Sabtu, 4 Oktober 2025

Rumah warga difabel Palestina diserang rudal Israel - 'Apakah mereka menembakkan roket?'

Israel mengatakan bangunan yang dihantamnya digunakan sebagai "pusat komando dan kontrol" oleh Jihad Islam untuk mengarahkan peluncuran…

"Ipar saya difabel - mereka bahkan tidak bisa menutupi kepala mereka [ketika mereka diselamatkan], kursi roda mereka terkubur di bawah reruntuhan rumah," kata Rahma.

"Semua orang melihat para difabel melarikan diri. Mereka bertanya: 'Mengapa rumah itu harus dihancurkan? Apakah para difabel ini menembakkan roket?' Kami tidak ada hubungannya dengan semua ini," katanya.

Rahma mengantar saya mengitari sisa-sisa reruntuhan sambil menggendong Jori.

Tempat tinggalnya ada di lantai paling atas. Sekarang hanya ada papan dari kardus yang dipasang warga di atas sisa-sisa beton, yang dituliskan nama mereka masing-masing.

"Kami tidak ke mana-mana, kami akan tinggal di bawah sinar matahari, tidur di bawah sinar matahari, kami tidak akan meninggalkan rumah," kata Rahma.

"Kami meminta organisasi internasional dan [Presiden Palestina Mahmoud Abbas] untuk menolong kami dan membangun kembali rumah ini karena kami tidak tahu harus pergi ke mana," katanya.

Gencatan senjata yang dicapai pada Sabtu malam, yang dimediasi oleh Mesir, sebagian besar telah disepakati.

Namun, keadaan tetap sangat tegang. Setelah berbulan-bulan kekerasan meningkat di Tepi Barat yang diduduki Israel, kekerasan kini meluas ke Gaza pada tiga kesempatan besar, sejak perang habis-habisan antara Israel dan Hamas pada Mei 2021.

Serangan minggu lalu telah membuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan tindakan yang berani secara politik.

Pemerintahannya dapat dengan mudah memicu konfrontasi yang jauh lebih besar - bahkan mereka masih bisa melakukannya meskipun ada gencatan senjata.

Namun, dia menggunakan pertempuran untuk memoles reputasinya dalam hal keamanan, dalam menghadapi kerusuhan domestik yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan meningkatnya tekanan dari ekstremis agama-ultranasionalis dalam koalisinya.

Terlepas dari kerugiannya, Jihad Islam telah menggunakan eskalasi ini untuk mempromosikan diri mereka sebagai wajah perlawanan bersenjata saat ini terhadap Israel.

Sementara Hamas - kelompok milisi yang dominan di Gaza - tetap berada di 'posisi kedua' dalam hal melancarkan aksi militer.

Kelompok itu secara terbuka mendukung tembakan roket sebagai bagian dari "persatuan" faksi-faksi Palestina, tetapi secara efektif menahan diri, sehingga membatasi pertempuran.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved