Melihat Penderitaan Pekerja Migran, Perdalam Studi Migrasi di Negeri Orang
Berawal dari menggemari Doraemon dan drakor, Retno Widyastuti memulai studi di luar negeri, di mana dia mulai tertarik isu migrasi…
Retno Widyastuti lahir di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara. "Saya anak seribu pulau, pindah-pindah," katanya sambil tersenyum.
Dia bercerita, awalnya dia berrencana untuk studi S3 di Turki. Waktu itu ia juga sudah mendapat beasiswa dan sudah akan mengikuti wawancara. Namun ia bertemu dengan pria yang kemudian menjadi suaminya.
Kebetulan, suaminya pernah magang di kota Stuttgart dan Berlin di Jerman, sehingga lebih ingin melanjutkan pendidikan ke Jerman.
Mereka menikah tahun 2015, dan tak lama kemudian, Retno mendapat beasiswa LPDP.
Seharusnya dia mulai berkuliah di Jerman tahun 2016, tetapi ditunda ke tahun berikutnya, karena Retno hamil dengan anak pertama mereka.
Walaupun sudah mendapat beasiswa, jalan ke Jerman belum tampak cerah, karena Retno belum tahu akan kuliah di mana. Dia sempat melamar ke banyak kampus, bahkan mendapat penolakan tiga kali.
Akhirnya ia diterima di Universitas Bonn, Southeast Asian Studies. Kebetulan di Universitas Bonn dia juga mendapatkan profesor yang cocok. Dia mengutarakan, "Back ground [latar belakang] saya sebenarnya studi Asia dan Asia Timur."
Retno menceritakan, pendidikan S1 ditempuhnya di Universitas Gajah Mada, jurusan Hubungan Internasional. Untuk mendapat gelar S2, dia pindah ke Universitas Indonesia, dan berkuliah di bidang Japanese Studies.
Setelah itu, ia sempat bekerja sebentar, tetapi karena senang sekali berkuliah, dia mengambil S2 lagi di Taiwan, tepatnya di Asia Pacific Studies. Waktu berkuliah di Taiwan, dia mendapat beasiswa dari Kementerian Pendidikan Taiwan.
Risetnya ketika itu adalah tentang Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang waktu itu jumlahnya hampir 200.000 di Taiwan.
Dari situ dia tertarik melakukan riset lebih jauh tentang PMI, yang dulu dikenal dengan sebutan TKI atau Tenaga Kerja Indonesia. Setelah menyelesaikan tesis tentang PMI di Taiwan, dia sempat bekerja di bidang pemberdayaan TKI perempuan.
Memulai perjalanan panjang studi tentang migrasi
Menurut Retno, dulu waktu SMA dia masih lugu. Ketika itu dia ikut summer school yang diadakan UGM untuk siswa SMA yang ada di Yogyakarta. Salah seorang dosen di sana membuat dia terinspirasi. "Hubungan Internasional, dari nama aja udah keren," katanya sambil tertawa, "sering ke luar negeri, ke sana-sini," katanya lagi. Jadi dia memilih jurusan itu untuk kuliah S1. Kebetulan pula, dia senang berbagai bahasa. Ketika itu ia sama sekali tidak menyangka bahwa Hubungan Internasional sebenarnya rumit.
Semakin dia tekuni, semakin dia menyadari bahwa dia tertarik pada kajian wilayah. Berhubung dia memang suka dengan Jepang, Korea dan Cina, setelah selesai, Retno akhirnya mengambil studi Jepang, studi Cina khususnya Taiwan dan Korea.
"Kalau mau alasan non akademiknya, ya karena saya suka drama Korea," katanya sambil tertawa terbahak-bahak, dan menambahkan, "Saya suka anime juga sejak SMP, kartun film, Jepang dan lagu-lagu Jepang. Apalagi Doraemon, lah."
Jadi tidak heran, sejak SMP dia sudah belajar bahasa Jepang. Ketika berkuliah, dia menambah pelajaran bahasa dengan bahasa Mandarin serta Korea. Ketika S2 di Taiwan dia juga belajar bahasa Mandarin lagi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.