ILO: Pekerja Anak Terus Meningkat
Menurut ILO, sekitar 160 juta anak di seluruh dunia masih dipekerjakan. Di Sub-Sahara Afrika, 72 juta anak dilaporkan masih terkena…
Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang merupakan badan khusus di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pertama kali menetapkan tanggal 12 Juni sebagai Hari Menentang Pekerja Anak Sedunia pada tahun 2002 silam.
Sekitar 21 tahun sejak pertama kali dicanangkan, laporan terbaru ILO menyebutkan bahwa konflik, krisis, dan pandemi COVID-19 telah menyebabkan peningkatan jumlah pekerja anak di dunia. Hal itu telah "menjerumuskan lebih banyak keluarga ke dalam kemiskinan dan memaksa jutaan anak lainnya untuk menjadi pekerja anak."
Anak-anak Afrika kurang mendapat perlindungan
Menurut badan PBB untuk anak-anak, UNICEF, pertumbuhan penduduk, krisis yang berulang, kemiskinan ekstrem, dan langkah-langkah perlindungan sosial yang tidak memadai, telah menyebabkan 17 juta anak perempuan dan laki-laki terlibat sebagai pekerja anak di sub-Sahara Afrika dalam empat tahun terakhir.
Seruan Aksi Durban atau "The Durban Call to Action”, yang diadopsi pada Konferensi Global ke-5 untuk Penghapusan Pekerja Anak pada tahun 2022 lalu, memang telah ditetapkan sebagai "pedoman untuk membalikkan keadaan melawan pekerja anak" di bawah kerangka hukum yang kuat, akses pendidikan yang lebih menyeluruh, dan pemberantasan kemiskinan.
Namun, ILO mengatakan bahwa "pertumbuhan ekonomi belum cukup, dan juga tidak cukup inklusif, untuk meringankan tekanan yang dirasakan oleh begitu banyak keluarga dan lingkungan, yang membuat mereka terpaksa mempekerjakan anak-anak."
Badan PBB tersebut juga memperkirakan bahwa satu dari lima anak, atau lebih dari 72 juta anak di sub-Sahara Afrika terkena dampak dari pekerja anak ini.
Dalam sebuah acara peringatan di Jenewa, Asisten Direktur Jenderal ILO Manuela Tomei mengatakan bahwa jumlah pekerja anak di dunia semakin meningkat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir.
"Saya khawatir bahwa di era yang penuh dengan kemajuan pesat ini, ada begitu banyak anak yang justru masih tertinggal," kata Tomei.
Kemiskinan faktor pendorong utama
ILO mendeskripsikan pekerja anak sebagai pekerjaan atau kegiatan ekonomi yang merampas anak-anak dari masa tumbuh kembangnya, dan mengganggu kesempatan mereka untuk bersekolah, serta membahayakan mental, fisik, sosial, hingga moral anak-anak tersebut.
Di Afrika, pekerja anak telah memiliki akar sejarah yang dalam. Sudah menjadi hal yang wajar bagi anak-anak untuk membantu keluarga mereka, seperti dalam kegiatan bertani.
Namun, ILO telah membedakan antara pekerjaan tradisional untuk membantu keluarga dan eksploitasi terhadap pekerja anak yang merampas hak-hak serta pendidikan anak-anak.
Pakar tenaga kerja Kamerun Alex Soho mengatakan bahwa kemiskinan merupakan faktor pendorong utama bagi kebanyakan masyarakat untuk mengandalkan pekerja anak di hampir seluruh benua Afrika. "Penghasilan mereka sangat rendah, sehingga mereka tidak mampu mempekerjakan tenaga kerja orang dewasa, jadi mereka harus mengandalkan anak-anak mereka," kata Soho.
Ibu kota Kamerun, Yaounde, dipenuhi oleh para pedagang muda. Sebagian besar adalah anak-anak berusia antara 7-14 tahun, yang berjualan di persimpangan jalan hingga pasar utama, dan sering kali anak-anak itu harus bekerja sampai larut malam.
Kevin yang baru berusia 8 tahun dan Lea yang berusia 10 tahun misalnya, telah bekerja di lingkungan padat penduduk di Yaounde, sepanjang liburan sekolah mereka.
"Saya menjual air untuk membantu orang tua saya membayar buku-buku pelajaran untuk tahun ajaran baru," kata Kevin kepada tim DW.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.