Konflik Palestina Vs Israel
Tak Yakin Pindah ke Selatan Aman. Sebagian Warga Gaza Utara Bertahan di Tengah Gempuran
Sejumlah warga Palestina memilih tetap bertahan di tinggal pemukimannya di Gaza Utara di tengah gempuran militer Israel.
“Seringkali, kami bahkan tidak bisa mendekati jendela, takut ada penembak jitu di dekat lingkungan kami. Kami tidak bisa meninggalkan rumah karena alasan apa pun. Bahkan jika kami pergi, kami tidak akan menemukan pasar yang masih buka.”
Dia menambahkan, kerabat dan teman-temannya yang telah pergi selama seminggu terakhir mengatakan mereka menyaksikan “mimpi buruk yang nyata”, karena mereka terpaksa berjalan berkilo-kilo meter jauhnya ke Selatan di tengah hujan bom Israel di sekitar mereka.
Dia juga khawatir, jika ada keluarga dekatnya yang memerlukan perawatan medis, tidak akan ada rumah sakit yang bisa merawat mereka.
“Saya khawatir jika kami tinggal di sini dan ada di antara kami yang terluka, atau bahkan jika kaki seorang anak patah, kami tidak akan menemukan rumah sakit atau klinik yang masih buka di seluruh kota," ungkapnya.
"Klinik di sekitar kami ditutup karena kurangnya bahan bakar, dan rumah sakit utama saat ini dikepung oleh tank Israel. Siapa pun yang mendekati mereka akan ditembak," lanjutnya.
Sejak Jumat, pasukan Israel telah mengepung rumah sakit utama di Kota Gaza, termasuk rumah sakit al-Shifa, kompleks medis terbesar di wilayah tersebut.
Selama beberapa minggu terakhir, enam rumah sakit terbesar di Kota Gaza telah berulang kali menjadi sasaran serangan udara, peluru artileri, dan penembak jitu Israel.
Di lingkungan tempat Moien tinggal, seorang perawat yang bekerja di bangsal bersalin rumah sakit al-Sahaba di Kota Gaza mengatakan rumah sakit tersebut ditutup akhir pekan lalu karena kekurangan bahan bakar.
Ini adalah bangsal bersalin terakhir di Kota Gaza, yang berarti perempuan hamil tidak akan bisa menjalani operasi caesar.
“Saat ini tidak ada tempat di mana perempuan hamil bisa melahirkan. Tidak ada rumah sakit atau klinik bersalin yang buka saat ini,” ujar Aya Muhammed, seorang perawat berusia 25 tahun.
“Kami perkirakan puluhan perempuan hamil akan meninggal karena mereka terpaksa melahirkan sendirian di rumah," ungkapnya.
Selain itu, wanita yang mengalami keguguran tidak akan dapat menerima perawatan medis yang mereka perlukan untuk menyelamatkan nyawa.
“Sejak awal perang, kami telah menerima puluhan kasus perempuan mengalami keguguran karena takut akan bom dan stres berat,” kata Muhammad. Pada hari Kamis, selama shiftnya saja, mereka menerima enam kasus.
Saksi mata mengatakan kepada Middle East Eye bahwa suami dan kerabat dari wanita hamil yang diperkirakan akan segera melahirkan berkeliaran di lingkungan mereka untuk mencari dokter yang tinggal atau berlindung di dekatnya untuk membantu mereka melahirkan di rumah.
Pada Minggu pagi, pasukan Israel yang mengepung rumah sakit al-Shifa mengebom bangsal bersalinnya, menewaskan sedikitnya tiga perawat.
Konflik Palestina Vs Israel
Konser Amal untuk Palestina di Wembley, London Meraup Rp 33,2 Miliar |
---|
Spanyol akan Mundur dari Eurovision 2026 jika Israel Berpartisipasi |
---|
Macron: Aksi Militer Israel Gagal di Gaza, Solusinya Akui Negara Palestina |
---|
PM Spanyol Serukan Larangan bagi Israel dari Semua Olahraga Internasional |
---|
Gaza Dibungkam, Internet dan Telepon Padam Total saat Tank Israel Kepung Kota |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.