Sabtu, 4 Oktober 2025

Eksil korban peristiwa 1965: Apa kaitan mereka dengan label PKI sehingga tidak diakui sebagai WNI?

Beberapa eksil korban tragedi nasional 1965 mengaku tetap tidak menyesal atas sikap mereka yang tidak bersedia mendukung pemerintahan…

Adapun Sungkono menawarkan minuman pendampingnya. Ada teh panas, jus apel atau kopi tubruk.

"Kopi tubruk itu seperti kopi yang kita minum di Indonesia. Saya minum kopi tubruk," katanya.

Cara Sungkono menggambarkan kopi tubruk mengingatkan saya pada warung-warung di Indonesia. Maka saya pun ikut memilih kopi tubruk, diperlunak dengan susu segar produksi Belanda.

Foto Presiden Sukarno, lukisan lanskap Indonesia dan foto cucu-cucu menghiasi dinding. Buku-buku sejarah Indonesia memenuhi rak.

Bagaimana latar belakang politik mereka sehingga paspor sampai dicabut sekaligus kehilangan status dan identitas sebagai warga negara Indonesia? Apa kaitan Pak Sungkono dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dituding bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat pada akhir September-1 Oktober 1965? Itulah pertanyaan-pertanyaan saya dalam wawancara di ruang tamu.

"Tidak ada hubungan kepartaian, wong saya di luar negeri tidak ada partai. Di sana status kami kan mahasiswa Indonesia. Hubungan kami dengan KBRI saja," tegas Sungkono.

KBRI yang dimaksud adalah perwakilan pemerintah Indonesia yang berkedudukan di Moskow, ibu kota Rusia, negara yang dulu dikenal dengan nama Uni Soviet.

Dikirim oleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan melalui seleksi ketat, Sungkono sedang menyelesaikan studinya di Moskow ketika tanah airnya bergolak. Sedikit informasi yang sampai pada mahasiswa Indonesia simpang siur, diperburuk oleh minimnya sarana komunikasi pada masa itu.

Begitu pun sebelum keberangkatannya ke Rusia, Sungkono mengaku tidak terlibat dalam politik praktis. Dia berasal dari keluarga sederhana yang bekerja di perkebunan tembakau di Binjai, Sumatra Utara. Waktunya praktis difokuskan untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Namun hal itu tidak berarti bahwa dia buta pengetahuan politik.

"Saya tidak menutup mata pada waktu pemberontakan-pemberontakan tiga daerah. Yang saya lihat PKI itu partai yang paling konsekuen, konkret membantu ABRI memerangi pemberontak. Itu saya tidak bisa menutup mata. Apakah orang yang melihat kenyataan ini, menganggap itu baik, lantas itu komunis? Ya menurut saya tidak bisa disimpulkan seperti itu, bukan?" Demikian penalaran Sungkono.

Dia lalu menyebut secara rinci nama pemberontakan militer melawan pemerintahan Republik Indonesia di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan beserta pemimpin masing-masing.

Tapi ada pula mahasiswa yang sebelumnya aktif di organisasi sayap kiri seperti Chalik Hamid di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Sobron Aidit, adik dari pemimpin PKI, D.N. Aidit, juga menjadi eksil dan menetap di Prancis hingga turut mendirikan Restoran Indonesia. Sama dengan yang diceritakan para eksil lainnya tentang pangkal persoalan pencabutan status warga negara Indonesia, Sungkono menjalani screening atau penyaringan oleh atase pertahanan di KBRI Moskow. Pada pokoknya dia disodori pertanyaan bagaimana sikapnya terhadap peristiwa 65.

"Di kalangan kami jawabnya ya kami tidak tahu menahu apa yang terjadi. Tetapi ketika ditanya bagaimana sikap saudara terhadap pemerintah Indonesia, kami dengan tegas mengatakan kami tetap setia kepada pemerintahan Presiden Sukarno. Karena, kami warga negara Indonesia dikirim oleh pemerintah Indonesia belajar ke luar negeri ya kami tetap setia kepada pemerintahan Sukarno," kata Sungkono.

Ditambahkan mahasiswa yang dikirim ke luar negeri ada yang dari Partai Nasional Indonesia, Partindo, PKI dan banyak pula yang tidak terkait dengan partai tetapi "tidak membeda-bedakan, yang jelas bertugas sama."

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved