Konflik Palestina Vs Israel
Diprediksi akan Tewas di Gaza, Staf PBB Bawa Anak ke Tempat Kerja: Agar Bisa Mati Bersama-sama
UNRWA memprediksi para stafnya di Gaza akan tewas karena serangan Israel.
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pekerja dan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) memprediksi cepat atau lambat para stafnya di Gaza akan tewas karena serangan Israel.
Hal itu disampaikan Komisioner Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, dalam surat kepada Presiden Majelis Umum PBB Dennis Francis hari Jumat, (8/12/2023).
Saat ini, Israel tengah memfokuskan serangan ke Gaza bagian selatan dan korban jiwa terus berjatuhan.
Lazzarini menyebut sekarang adalah masa-masa tergelap UNRWA selama 75 tahun sejak didirikan.
"Saya memberi tahu Anda bahwa saat kemampuan UNRWA untuk memberlakukan mandat Majelis Umum di Gaza sangat terbatas, dan dengan konsekuensi yang langsung dan buruk sekali bagi badan kemanusiaan PBB itu dan kehidupan para warga sipil di Gaza," ujar Lazzarini dalam suratnya, dikutip dari Sputnik News.
"Implikasi jangka panjang bagi UNRWA dan kemungkinan adanya solusi politik yang adil dan bertahan lama terlihat suram."
Lazzarini mengatakan ketika Hamas menyerang Israel tanggal 7 Oktober lalu, ada ribuan warga Gaza yang pindah ke lokasi UNRWA. Mereka mencari keselamatan di bawah PBB.
Dia menyebut per Jumat, (8/12/2023), jumlah pengungsi sudah membengkak menjadi 1,2 juta atau sekitar setengah dari jumlah penduduk Jalur Gaza.
Baca juga: Puji AS Cegah Resolusi PBB untuk Gencatan Senjata di Gaza, Israel: Perang Usai Jika Hamas Hancur
Adapun berdasarkan statistik PBB, ada 1,8 juta orang yang telantar di Gaza sejak perang meletus.
Sementara itu, jumlah warga Gaza yang tewas karena serangan Israel sudah mencapai lebih dari 17.700 orang menurut Kementerian Kesehatan Palestina per hari Jumat.
Awal pekan ini, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengakui sebagian besar korban tewas di Gaza adalah warga sipil.
Lazzarini mengtakan UNRWA hingga hari ini masih beroperasi di Jalur Gaza meski secara terbatas.
"Staf kami masih beroperasi di pusat kesehatan, menangani tempat berlindung, dan membantu warga yang mengalami trauma, beberapa orang datang membawa anak mereka yang tewas."
"Para staf kami membawa anak mereka supaya mereka bisa tahu bahwa anak-anak aman atau supaya bisa mati bersama-sama dengan mereka," terangnya.
Menurut Lazzarini, sudah ada lebih dari 130 staf UNRWA yang terkonfirmasi tewas karena serangan. Sebagian besar dari mereka tewas bersama dengan anggota keluarga.
"Jumlahnya mungkin bertambah ketika Anda membaca surat ini. Setidaknya ada 70 persen staf UNRWA yang telantar, kekurangan makanan, air, dan tempat berlindung mencukupi," katanya.
Baca juga: Presiden Palestina Mahmoud Abbas Sebut Jalan Satu-satunya Akhiri Perang Israel di Gaza
Lazzarini berujar pihaknya masih bisa menyalurkan makanan. Namun, jika UNRWA tumbang, bantuan kemanusiaan di Gaza juga akan berhenti.
"Tanpa tempat berlindung dan bantuan, warga sipil di Gaza berisiko tewas atau dipaksa pindah ke Mesir dan lainnya," imbuh Lazzarini.
Dia berkata perpindahan paksa warga Palestina ke luar Gaza harus dicegah agar tragedi Nakba tahun 1948 tidak terulang.
Nakba adalah peristiwa eksodus besar-besaran warga Palestina setelah negara Israel didirikan.
"Selama 35 tahun bekerja di kompleks kedaruratan, saya tidak pernah menulis surat seperti ini, yang memprediksi kematian para staf saya dan hancurnya mandat yang saya harapkan bisa saya penuhi," kata dia.
Resolusi gencatan senjata gagal disahkan
Resolusi gencatan senjata yang diajukan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) gagal disahkan.
Hal itu karena Amerika Serikat (AS) memilih memveto resolusi tersebut, sedangkan Inggris memilih abstain.
Adapun 13 anggota DK PBB lainnya memilih mendukung resolusi itu.
Selepas pengambilan suara untuk resolusi itu, Wakil Dubes AS untuk PBB, Robert Wood, mengkritik DK PBB yang menurutnya tidak mengecam serangan Hamas tanggal 7 Oktober lalu.
Di samping itu, menurut Wood, DK PBB juga tidak mengakui hak Israel untuk mempertahankan diri.
Baca juga: AS Desak Kongres Setujui Penjualan Peluru Tank Merkava untuk Digunakan Israel dalam Perang di Gaza
Wood mengklaim gencatan senjata justru akan membuat Hamas terus berkuasa di Jalur Gaza.
"Hanya menabur benih untuk perang selanjutnya karena Hamas tak punya keinginan untuk melihat perdamaian jangka panjang dan solusi dua negara," kata Wood dikutip dari Sky News, Sabtu (9/12/2023).
"Karena alasan itu, meski AS sangat mendukung perdamaian jangka panjang, yang di dalamnya warga Israel dan Palestina bisa hidup damai dan aman, kami tidak mendukung seruan untuk melakukan gencatan senjata," katanya menambahkan.
Sementara itu, Dubes Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, mengaku pihaknya tidak bisa mendukung resolusi gencatan senjata.
"Kami tidak bisa memilih untuk mendukung resolusi yang tidak mengecam kejahatan Hamas terhadap warga sipil Israel tak berdosa pada tanggal 7 Oktober," ujar Woodward.
"Meminta adanya gencatan senjata itu mengabaikan fakta bahwa Hamas telah melakukan tindakan teror dan masih menahan warga sipil."
Baca juga: Bom Israel Hancurkan Masjid Tertua di Gaza, Hamas: Kejahatan Keji dan Biadab
(Tribunnews/Febri)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.