Jadi kalau Pak Ubaid 'mengkritik ITB' bagaimana dengan PTN-PTS yang bekerja sama dengan LKBB tersebut, artinya semua kena kritik ya?” kata Naomi.

Naomi menjelaskan, ITB bekerja sama dengan sebuah lembaga keuangan bukan bank (LKBB) atau non-bank yang terdaftar dan diawasi OJK, serta secara khusus bergerak di bidang pendidikan.

“Selain ITB terdapat banyak PTN atau PTS yang bekerja sama dengan LKBB yang dimaksud,” kata Naomi.

Naomi mengeklaim kerja sama itu tentu menguntungkan masyarakat dan mahasiswa karena mereka akan mendapatkan kemudahan dalam membayar uang kuliah.

“Selain melalui beragam bank yang dapat dipilih; melalui virtual account (VA) dan kartu kredit master/visa, juga menyediakan opsi pilihan (system financial technology) LKBB yang akan membantu masyarakat atau mahasiswa yang tidak dapat membayar langsung melalui fasilitas cicilan,” kata Naomi.

Selain itu, Naomi menegaskan bahwa pinjol adalah satu dari bermacam opsi yang disediakan oleh ITB untuk dipilih oleh mahasiswa.

“Semua pilihan ada di tangan mahasiswa atau yang bersangkutan… Sebagai catatan, ITB sudah berumur 104 tahun di tahun ini. ITB memiliki reputasi, jadi tidak akan gegabah. ITB selalu berkontribusi untuk membangun bangsa dengan mendidik mahasiswa-mahasiswa terbaik bangsa,” katanya.

Naomi menyebut, pada Desember 2023 ada 1.800 mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.492 mahasiswa diberikan keleluasaan untuk mencicil, 184 orang mahasiswa diberikan kebijakan penurunan besaran UKT untuk satu semester, dan 124 orang mahasiswa diberikan penurunan besaran UKT secara permanen sampai yang bersangkutan lulus dari ITB.

Reportase tambahan oleh wartawan Yuli Saputra di Bandung, Jawa Barat.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved