Jokowi desak Biden untuk dorong Israel hentikan serangan ke Gaza, tapi 'tidak ditanggapi'
Presiden Joko Widodo mengatakan telah menyampaikan secara langsung kepada Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengenai pentingnya…
Jika berkaca pada sikap AS selama ini, Kishino bahkan pesimistis AS bakal bisa mendesak Israel melakukan gencatan senjata.
Menurutnya, solusi paling realistis adalah AS kembali menyerukan penghentian pertempuran sementara, tapi dengan bahasa yang diperhalus seperti sebelumnya, yaitu jeda kemanusiaan.
Pada pekan lalu, AS memang sempat mengumumkan bahwa Israel berjanji bakal memberikan jeda penghentian serangan militer selama empat jam setiap harinya agar warga sipil dapat bergerak.
"Sudah ada desakan dari AS, tapi bahasanya bukan gencatan senjata. Mereka tidak mau menunjukkan kelemahan. Mereka masih mau menunjukkan agresivitas," tutur Kishino.
Bagaimana sikap Netanyahu ke depan?
Kishino ragu Israel bakal patuh kalaupun AS menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza, apalagi jika melihat sikap Netanyahu yang acap kali tutup kuping.
"Kita harus melihat pemerintahannya Netanyahu itu dari zaman dulu, apalagi dari era 2000-an, dia lebih berani untuk tidak mendengar tuntutan dari AS. Makanya, dia juga sempat ribut dengan Obama. Dia lebih cocok dengan Trump. Dia juga enggak terlalu dekat dengan Biden," ujarnya.
Sikap Netanyahu ini tak lepas dari sentimen di Israel yang sejatinya masih mendukung kebijakan Zionis, yaitu menolak pembentukan negara Palestina.
Jika dilihat dari sejarah pemilu Israel saja, koalisi yang akhirnya berkuasa pasti disokong kelompok-kelompok anti-Palestina. Kekuatan pemerintahan Netanyahu saat ini juga sangat ditentukan oleh dukungan partai-partai sayap kanan.
"Kalau sekarang Netanyahu mau mengubah image-nya dia menjadi lebih lunak, kalkulasi politiknya, kalau dia melakukan itu bisa jadi dia bunuh diri politik," tutur Kishino.
Ia lantas menarik contoh kasus ketika mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, berubah haluan dari awalnya keras terhadap Israel, tiba-tiba mencanangkan Disengagement Plan Implementation Law untuk Jalur Gaza.
Regulasi itu secara umum mencabut seluruh kehadiran Israel di Jalur Gaza, mulai dari menutup pemukiman Yahudi hingga menarik pasukan mereka dari kawasan tersebut.
"Itu yang membuat karier politik Ariel Sharon itu bubar di depan kelompok sayap kanan Israel.
"Ariel Sharon kemudian mendapatkan dukungan dari kelompok sayap kiri yang lebih lunak dan diplomatis, tapi dari kelompok sayap kanan bubar total," ucap Kishino.
Jika dilihat dari dukungan masyarakat, sikap keras Netanyahu menghadapi Hamas juga sempat membuat popularitasnya meroket. Namun kini, popularitas Netanyahu kembali merosot.
"Setelah sekarang 11.000 meninggal, baru turun lagi [popularitas Netanyahu] karena warga Israel melihat protes-protes di dunia. Mereka melihat, mereka seolah terisolasi dari pergaulan dunia. Akhirnya mereka ikut dan menuntut Netanyahu turun," kata Tia.
Namun, Tia tak yakin riak suara rakyat Israel ini mampu menumbangkan pemerintahan Netanyahu. Menurutnya, rakyat Israel pada dasarnya masih menginginkan negara Palestina tak terwujud.
"Saya tidak yakin kalau sampai Netanyahu turun karena mereka (rakyat Israel) juga sebetulnya senang dengan kebijakan Netanyahu itu, tapi ini karena gerakan di dunia ini besar, mereka atas nama kemanusiaan mendesak Netanyahu turun," tuturnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan dunia?
Melihat kemelut berkepanjangan ini, Tia dan Kishino sama-sama pesimistis dunia internasional dapat mengandalkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencari solusi konflik Israel-Palestina.
Sebagai sekutu Israel, AS selalu memveto segala resolusi DK PBB yang merugikan negara Zionis itu. Menurut Kishino, saat ini dunia setidaknya dapat mendesak AS mengubah sedikit kebijakannya terhadap Israel.
"Berubahnya itu tidak harus secara total mendukung Israel. Masih mendukung Israel, tapi lebih mengekang bagaimana conduct-nya Israel di Gaza, mengekang cara bertindaknya. Bagaimana caranya? Aksi kolektif," katanya.
Aksi kolektif ini bisa juga datang dari OKI. Namun, aksi tersebut harus benar-benar diwujudkan dalam tindakan konkret.
"Yang paling bisa mungkin sanksi ekonomi, misalnya tidak mau dagang dengan wording apa pun, seperti embargo. Karena kalau cuma ngomong doang, tidak ada efeknya.
"Perlu tekanan yang lebih konkret, seperti tidak mau dagang, pembekuan normalisasi, pembekuan hubungan diplomatik," ucap Kishino.
Misi lain Jokowi: Nikel
Selain membicarakan masalah Israel-Palestina, Jokowi juga membawa misi lain dalam pertemuan dengan Biden, yaitu peningkatan kerja sama ekonomi dan bisnis.
Agenda itu diperkirakan bakal mencakup pembahasan impor produk turunan nikel dan mineral penting lainnya untuk kendaraan listrik dari Indonesia.
Tiga sumber yang mengetahui mengenai pembahasan itu mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Indonesia dan AS memang sedang menggodok kemungkinan kerja sama di bidang mineral penting tersebut.
Seorang sumber mengatakan bahwa AS sendiri masih masih mengkhawatirkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola tambang nikel di Indonesia.
Biden pun dilaporkan masih terus mengkaji bagaimana kesepakatan dengan Indonesia bisa berjalan.
Seorang sumber lainnya mengungkap AS dan Indonesia bakal mengumumkan rencana yang akan dipersiapkan untuk negosiasi lebih lanjut.
Selain itu, Biden dan Jokowi juga bakal menyepakati sederet kerja sama di bidang pertahanan, termasuk keamanan siber, ruang angkasa, latihan bersama, hingga terkait ancaman nuklir.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.