Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Kisah Para Ibu Hamil di Gaza: Kebingungan Bagaimana Nanti Melahirkan di Tengah Bombardir Israel

Terdapat sekitar 50.000 wanita hamil di Gaza yang kekurangan perawatan, akses ke dokter dan pusat layanan kesehatan yang memadai.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
SAID KHATIB / AFP
Ahli bedah trauma menutupi tubuh seorang wanita hamil yang bayinya diselamatkan setelah operasi caesar darurat, dan yang meninggal setelah pemboman Israel, di rumah sakit Kuwait di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 21 Oktober 2023. Terdapat sekitar 50.000 wanita hamil di Gaza yang kekurangan perawatan, akses ke dokter dan pusat layanan kesehatan yang memadai. 

“Saya harus menjaga dua anak saya yang lain, tapi sekolah penampungan ini tidak memiliki air jernih."

"Saya terpaksa minum air asin, dan saya tidak tahan, dan itu juga mempengaruhi tekanan kehamilan saya."

Asraf ingin tahu apakah dirinya dan janinnya baik-baik saja, apalagi setelah teror yang dialaminya.

Dia mencoba menghubungi pusat kesehatan PBB di kamp Shati berkali-kali melalui telepon, tetapi tidak berhasil tersambung satu kali pun.

Tidak ada nutrisi atau perawatan yang tepat untuknya, akibatnya dia selalu merasa lelah dan mual.

Sekolah sangat penuh sesak dan bising, dan dia tidak bisa memejamkan mata lebih dari 30 menit.

“Di sini juga ada tiga ibu hamil, dan kondisinya mirip dengan saya,” kata Asraf.

“Dua hari lalu, salah satu dari mereka kehilangan kesadaran, dan kami mencoba membantunya.”

Khawatir Keguguran

Beberapa wanita yang hamil melalui program bayi tabung, khawatir akan keguguran.

Seorang wanita berdiri di sebuah rumah yang rusak parah menyusul pemboman Israel di Rafah di selatan Jalur Gaza pada 19 Oktober 2023.
Seorang wanita berdiri di sebuah rumah yang rusak parah menyusul pemboman Israel di Rafah di selatan Jalur Gaza pada 19 Oktober 2023. (Mohammed ABED / AFP)

Baca juga: Al Jazeera Kutuk Serangan Israel yang Tewaskan Keluarga Jurnalis

Laila Baraka (30) berhasil hamil dengan bayi tabung setelah bertahun-tahun mencoba untuk memiliki anak kedua.

“Sepanjang hari, saya takut dengan suara bom, dan pada malam hari, suaranya semakin intens dan menakutkan,” katanya.

“Saya memeluk putra saya yang berusia lima tahun erat-erat sambil mencoba menelan rasa takut saya, namun saya tidak bisa."

"Apa yang kami dengar bahkan membuat batu ketakutan, bukan hanya manusia.”

Baraka, yang berasal dari Bani Suhaila, sebuah kota di sebelah timur Khan Younis, pindah ke pusat kota yang lebih besar karena berpikir akan lebih aman.

Namun pusat kesehatan yang dia kunjungi sebelumnya tidak menanggapi panggilannya setelah penduduk di wilayah timur dekat pagar perbatasan Israel semuanya telah melarikan diri.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved