Konflik Palestina Vs Israel
Cerita Ayah Bella Hadid soal Nakba 1948, Mohamed Hadid: Yahudi Usir Kami dari Palestina
Mohamed Hadid menceritakan Nakba 1948 ketika keluarganya diusir imigran Yahudi yang ditampung di rumahnya di Palestina. Mereka dilarang kembali.
TRIBUNNEWS.COM - Mohamed Hadid, ayah model internasional Bella Hadid dan Gigi Hadid yang menjadi korban Nakba (pengusiran warga Palestina) pada tahun 1948.
Dalam wawancara eksklusif dengan media Turki, Anadolu, Mohamed Hadid mengatakan ia melihat warga Palestina melarikan diri dari Gaza utara ke selatan, seperti melihat pengalaman ibunya 75 tahun lalu.
Mohamed Hadid saat itu baru berusia sembilan hari saat peristiwa Nakba, ketika Israel mengusir keluarganya dari Palestina.
"Saya tidak ingat apa-apa karena saya baru berusia sembilan hari," kata Mohamed Hadid kepada Anadolu, Selasa (28/11/2023).
"Namun apa yang saya lihat di layar sangat mempengaruhi saya dan membuat saya merasakan perjuangan yang dialami ibu saya dan kesulitan yang dia hadapi untuk membawa saya ke kamp pengungsi hidup-hidup," lanjutnya.
Pengusaha yang lahir di Nazareth, Palestina, pada 1948 itu menggambarkan kelompok-kelompok Yahudi mulai merampas tanah Palestina pada masa itu.
Baca juga: Di Sidang PBB, Indonesia Tegaskan Militer Bukan Solusi Akhiri Konflik Israel-Palestina
Sebelum Nakba, Mohamed Hadid mengatakan ayahnya menampung dua keluarga Yahudi yang melarikan diri dari Eropa.
Imigran Yahudi Eropa itu tiba di Pelabuhan Haifa dengan kapal dari Polandia dan Hongaria kemudian ditampung di rumah keluarga Hadid di Safed.
Sementara ibunya pergi ke Nazareth untuk melahirkannya selama Perang Dunia II.
Ketika Mohamed Hadid lahir, ibunya dan kakak perempuan Hadid yang berusia dua tahun kembali ke rumah mereka di Safed.
Namun, rumah mereka hampir diambil oleh penduduk Yahudi di sana.

"Ayah saya, seorang profesor di Universitas Haifa, juga tidak ada di rumah. Saat kami sampai di bagian rumah milik ibu saya dan keluarga kami, mereka tidak mengizinkan kami masuk," ujar Mohamed Hadid.
Ibu Hadid kemudian menyadari mereka saat itu menjadi pengungsi dan berusaha mengambil selimut dari rumah itu agar anak-anaknya tidak kedinginan di jalan.
Namun, keluarga Yahudi tersebut tidak mengizinkan ibu Hadid masuk rumahnya sendiri.
"Keluarga saya dan ayah bertemu kembali di kamp pengungsi Suriah setelah beberapa hari diusir dari rumahnya sendiri," kata Mohamed Hadid.
Mohamed Hadid: Antisemitisme berasal dari Barat

Baca juga: Serukan Pemecatan Netanyahu, Ehud Barak: Dia Tidak Layak Memimpin Israel
Ketika membahas antisemitisme, Mohamed Hadid menyoroti antisemitisme berasal dari Eropa dan mempengaruhi masyarakat di wilayah tersebut.
“Hal ini terjadi baik di Eropa Timur maupun di Barat, terhadap masyarakat di kawasan kami. Tapi saya tidak bisa anti-Semit; saya sendiri berasal dari ras Semit (ras Timur Tengah, termasuk Yahudi dan Arab). Saya berasal dari tanah tempat Yesus Kristus dilahirkan. Saya tidak bisa melawan diri saya sendiri," kata Mohamed Hadid.
Dia menggarisbawahi bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Palestina adalah sepupu sebagai keturunan Abraham.
Meski mereka mungkin memiliki perspektif yang berbeda, mereka tidak bisa menjadi musuh.
“Tiga agama bersatu di negeri ini. Oleh karena itu, kita tidak bisa melawan mereka, dan mereka tidak bisa melawan kita,” katanya.

Mohamed Hadid menambahkan, salah satu kesedihan terbesar di dunia adalah orang-orang tidak dapat kembali ke tanah tempat mereka dilahirkan, hidup atau mati.
“Tidak seorang pun boleh mengalami rasa sakit yang menghalangi mereka untuk kembali ke tanah tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, baik dalam hidup atau mati,” katanya.
Meski orang tua dan neneknya ingin dimakamkan di tempat kelahirannya, Mohamed Hadid mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan karena mereka harus mengungsi dari wilayah itu sebagai pengungsi.
Ia juga berbagi cerita tentang neneknya yang tidak bisa dimakamkan di Palestina setelah kematiannya di Pulau Rhodes selama berada di sana.
“Ini adalah cara terdekat yang bisa kami lakukan untuk membawanya ke Palestina,” katanya.
Mohamed Hadid juga mengatakan dia harus menguburkan orang tuanya di AS.
"Saya juga ingin dimakamkan di tanah tempat saya dilahirkan," katanya, merujuk pada wilayah Palestina.
Bangga dengan Gigi Hadid dan Bella Hadid

Baca juga: Militer Israel Rampok Uang Warga Gaza Mencapai Rp 20 Miliar Selama Invasi Darat
Mohamed Hadid menceritakan kedua putrinya, Gigi Hadid dan Bella Hadid, memiliki jiwa kemanusiaan yang besar dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan amal.
"Anak-anak saya berkontribusi terhadap permasalahan ini selama bertahun-tahun, mulai dari bencana gempa bumi di Turkiye hingga kelaparan di Afrika, tunawisma di Asia Tenggara, dan pembangunan sekolah untuk UNICEF. selalu ada ketertarikan pada situasi kemanusiaan di antara mereka," kata Mohamed Hadid.
"Mereka setengah Palestina karena saya orang Palestina. Hal ini tentu saja menciptakan ketertarikan pada mereka tentang masalah ini," lanjutnya.
Mohamed Hadid mengatakan keluarganya mendapat banyak e-mail ancaman dan kebencian.
"Kami menerima banyak ancaman. Saya menerima banyak e-mail kebencian. Nomor telepon kami, nomor telepon saya dan putri saya, dibagikan secara online," katanya.
Keluarga Hadid menerima berbagai panggilan, mulai dari ancaman pembunuhan yang penuh kebencian hingga ancaman serangan.
Mohamed Hadid mengatakan mereka harus mengganti nomor telepon karena teror tersebut.
Wawancara Mohamed Hadid ini menyusul pengusiran warga Palestina dari Gaza utara setelah Israel mengintensifkan serangan di wilayah itu dengan alasan memerangi kelompok bersenjata Hamas Palestina.
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas Palestina yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel.
Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 15.242 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Selasa (28/11/2023), dikutip dari Al Jazeera.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.